Thursday, January 28, 2021
Sunday, September 20, 2020
Tuesday, October 15, 2019
Kesehatan Mental ditinjau dari Perspektif Tokoh Humanistik; Abraham Maslow
Kesehatan Mental
ditinjau dari
Perspektif Tokoh Humanistik; Abraham Maslow
Kesehatan mental adalah
terhindarnya seseorang dari gejala-gejala gangguan dan penyakit jiwa, artinya
seseorang mampu menyesuaikan diri, memanfaatkan segala potensi dan bakat yang
dimiliki semaksimal mungkin untuk membawa pada kebahagiaan serta tercapainya
keharmonisan dalam hidupnya (Malik, 2011).
Menurut WHO orang dapat
dikatakan sehat secara mental apabila ia dapat menyesuaikan diri secara
kostuktif pada kenyataan meskipun kenyataan itu buruk baginya, memperoleh
kepuasan dari hasil jerih payah usahanya, merasa lebih puas memberi daripada
menerima, secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas, berhubungan dengan
orang lain secara tolong menolong dan saling memuaskan, menerima kekecewaan
untuk dipakainya sebagai pelajaran di kemudian hari, menjuruskan rasa
permusuhan kepada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif, mempunyai rasa
kasih sayang yang besar.
Secara tidak langsung Maslow
menjelaskan bahwa individu yang mampu mengaktualisasikan dirinya akan memiliki
karakteristik yang sama dengan kriteria yang disebutkan oleh WHO sebagai orang
yang sehat secara mental, diantaranya adalah memiliki rasa bahwa ia bersaudara
dengan semua manusia (Jarvis, 2009). Rasa persaudaraan itu akan memunculkan
rasa kasih sayang, tolong menolong dan menjalin hubungan yang baik dengan semua
orang dalam kehidupan. Artinya individu yang mampu mengaktualisasikan dirinya
adalah orang yang mampu melihat potensi dirinya sendiri dan berkembang di tengah
masyarakat dengan percaya diri sebagai tanda pemenuhan kebutuhan akan
perghargaan (esteem needs).
Kontribusi utama Maslow
adalah studi intensifnya tentang individu yang sehat, self-fulfilling dan
aktualisasi diri. Aktualisasi diri individu memiliki karakteristik sebagai
berikut : mereka menerima diri mereka sendiri dan orang lain sebagaimana
adanya; dapat menaruh perhatian kepada diri sendiri tetapi juga mampu memahami
kebutuhan dan keinginan orang lain; mereka dapat merespon keunikan orang dan
situasi (responsif bukan reaktif); mereka dapat menjalin hubungan akrab
setidaknya dengan beberapa orang; mereka dapat menjadi kreatif, spontan dan
mereka dapat menolak kompromi, artinya bersifat tegas ketika merespon tuntutan
realitas (Pervin, 2012). Kualitas pribadi tersebut dimiliki oleh individu
sebagai potensi yang dikembangkan, tetapi, hanya individu-individu yang
menyadari dan terus meningkatkan kualitas tersebut yang akhirnya bisa sehat
secara mental karena bisa mengotimalkan diri dan bisa menyesuaikan diri di
lingkungan sosialnya.
Namun, untuk menuju mental
yang sehat seringkali manusia dihadapkan dengan berbagai macam tantangan kebutuhan
yang harus dipenuhi untuk mencapai tingkat aktualisasi tersebut.
A.
Hierarki Kebutuhan
Maslow (1954) mengembangkan
teori motivasi manusia yang tujuannya menjelaskan segala jenis keubutuhan
manusia dan mengurutkannya menurut tingkat prioritas manusia dalam
pemenuhannya.
Kebutuhan yang paling dasar
adalah kebutuhan fisiologis dan psikologis, seperti makanan dan kehangatan.
Jika kebutuhan tersebut telah terpenuhi, kita akan mencari rasa aman. Saat kita
sudah merasa aman, maka kebutuhan berikut yang kita cemaskan adalah kebutuhan
sosial yaitu menjadi bagian dari kelompok dan menjalin hubungan dengan orang
lain. Ketika kebutuhan sosial sudah terpenuhi, maka kebutuhan berikutnya yang
terpenting adalah kebutuhan untuk dihargai (esteem
needs). Agar kebutuhan itu terpenyi kita harus berprestasi, menjadi
kompeten dan mendapat pengakuan sebagai orang yang berprestasi dan kompeten.
