PENGUKURAN,
EVALUASI, DAN TES
A. PENGUKURAN
Ilmu
pengukuran (measurement) merupakan
cabang dari ilmu statistika terapan yang bertujuan membangun dasar-dasar
pengembangan tesyang lebih baik sehingga dapat menghasilkan tes yang berfungsi
secara optimal, valid, dan reliable. Dasar-dasar pengembangan tes tersebut dibangun
diatas model-model matematik yang secara berkesinambungan terus teruji
kelayakannya oleh ilmu psikometri.
Pengukuran
adalah suatu prosedur pemberian angka (kuantifikasi) terhadap atribut atau
variable sepanjang suatu kontinum. Jadi, guna memberikan gambaran mengenai
kecepatan laju sebuah kendaraan, kita memberikan suatu angka yang dapat
mendeskripsikan kecepatan tersebut. Untuk itu kita perlu melakukan pengukuran
kecepatan. Pernyataan yang mengatakan bahwa sebuah kendaraan “berjalan cepat” akan memberikan informasi yang tidak cukup
akurat mengenai kecepatan karena besarnya subjektivitas makna kecepatan itu.
Akan tetapi bila kita mengatakan bahwa sebuah kendaraan A berjalan dengan
kecepatan 45 km/jam maka angka tersebut dapat memberikan gambaran kuantitatif
yang
lebih objektif
mengenai kecepatan yang kita maksudkan. Angka 45 ini dapat diletakkan pada
suatu kontinum kecepatan, seperti misalnya :
A
Km/jam
0 20 40 60 80 100
Selanjutnya
bila kendaraan B berjalan dengan kecepatan 82 km/jam, maka pada kontinum yang
sama kita dapat melihat bahwa B terletak
disebelah kanan A yang berjalan lebih lambat.
A B
Km/jam
0 20 40 60 80 100
Berbagai
kontinum, seperti kontinum berat, kontinum kecepatan, kontinum tinggi, dan
semacamnya dihasilkan oleh pengukuran yang menggunakan skala fisik. Oleh
karenanya dinamakan kontinum fisik. Disamping itu, berbagai atribut fisik dan
atribut psikologis dapat diukur dengan menggunakan skala psikologis dan
hasilnya dapat disajikan dalam suatu kontinum yang dinamakan kontinum
psikologis. Sebagai contoh, skala psikologis dapat menghasilkan kontinum
kecerdasan yang menggambarkan bahwa Y lebih cerdas daripada X, seperti berikut
:
X Y
IQ
70 80 90 100 110 120
Secara
operasional, pengukuran merupakan suatu prosedur perbandingan antara atribut
yang hendak diukur dengan alat ukurnya.
Karakteristik
pengukuran adalah :
1.
Merupakan
perbandingan antara atribut yang diukur dengan alat ukurnya
2.
Hasilnya
dinyatakan secara kuantitatif
3.
Hasilnya bersifat
deskriptif
Kita
perhatikan misalnya, kuantifikasi tinggi badan dilakukan dengan membandingkan
tinggi (badan) sebagai atribut fisik
dengan meteran sebagai alat ukur. Oleh karena itu pada karakteristik pertama
disebutkan bahwa yang dibandingkan adalah atribut. Artinya, apa yang diukur
adalah atribut atau dimensi dari sesuatu, bukan sesuatu itu sendiri. Sebagai
contoh, kita tidak dapat mengukur sebuah meja karena yang kita ukur bukanlah
meja sebagai benda melainkan dimensi meja, semisal panjang atau lebarnya. Kita
tidak pula dapat mengukur manusia karena yang dapat kita ukur adalah atribut
manusianya, semisal inteligensi atau prestasinya. Pengertian ini membawa makna
bahwa :
a.
Benda atau manusia
yang dimensinya diukur merupakan subjek pengukuran, bukan objek. Objek
pengukuran adalah dimensi yang diukur
b.
Kita hanya akan
mengetahui alat ukurnya apabila atribut yang hendak diukur telah diketahui
terlebih dahulu
Karakteristik
pengukuran yang kedua adalah sifat hasilnya yang kuantitatif. Kuantitatif
berarti berwujud angka. Hal ini adalah selalu benar dalam setiap pengukuran.
