Psikologi Belajar
“Aplikasi
Belajar Menurut Teori Thorndike”
1.
Prayudha Nur
Rifki (1007010020)
2.
Nabila Zahra Q. U (1207010049)
3.
Bambang
Wijayanto (1307010079)
4.
Anggi Setiawati (1407010023)
5.
Denalita Imas
Widyaswari (1407010049)
6. Gita Listanti (1407010056)
6. Gita Listanti (1407010056)
7.
Wiwin Rinanti (1407010064)
A. PENDAHULUAN
Teori belajar adalah teori yang mendeskripsikan apa
yang sedang terjadi saat proses belajar berlangsung dan kapan proses belajar
tersebut berlangung. Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan
bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses inhern
yang kompleks dari belajar. Ada tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu
Behaviorisme, Kognitivisme, dan Konstruktivisme. Yang lebih penting untuk kita
pahami adalah teori mana yang baik untuk diterapkan pada kawasan tertentu, dan
teori mana yang sesuai untuk kawasan lainnya. Pemahaman semacam ini penting
untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Dalam rangka meningkatkan
kemampuan pendidik, mereka harus memiliki dasar empiris yang kuat untuk
mendukung profesi mereka sebagai pengajar. Kemudian kurangnya pemahaman akan
pentingnya relevansi pendidikan untuk mengatasi masalah-masalah sosial dan
budaya, serta bagaimana bentuk pengajaran untuk siswa dengan beragam kemampuan
intelektual.
Menurut Thorndike, belajar merupakan
peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang
disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Teori pembelajaran yang sudah ada
selama ini, hanya terfokus pada kepentingan teoritis semata. Dari permasalahan tersebut,
kita menyadari bahwa sebuah teori pembelajaran sebaiknya juga menyangkut suatu
praktek untuk membimbing seseorang bagaimana caranya ia memperoleh pengetahuan
dan keterampilan, pandangan hidup, serta pengetahuan akan kebudayaan masyarakat
sekitarnya.
B. PEMBAHASAN
1.
Eksperimen
Thorndike
Dalam bukunya Animal Intelligence (1911). Percobaan Thorndike yang terkenal
dengan binatang kucing yang telah dilaparkan dan diletakkan di ruangan kecil
yang ia sebut puzzle box (kotak teka-teki) yang tertutup dan pintunya
dapat dibuka secara otomatis apabila kenop yang terletak di dalam puzzle box tersebut
tersentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori “trial and error” atau
“selecting and conecting”, yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara
mencoba-coba dan membuat salah. Dalam melaksanakan coba-coba ini, kucing
tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai
hasil. Setiap response menimbulkan stimulus yang baru, selanjutnya stimulus baru
ini akan menimbulkan response lagi, demikian selanjutnya, sehingga dapat digambarkan
sebagai berikut : S R S1 R1 dst.
Dalam
percobaan tersebut apabila di luar puzzle box diletakkan makanan, maka kucing
berusaha untuk mencapainya. Dengan tidak tersengaja kucing telah menyentuh
kenop, maka terbukalah pintu sangkar , dan kucing segera lari keluar. Percobaan
ini diulangi untuk beberapa kali, dan setelah kurang lebih 10 sampai dengan 12
kali, kucing baru dapat dengan sengaja menyentuh kenop tersebut apabila di luar
diletakkan makanan. Ketika pertama kali hewan tersebut memasuki kotak, ia memerlukan
waktu lama untuk dapat memberi respons yang dibutuhkan agar pintu terbuka. Dalam
waktu singkat, hewan-hewan tersebut hanya membutuhkan waktu beberapa detik untuk
lolos dan mendapatkan hadiah.
2. Inti Teori
Thorndike
Thorndike, (Dalam Suryobroto,1984)
Thorndike mengatakan bahwa belajar merupakan peristiwa terbentuknya
asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan
respon (R ). Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning
atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum
tertentu. Dari percobaan tersebut, Thorndike menemukan hukum-hukum belajar
sebagai berikut :
1.
Hukum
Kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu
perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan
kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
2.
Hukum
Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan)
, maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip law of exercise adalah
koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi
lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara
keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan.
3.
Hukum
akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila
akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan.
Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan
lain kali akan diulangi begitu juga sebaliknya.
Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan
sebagai berikut :
a.
Hukum
Reaksi Bervariasi (multiple response). Hukum ini mengatakan bahwa pada individu
diawali oleh proses trial dan error yang menunjukkan adanya bermacam-macam respon
sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
b.
Hukum
Sikap ( Set/ Attitude). Hukum ini menjelaskan bahwa perilaku belajar seseorang
juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi ,
sosial , maupun psikomotornya.
c.
Hukum
Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element). Hukum ini mengatakan bahwa
individu dalam proses belajar memberikan respon pada stimulus tertentu saja sesuai
dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi ( respon selektif).
d.
Hukum
Respon by Analogy. Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan respon
pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat
menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah
dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah
dikenal ke situasi baru.
e.
Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative
Shifting) Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal
ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan
sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama.