Begitu kebutuhan ini terpenuhi, perhatian kita akan beralih pada pemenuhan
kebutuhan intelektuan (intellectual
needs) kita, termasuk di dalamnya adalah memperoleh pemahaman dan
pengetahuan. Kebutuhan berikut di atas kebutuhan intelktual adalah kebutuhan
estetis (aestethic needs), yaitu
kebutuhan akan keindahan, kerapian dan keseimbangan. Kebutuhan terakhir manusia
menurut Maslow adalah kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri (self-actualization), yaitu menemukan
pemenuhan pribadi dan mencapai potensi diri (Jarvis, 2009).
Seringkali, walaupun
kebutuhan tersebut telah terpenuhi namun masih ada ketidakpuasan. Ketidakpuasan
itulah yang merupakan gejala tidak sehat mental, sehingga tidak akan pernah
mencapai pada tingkatan aktualisasi diri karena ketidakpuasan disini akan
menyebabkan keputusasaan. Sangat relatif pada setiap individu mengenai titik
dimana mereka merasa puas. Orang dengan mental sehat adalah orang yang merasa
puas terhadap pemenuhan-pemenuhan dan ditandai dengan keinginan untuk tumbuh dan
berkembang, berorientasi pada masa depan dan tetap realistis dan mampu
melakukan inovasi bagi diri serta lingkungannya sebagai wujud keseimbangan/keharmonisan
fungsi jiwanya.
B.
Aktualisasi Diri
Aktualisasi diri sebagai
manifestasi mental yang sehat adalah bagaimana individu mampu mengoptimalkan
kemampuan yang dimiliki. Aktualisasi membutuhkan kepercayaan diri dan konsep
diri/citra diri yang positif, cara pikir dan perbuatan yang pofitif pula.
Bagaimana seseorang dapat mengaktualisasikan dirinya jika tidak memiliki
kepercayaan diri dan konsep diri yang positif?
Menurut Jarvis (2009) Maslow
mengidentifikasikan 15 ciri orang yang telah mengaktualisasikan diri sebagai
berikut :
1. Memiliki persepsi yang akurat tentang
realitas.
2. Menikmati pengalaman baru.
3. Memiliki keharmonisan fungsi-fungsi jiwa,
seakan orang itu merasa dunia selaras dengannya.
4. Memiliki standar moral yang jelas.
5. Memiliki selera humor.
6. Merasa bersaudara dengan semua manusia.
7. Memiliki hubungan pertemanan yang erat.
8. Bersikap demokratis dalam menerima orang lain.
9. Membutuhkan privasi.
10. Bebas dari budaya dan lingkungan.
11. Kreatif.
12. Spontan.
13. Lebih berpusat pada permasalahan, bukan pada
diri sendiri.
14. Mengakui sifat dasar manusia.
15. Tidak selalu ingin menyamakan diri dengan
orang lain (menjadi diri sendiri karena menyadari potensi dirinya).
Maslow
tidak menyamakan aktualisasi diri dengan kesempurnaan. Orang yang bisa
mengaktualisasikan diri pada dasarnya hanya memenuhi potensi dirinya sendiri
dan menyadari ketidaksempurnaan itu. Aktualisasi diri sebagai ciri individu
sehat secara mental tidak mengejar kesempurnaan itu, tetapi untuk mengembangkan
potensi dirinya, mengoptimalkan apa yang dimiliki sehingga mampu menjadi
individu yang fungsi jiwanya harmonis dengan pemenuhan-pemenuhan kebutuhan
diatas. Aktualisasi diri merupakan bagaimanan individu itu mampu menyesuaikan
diri, mengotimalkan potensi, mampu mengharmoniskan fungsi-fungsi jiwanya serta
mampu mengaktualisasikan diri untuk mencapai kebahagiaan.
Lepas
dari bagimana Maslow menjelaskan padangannya mengenai aktualisasi diri,
paradigma Humanistik merupakan satu-satunya pendekatan psikologi yang cocok
dengan gagasan spiritualitas. Spiritualitas menjadi hal yang sangat penting
kaitannya dengan kesehatan mental, kareana menurut Dadang Hawari keseimbangan
dimensi yang sehat adalah ketika dimensi Bio-psiko-sosial-spiritual berjalan
selaras untuk mewujudkan individu yang sehat baik secara biologis, psikologis,
sosial dan spiritual sebagi wujud kesesuaian seluruh aspek kehidupan.