Suatu proses pengukuran akan dinyatakan selesai apabila hasilnya telah
diwujudkan dalam bentuk angka yang biasanya dalam pengukuran fisik disertai
oleh satuan ukurnya yang sesuai. Pada pengukuran panjang, hasilnya akan
berwujud angka semisal 25 cm atau 50 m. pada pengukuran volume hasilnya
berwujud angka semisal 360 cm3 atau 151 liter. Begitu pula dalam
pengukuran aspek nonfisik atau aspek psikologis akan kita temui hasil
pengukuran yang berupa angka kecepatan dan ketelitian sebesar 56 misalnya, atau
angka penilaian kecrdasan setinggi 120.
Karakteristik
pengukuran ketiga adalah sifat hasilnya yang deskriptif, artinya hanya sebatas
memberikan angka yang tidak diinterpretasikan lebih jauh. Hasil ukur terhadap
luas sebuah meja adalah 240 cm2 tidak diikuti oleh keterangan bahwa
240 cm2 tersebut adalah sedang, luas atau sangat luas. Kendaraan
yang melaju dengan kecepatan 45 km/jam
hanya dikatakan berkecepatan 45 km/jam tanpa diberi keterangan bahwa
kecepatan tersebut sangat tinggi atau sedang.
Dalam
berbagai kasus, pengukuran atribut tidak dapat dilakukan secara langsung dikarenakan
atribut yang hendak diukur bukan merupakan atribut dasar melainkan berupa
atribut derivasi, yaitu atribut yang diperoleh dari turunan atribut-atribut
lainnya. Sebagai contoh, atribut luas sebuah bidang datar tidak dapat diukur
langsung karena kita tidak memiliki alat pengukur luas, oleh karena itu, ukuran
luas hanya dapat diperoleh dari derivasi ukuran atribut panjang dan ukuran
atribut lebar. Misalnya untuk bidang datar berbentuk empat persegi panjang
ukuran luas diperoleh dari L = p x l sedangkan untuk sebuah lingkaran ukuran
luas diperoleh dari 2πr. Demikian pula halnya untuk atribut kecepatan (walaupun
kita sudah lama mengenal speedometer) pada dasarnya tetap merupakan turunan dari ukuran atribut jarak dan ukuran
atribut waktu.
EVALUASI
Dari hasil pengukuran luas sebuah
meja 100 cm x 75 cm = 7500 cm2, misalnya, dapatkah kita mengatakan
bahwa meja tersebut sempit, sedang, atau lapang ? apakah angka 45 sebagai hasil
suatu tes matematika termasuk rendah, sedang, atau tinggi ? ternyata tanpa adanya
suatu pembanding, kita tidak akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Meja seluas 100 cm x 75 cm tentu sangat pas jika diperuntukkan sebagai meja
ketik namun menjadi terlalu sempit bila diperuntukkan sebagai meja makan
keluarga. Angka matematika 45 point tentu terlalu rendah bila ternyata soal tes
keseluruhan adalah 100 buah namun akan menjadi hasil yang sangat bagus bila
tesnya ternyata hanya berisi 50 soal saja. Begitupun, angka 45 dari suatu tes
yang berisi 100 soal dapat saja berarti sangat baik, kalau saja para peserta
yang lain pada umumnya hanya mampu mencapai angka 15.
Jelaslah bahwa interpretasi terhadap
hasil pengukuran hanya dapat bersifat evaluative apabila disandarkan pada suatu
norma atau suatu criteria. Norma berarti rata-rata, yaitu harga rata-rata bagi
suatu kelompok subjek. Kelompok subjek dapat berupa kelompok usia, kelompok
kelas, kelompok jenis kelamin, kelompok suku, kelompok budaya, atau kelompok
bangsa. Jadi akan ada norma usia, norma kelas, dan lain-lainnya. Karena hasil
tes psikologis seringkali tidak memiliki satuan ukur maka perlu dinyatakan
secara normatif. Sebagai contoh, hasil ukur IQ dinyatakan sebagai 110 IQ WAIS
atau skor tes matematika dinyatakan dalam skor PR (Percentile rank) ke 78.