(Suryobroto, 1984)
Hukum Efek dan Teori
Koneksionisme Edward Thorndike
Edward Lee Thorndike menyatakan tidak
suka pada pendapat bahwa hewan memecahkan masalah dengan nalurinya. Ia justru berpendapat
bahwa hewan juga memliki kecerdasan. Beberapa eksperimennya ditujukan untuk
mendukung gagasannya tersebut, yang kemudian ternyata merupakan awal munculnya operant
conditioning (pengkondisian yang di sadari). Prinsip yang dikembangkannya
disebut hukum efek karena adanya konsekuensi atau efek dari suatu perilaku.
Sementara, teorinya disebut koneksionisme untuk menunjukkan adanya koneksi
(keterkaitan) antara stimuli tertentu dan perilaku yang disadari.
3.
Aplikasi
Teori Thorndike dalam pendidikan SMA
a.
Guru
harus tahu apa yang akan diajarkan, materi apa yang harus diberikan, respon apa
yang diharapkan, kapan harus memberi hadiah atau membetulkan respon. Oleh
karena itu tujuan pedidikan harus dirumuskan dengan jelas. Berarti bahwa
sebelumnya seorang guru terutama guru SMA harus memiliki tujuan yang hendak
dicapai terlebih dahulu dengan begitu guru akan dengan mudah mengetahui apa
yang akan diajarkan, dan respon apa yang diharapkan. Tujuan pendidikan harus
masih dalam batas kemampuan belajar peserta didik. Dan terbagi dalam unit-unit
sedemikian rupa sehingga guru dapat menerapkan menurut bermacaam-macam situasi.
b.
Agar
peserta didik dalam hal ini siswa-siswi SMA dapat mengikuti pelajaran, proses
belajar harus bertahap dari yang sederhana sampai yang kompleks. Berawal dari
materi-materi yang mudah bertahap hingga ke materi yang sulit. Disini motivasi
tidak begitu penting karena yang terpenting adalah adanya respon yang benar
terhadap stimulus. Peserta didik yang telah belajar dengan baik harus diberi
hadiah dan bila belum baik harus segera diperbaiki. Siswa-siswi SMA apabila ia aktif
didalam kelas maka ia akan mendapatkan poin tambahan, dan apabila siswa yang
kurang dalam beberapa materi ia akan mendapatkan tugas tambahan.
c.
Situasi
belajar harus dibuat menyenangkan dan mirip dengan kehidupan dalam masyarakat. Materi
pelajaran harus bermanfaat bagi peserta didik untuk kehidupan anak kelak
setelah keluar dari sekolah. Untuk SMA misalnya dapat dikembangkan melalui
kegiatan ektrakurikuler dan pelajaran-pelajaran social dimana terdapat tugas
untuk terjun langsung ke masyarakat.
d.
Pelajaran
sulit, yang melebihi kemampuan anak tidak akan meningkatkan kemampuan penalarannya.
Dalam mata pelajaran di SMA misalnya Ekonomi, Fisika, Kimia ataupun Matematika
dan yang lainnya yang dipaksakan kepada peserta didik justru akan mematikan
penalarannya.
C. PENUTUP
KESIMPULAN
Thorndike menggunakan 'kurva waktu belajar' tersebut
untuk membuktikan bahwa hewan tersebut bukan menggunakan nalurinya untuk dapat
lolos dan mendapatkan hadiah dari kotak, namun melalui proses trial and
error (mencoba-salah-mencoba lagi sampai benar). Thorndike menjelaskan ada
perbedaan yang jelas apakah hewan dalam eksperimen tersebut agar dapat lolos
dari kotak menggunakan naluri atau tidak. Caranya yaitu dengan mencatat waktu
yang digunakan hewan untuk dapat lolos. Logikanya, jika hewan menggunakan
naluri maka ia akan dapat langsung lolos begitu saja, sehingga catatan waktunya
tidak menunjukkan perubahan dari waktu ke waktu secara gradual yang signifikan.
Kenyataannya, hewan menggunakan cara yang biasa disebut trial and error dengan
bukti kurva waktu yang menurun secara gradual. Hal ini menunjukkan hewan dapat
'belajar' secara gradual dan konsisten.
Didasarkan atas eksperimennya, Thorndike
mengemukakan prinsip yang ia sebut hukum efek. Hukum ini menyatakan bahwa
perilaku yang diikuti kejadian yang menyenangkan, lebih cenderung akan terjadi
lagi di masa mendatang. Sebaliknya, perilaku yang diikuti kejadian yang tidak
menyenangkan akan memperlemah, sehingga cenderung tidak terjadi lagi di masa
mendatang. Thorndike menginterpretasikan temuannya sebagai keterkaiatan. Ia
menjelaskan bahwa keterkaitan antara kotak dan gerakan yang digunakan hewan
percobaan untuk lolos 'diperkuat' setiap kali berhasil. Karena adanya
keterkaitan ini, banyak yang menyebut hukum efek Thorndike menjadi teori koneksionisme,
yang oleh Skinner dikembangkan lagi menjadi operant conditioning (pengkondisian
yang disadari).
DAFTAR
PUSTAKA
Daryono
M, 2009, Psikologi Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta
Fajar.S, “TEORI
BELAJAR”. Di akses pada tanggal 25 November 2015.
http.staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/..../TEORI%20BELAJAR.pdf
Rosita
. K. “TEORI BELAJAR”. Di akses pada
tanggal 25 November 2015.
file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR...IIP.../TEORI_pembelajaranx.pdf
0 komentar:
Post a Comment