Daftar Pustaka :
Jarvis, Matt. 2009. Teori-Teori Psikologi: Pendekatan
Modern untuk Memahami Perilaku, Perasaan & Pikiran Manusia. Bandung : Nusa
Media
Malik, Imam. 2011. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta :
Teras
Pervin, Lawrence. A., Cervone, Daniel., John, Oliver P.
2012. Psikologi Kepribadian : Teori dan Penelitian.
Monday, October 14, 2019
KESEHATAN MENTAL
KESEHATAN MENTAL
Pada umumnya pribadi yang normal memiliki mental yang sehat. Demikian
sebaliknya, bagi yang pribadinya abnormal cenderung memiliki mental yang tidak
sehat (Yusak Baharuddin, 1999: 13). Orang yang bermental sehat adalah mereka
yang memiliki ketenangan batin dan kesegaran jasmani.
Pengertian Secara Etimologis dan Terminologis
Secara etimologis, kata “mental” berasal dari kata latin, yaitu “mens”
atau “mentis” artinya roh, sukma, jiwa, atau nyawa. Di dalam bahasa
Yunani, kesehatan terkandung dalam kata hygiene, yang berarti ilmu
kesehatan. Maka kesehatan mental merupakan bagian dari hygiene mental
(ilmu kesehatan mental) (Yusak Burhanuddin, 1999: 9).
Menurut Kartini Kartono dan Jenny Andary dalam Yusak (1999: 9-10), ilmu
kesehatan mental adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan mental/jiwa,
yang bertujuan mencegah timbulnya gangguan/penyakit mental dan gangguan emosi,
dan berusaha mengurangi atau menyembuhkan penyakit mental, serta memajukan
kesehatan jiwa rakyat.
Perkembangan Pengertian kesehatan Mental
·
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang
dari gangguan dan penyakit jiwa (neurosis dan psikosis).
·
Pengertian ini terlihat sempit, karena yang
dimaksud dengan orang yang sehat mentalnya adalah mereka yang tidak terganggu
dan berpenyakit jiwanya. Namun demikian, pengertian ini banyak mendapat
sambutan dari kalangan psikiatri (Sururin,2004: 142)
·
Kembali pada istilah neorosis, pada awalnya kata tersebut berarti
ketidakberesan dalam susunan syaraf. Namun, setelah para ahli penyakit dan ahli
psikologi menyadari bahwa ketidakberesan tingkah laku tersebut tidak hanya
disebabkan oleh ketidakberesan susunan syaraf, tetapi juga dipengaruhi oleh
sikap seseorang terhadap dirinya sendiri dan terhadap orang lain, maka aspek
mental (psikologi) dimasukkan pula dalam istilah tersebut.
·
Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan di mana ia
hidup. Pengertian ini lebih luas dan umum, karena telah dihubungkan dengan
kehidupan sosial secara menyeluruh. Dengan kemampuan penyesuaian diri,
diharapkan akan menimbulkan ketentraman dan kebahagiaan hidup.
·
Terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh
antara fungsi-fungsi jiwa serta mempunyai kesanggupan untuk mengatasi problem
yang biasa terjadi, serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin
(konflik).
·
Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk
mengembangkan dan meningkatkan potensi, bakat dan pembawaan semaksimal mungkin,
sehingga membawa kebahagiaan diri dan orang lain, terhindar dari gangguan dan
penyakit jiwa.
·
Dari pengertian di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang terhindar dari
gangguan dan penyakit jiwa, maupun menyesuaikan diri, sanggup menghadapi
masalah-masalah dan kegoncangan-kegoncangan yang bias, adanya keserasian fungsi
jiwa, dan merasa bahwa dirinya berharga, berguna, dan berbahagia serta dapat
menggunakan potensi-potensi yang ada semaksimal mungkin (Sururin,2004: 144).
·
Kesehatan mental (mental hygiens)
adalah ilmu yang meliputi sistem tentang prinsip-prinsip, peraturan-peraturan
serta prosedur-prosedur untuk mempertinggi kesehatan ruhani (M. Buchori dalam
Jalaluddin,2004: 154) Menurut H.C. Witherington, kesehatan mental meliputi
pengetahuan serta prinsip-prinsip yang terdapat lapangan Psikologi, kedokteran,
Psikiatri, Biologi, Sosiologi, dan Agama (M. Buchori dalam Jalaluddin,2004:
154)
·
Kesehatan Mental
merupakan kondisi kejiwaan manusia yang harmonis. Seseorang yang memiliki jiwa
yang sehat apabila perasaan, pikiran, maupun fisiknya juga sehat. Jiwa (mental)
yang sehat keselarasan kondisi fisik dan psikis seseorang akan terjaga. Ia
tidak akan mengalami kegoncangan, kekacauan jiwa (stres), frustasi, atau
penyakit-penyakit kejiwaan lainnya. Dengan kata lain orang yang memiliki
kesehatan mental juga memiliki kecerdasan baik secara intelektual, emosional,
maupun spiritualnya.
Pengertian Jiwa (mental) Sebagai Objek Kajian
Kesehatan Mental
·
Di dalam Ensiklopedia
Indonesia, Hassan Shadily dkk. (1992: 2787) menulis bahwa kata “Jiwa” berasal
dari kata “Psyche” yang berarti jiwa, pikiran, hidup.
·
Dalam agama, jiwa
merupakan sebagian dari kerohanian manusia, dalam arti kesanggupan merasakan sesuatu.
Suatu makhluk baru dikatakan berjiwa, jika sanggup mengalami, merasa,
berkemauan, dan sebagainya (Hassan Shadily dkk.,1991: 1597).
·
Jiwa adalah energi mental yang memiliki
kekuatan untuk dapat memotivasi terjadinya proses perilaku yang menjadi
bentukan aktivitas yang dilakukan sehari-hari. (http://id.wikipedia.org/wiki/Jiwa)
·
Ilmu Kesehatan Mental,
jiwa (mental) yang dijadikan objek kajian ilmu ini tidaklah cukup diartikan
sebagai kondisi kejiwaan manusia yang dikaji dari kesehatan pada jaringan
syaraf otak atau secara fisik saja. Sehingga jika salah satu simpul saraf otak
rusak seseorang akan menderita kelainan jiwa (gila). Sedangkan tidak semua
tingkatan gangguan kejiwaan manusia berakibat gila. Sementara pengertian sakit
jiwa adalah kondisi kejiwaan seseorang yang tidak mampu mengaktualkan tiga
potensi dalam dirinya yaitu adaptasi, regulasi dan interaksi.(http://www.waspada.co.id)
Pengertian Jiwa (mental) yang Sehat
Seorang ahli bijak pernah berkata: ''Kesehatan
itu mahkota, tak bisa merasakannya kecuali orang sakit." Nikmat sehat
memang menjadi sangat mahal. Apalah artinya bergelimang kekayaan, rumah mewah
dengan jabatan dan kekuasaan yang tinggi serta anak-anak yang tampan bila tidak
disertai nikmat kesehatan. Karena itulah, semua manusia berlomba untuk
mendapatkan nikmat sehat (www.republika.com)
·
Kesehatan Mental dari Perspektif Penyesuaian Diri
Pengertian
Kesehatan mental adalah terhindarnya orang
dari gejala-gejala gangguan jiwa ( neurose )
Kesehatan mental adalah kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan diri sendiri dengan orang lain dan masyarakat serta
lingkungan dimana dia hidup dan berinteraksi.
Kesehatan mental adalah pengetahuan dan
perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi,
bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada
kebahagiaan diri dan orang lain serta dari gangguan-gangguan dan penyakit jiwa.
Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh
antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi
problem-problem biasa yang terjadi dan merasakan secara positif kebahagiaan dan
kemampuan diri.
Kesehatan mental adalah keserasian atau
kesesuaian antara seluruh aspek psikologis dan dimiliki oleh seorang untuk
dikembangkan secara optimal agar individu mampu melakukan kehidupan-kehidupan
sesuai dengan tuntutan-tuntutan atau nilai-nilai yang berlaku secara individual,
kelompok maupun masyarakat luas sehingga yang sehat baik secara mental maupun
secara sosial.
Sehat dan Kesehatan Mental
Kedokteran/Psikiatrik
Sehat sebagai kondisi tanpa keluhan, baik
fisik maupun mental. Orang yang sehat adalah orang yang tidak
mempunyai keluhan tentang keadaan fisik dan mentalnya. Sehat fisik artinya tidak ada keluhan fisik. Sehat mental artinya tidak ada keluhan mental.
Sehat dari Perspektif Psikologi
Sehat atau tidaknya seseorang secara mental
belakangan ini lebih ditentukan oleh kemampuan penyesuaian diri terhadap
lingkungan.
Orang yang memiliki kemampuan menyesuaikan
diri dengan lingkungannya dapat digolongkan sehat mental.
Sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan
diri digolongkan sebagai tidak sehat mental.
Orientasi penyesuaian diri
Pengertian sehat mental tidak dapat dilepaskan
dari konteks lingkungan tempat individu hidup. Berkaitan dengan standar norma
lingkungan terutama norma sosial dan budaya, sehingga tidak dapat menentukan
sehat atau tidaknya mental individu dari kondisi kejiwaannya semata.
·
Ukuran sehat mental didasarkan juga pada
hubungan antara individu dengan lingkungannya.
·
Individu yang dalam masyarakat tertentu
digolongkan tidak sehat atau sakit mental bisa jadi dianggap sangat sehat
mental dalam masyarakat lain. Artinya batasan sehat atau sakit mental bukan
sesuatu yang absolut.
Batasan Sehat dan tidak sehat Mental
·
Tidak ada garis yang tegas dan universal yang
membedakan orang sehat mental dari orang sakit mental.
·
Sehat atau sakit mental bukan dua hal yang
secara tegas terpisah.
·
Sehat atau tidak sehat mental berada dalam
satu garis dengan derajat yang berbeda. Artinya kita hanya dapat menentukan
derajat sehat atau tidaknya seseorang.
·
Dengan
kata lain kita hanya bicara soal ‘kesehatan mental’ jika kita berangkat dari
pandangan bahwa pada umumnya manusia adalah makhluk sehat mental, atau
‘ketidak-sehatan mental’ jika kita memandang pada umumnya manusia adalah
makhluk tidak sehat mental.
·
Penentuan sehat atau sakit mental dilihat dari
derajat kesehatan mental.
·
Selain itu, berdasarkan orientasi penyesuaian
diri, kesehatan mental perlu dipahami sebagai kondisi kepribadian seseorang
secara keseluruhan.
·
Penentuan derajat kesehatan mental seseorang
bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan proses pertumbuhan
dan perkembangan seseorang dalam lingkungannya.
·
Kesehatan mental seseorang sangat erat
kaitannya dengan tuntutan-tuntutan masyarakat tempat ia hidup, masalah-masalah
hidup yang dialami, peran sosial dan pencapaian-pencapaian sosialnya.
·
Kesehatan mental memiliki pengertian kemampuan
seseorang untuk dapat menyesuaikan diri sesuai tuntutan kenyataan di sekitarnya.
·
Tuntutan kenyataan yang dimaksud di sini lebih
banyak merujuk pada tuntutan yang berasal dari masyarakat yang secara konkret
mewujud dalam tuntutan orang-orang yang ada di sekitarnya.
·
M. Jahoda, seorang pelopor gerakan kesehatan
mental, mendefinisikan“kesehatan mental adalah kondisi seseorang yang berkaitan
dengan penyesuaian diri yang aktif dalam menghadapi dan mengatasi masalah
dengan mempertahankan stabilitas diri, juga ketika berhadapan dengan kondisi
baru, serta memiliki penilaian nyata baik tentang kehidupan maupun keadaan diri
sendiri.”
·
Definisi dari Jahoda mengandung
istilah-istilah yang pengertiannya perlu dipahami secara jelas yaitu
penyesuaian diri yang aktif, stabilitas diri, penilaian nyata tentang kehidupan
dan keadaan diri sendiri.
·
Penyesuaiaan diri berhubungan dengan cara-cara
yang dipilih individu untuk mengolah rangsangan, ajakan dan dorongan yang
datang dari dalam maupun luar diri.
·
Penyesuaian diri yang dilakukan oleh pribadi
yang sehat mental adalah penyesuaian diri yang aktif dalam pengertian bahwa
individu berperan aktif dalam pemilihan cara-cara pengolahan rangsang itu.
·
Individu tidak seperti binatang atau tumbuhan
hanya reaktif terhadap lingkungan.
·
Dengan
kata lain individu memiliki otonomi dalam menanggapi dan menyesuaikan diri
dengan lingkungan.
·
Orang yang dapat
menyesuaikan diri secara aktif dan realistis sambil tetap mempertahankan
stabilitas diri mengindikasikan adanya kesehatan mental yang tinggi pada
dirinya. Sebaliknya mereka yang tidak mampu menyesuaikan diri secara aktif,
tidak realistik dan tidak stabil dirinya menunjukkan rendahnya kesehatan mental
pada dirinya.
·
Pada orang sehat mental stabilitas diri
dipertahankan. Dalam menyesuaian diri dengan lingkungan, individu dapat
menerima apa yang ia anggap baik dan menolak apa yang ia anggap buruk
berdasarkan pegangan normatif yang ia miliki.
·
Di sini terlihat adanya otonomi diri dalam
penyesuaian diri yang memperlihatkan stabilitas diri individu.
·
Otonomi ini menandakan bahwa ada pusat diri
pada manusia yang mengorganisasi keseluruhan dirinya.
·
Meski penyesuaian diri perlu terus dilakukan
namun kondisi dalam diri tetap stabil dan memiliki kesatuan. Keadaan diri yang
stabil dan berkesatuan itu selalu dipertahankan oleh individu yang sehat.
·
Penyesuaian diri pada orang yang sehat selalu
didasarkan pada penilaian terhadap kehidupan dan keadaan diri sendiri.
·
Pilihan
cara-cara menanggapi rangsangan, ajakan dan dorongan selalu didasarkan pada
pertimbangkan kondisi kehidupan yang sedang dijalaninya yang diperbandingan
dengan kondisi diri sendiri.
·
Orang yang sehat akan melihat masalah nyata
apa yang dihadapinya dan bagaimana kondisi dirinya berkaitan dengan masalah itu
sebelum menentukan tindakan yang akan diambil.
·
Di sini terlihat bahwa orang yang sehat memiliki
kemampuan memahami realitas internal dan eksternal dirinya. Ia tidak bereaksi
secara mekanik atau kompulsif-repetitif tetapi berespons secara realistis dan
berorientasi pada masalah.
Karakteristik Individu yang Sehat Mental
·
Mempunyai self image atau gambaran dan sikap
terhadap diri sendiri yang positif.
·
Memiliki interaksi diri atau keseimbangan
fungsi-fungsi jiwa dalam menghadapi problema hidup termasuk stress.
·
Mampu mengaktualisasikan secara optimal guna
berproses mencapai kematangan.
·
Mampu bersoiallisasi dan menerima kehadiran
orang lain
·
Menemukan minat dan kepuasan atas pekerjaan
yang dilakukan
·
Memiliki falsafah atau agama yang dapat
memberikan makna dan tujuan bagi hidupnya.
·
Mawas diri atau memiliki control terhadap
segala kegiatan yang muncul
·
Memiliki perasaan benar dan sikap yang
bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatannya.
Gangguan kesehatan mental
·
Individu yang tidak
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan menunjukkan adanya masalah kesehatan
mental.
·
Gangguan stres berat,
depresi, frustasi yang menyebabkan agresi, histeria,bahkan psikopati dan
psikosis
Faktor penyebab Gangguan Mental
·
Ketidakmampuan
penderitanya dalam menghadapi kenyataan yang terjadi padanya.
·
Individu-individu yang
hanya bertindak reaktif terhadap rangsangan, dorongan dan ajakan.
·
Mereka tidak mampu
mengontrol dan menguasai diri sendiri sehingga tidak mampu menampilkan perilaku
yang tepat dalam setiap kondisi yang dihadapinya.
·
Individu yang tidak
mampu mempertahankan stabilitas diri juga mengindikasikan adanya gangguan
mental dalam hal otonomi dan kesatuan diri. Disintegrasi diri merupakan ciri
utama pada gangguan-gangguan psikosis.
·
Ketiadaan atau
kekurangan kemampuan menilai lingkungan dan diri sendiri secara realistis
sehingga tidak mampu mengambil keputusan yang tepat juga menjadi indikasi dari
adanya gangguan atau hambatan dalam perkembangan mental.
·
Gangguan yang berkaitan dengan kemampuan
menilai lingkungan dan diri secara realistis ini dapat mengarahkan orang pada
gangguan neurosis dan psikosis.
·
Gordon W. Allport, Carl
Rogers, Abraham Maslow dan Viktor Frankl pribadi yang sehat selalu ditandai
dengan
·
keinginan untuk tumbuh
dan berkembang, berorientasi ke masa
depan sambil tetap realistis dan mampu melakukan inovasi bagi diri serta
lingkungannya.
·
Artinya perbaikan
kemampuan penyesuaian diri tidak hanya perlu dilakukan pada mereka yang
mengalami gangguan mental tetapi juga pada siapa saja.
·
Inilah yang kemudian
disebut Dadang Hawari sebagai dimensi sehat itu, yaitu :
Bio-psiko-sosial-spiritual.
·
Jadi seseorang yang
sehat mentalnya tidak hanya sebatas pengertian terhindarnya dia dari gangguan
dan penyakit jiwa baik neurosis maupun psikosis melainkan patut pula dilihat sejauh mana
seseorang itu mampu menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri dan lingkungannya,
mampu mengharmoniskan fungsi-fungsi jiwanya, sanggup mengatasi problem hidup
termasuk kegelisahan dan konflik batin yang ada, serta sanggup
mengaktualisasikan potensi dirinya untuk mencapai kebahagiaan.
Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) pada tahun 1959 memberikan batasan mental yang sehat adalah sebagai
berikut :
·
Dapat menyesuaikan diri
secara konstuktif pada kenyataan meskipun kenyataan itu buruk banginya.
- Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah
usahanya.
- Merasa lebih puas memberi dari pada menerima.
- Secara relatif bebas dari rasa tegang dan
cemas.
- Berhubungan dengan orang lain secara
tolong-menolong dan saling memuaskan.
- Menerima kekecewaan untuk dipakainya sebagai
pelajaran dikemudian hari.
- Menjuruskan rasa permusuhan kepada penyelesaian
yang kreatif dan konstruktif.
- Mempunyai rasa kasih sayang yang besar.
Prinsip kesehatan mental
·
Prinsip kesehatan mental
adalah dasar yang harus ditegakkan orang dalam dirinya untuk mendapatkan
kesehatan mental yang baik serta terhindar dari gangguan kejiwaan
- Gambaran
dan sikap yang baik terhadap diri sendiri (self image)
- Prinsip ini
dapat dicapai dengan penerimaan diri, keyakinan diri dan kepercayaan pada
diri sendiri. Citra diri positif akan mewarnai pola hidup, sikap, cara
pikir dan corak penghayatan, serta ragam perbuatan yang positif pula.
- Keterpaduan
antara Integrasi Diri. Adanya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan jiwa
dalam diri, kesatuan pandangan (falsafah) dalam hidup dan kesanggupan
mengatasi stres (Sururin,2004: 146).
- Perwujudan
Diri (aktualisasi diri)
- Inilah
proses pematangan diri. Menurut Reiff, orang yang sehat mentalnya adalah
orang yang mampu
- Mengaktualisasikan
diri atau mampu mewujudkan potensi yang dimilikinya, serta memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya dengan cara yang baik dan memuaskan.
- Mau
menerima orang lain, mampu melakukan aktifitas sosial dan menyesuaikan
diri dengan lingkungan tempat tinggal.
- Berminat
dalam tugas dan pekerjaan
- Suka pada
pekerjaan tertentu walaupun berat maka akan mudah dilakukan dibandingkan
dengan pekerjaan yang kurang diminati.
- Agama,
cita-cita, dan falsafah hidup. Demi menggapai ketenangan dan kebahagiaan
dalam kehidupan.
- Pengawasan
diri
- Hal ini
dapat dilakukan terhadap keinginan-keinginan dari ego yang bersifat
biologis murni. Sehingga dapat dikendalikan secara sehat dan terarah.
- Rasa benar dan tanggung jawab. Ini
penting bagi tingkah laku. Dengan demikian muncul rasa percaya diri dan bertanggung jawab penuh
atas segala tindakan sehingga tidak menutup kemungkinan kesuksesan diri
akan diraih.