Dengan adanya norma dan criteria,
hasil yang sama dari suatu pengukuran dapat saja mendatangkan interpretasi yang
berbeda. Sebagai contoh, skor 35 pada tes SPM akan berlainan sekali artinya
bila dihasilkan oleh subjek yang berusi 27 tahun dan bila dihasilkan oleh
subjek yang berusia 12 tahun. Laju
kendaraan 40 km/jam akan lain sekali maknanya apabila kendaraan tersebut adalah
sepeda dan apabila kendaraanya adalah sebuah mobil. Demikianlah, dengan
evaluasi kita dapat mengatakan suatu atribut sebagai baik-buruk, cepat-lambat,
jauh-dekat, tinggi-rendah, dan semacamnya. Secara ringkas, karakteristik
evaluasi adalah :
1.
Merupakan
perbandingan antara hasil ukur dengan suatu norma atau suatu criteria
2.
Hasilnya bersifat
kualitatif
3.
Hasilnya
dinyatakan secara evaluative.
SKALA-SKALA
PENGUKURAN
Dalam psikologi dan
ilmu-ilmu perilaku yang lain, soal skala pengukuran ini telah lama menjadi
bahan kajian. Pokok permasalahannya terletak pada interpretasi yang dapat
diberikan kepada bilangan-bilangan sebagai hasil pengukuran psikologis. Lebih
tepatnya permasalahannya berkenaan dengan legitimasi prosedur matematis
tertentu terhadap hasil pengukuran psikologis. Apakah alat ukur inteligensi
secara matematis setara dengan meteran, misalnya, dapatkan hasil pengukuran
psikologis dianalisis dalam cara yang sama dengan hasil pengukuran fisik, dan
sebagainya.
Di dalam psikologi terdapat
empat macam skala pengukuran, yaitu :
a.
Skala Nominal
Skala nominal sama sekali tidak
menunjukkan kuantitas, melainkan Cuma menunjuk cirri (label), atau golongan.
Misalnya nomor punggung pemain sepak bola, kelompok orang berdasi dan tidak
berdasi, kelompok pria dan wanita, dan sebagainya. Tidak ada operasi matematik
yang dapat diterapkan pada data yang berskala nominal ini. Misalkan tidak ada
maknanya menjumlahkan nomor punggung pemain sepakbola
b.
Skala Ordinal
Penerapan skala ordinal adalah bentuk
pengukuran yang paling primitive. Cirri-ciri penerapan skala ordinal adalah (a)
seperangkat objek atau sekelompok orang
diurutkan dari yang “paling atas” ke “paling bawah” dalam atribut
tertentu, (b) tidak ada indikasi mengenai “seberapa banyak” atribut itu
dimiliki oleh objek atau orang yang dipersoalkan, dan (c) tidak ada indikasi
mengenai jarak atau perbedaan atribut itu pada objek atau orang-orang yang
bersangkutan. Suatu contoh misalnya sekelompok anak diurutkan menurut tinggi
badan mereka, dari yang paling tinggi ke yang paling rendah. Skala ini tidak
memberikan informasi seberapa besar tinggi badan mereka itu berbeda satu sama
lain. Jadi yang ada cuma Si > Sj > Sk > Sl > Sm > Sn dan
seterusnya. Data yang berskala ordinal ini tidak dapat dianalisis dengan metode
matematis, seperti dicari rata-rata dan simpangan bakunya.
c.
Skala Interval
Ciri-ciri skala interval adalah (a)
pengurutan objek pada atribut tertentu diketahui, (b) ada informasi mengenai
jarak antara objek yang satu ke objek lainnya pada atribut yang dipersoalkan,
tetapi (c) tidak ada informasi mengenai besaran mutlak atribut untuk
masing-masing objek, karena harga nolnya tidak diketahui. Suatu contoh misalnya
perbedaan antara IQ = 105 dan IQ = 110 sama dengan perbedaan antara IQ = 115
dan IQ = 120, tetapi seberapa besarkah atau seberapa banyakkah IQ = 120 itu,
tidak ada informasinya. Data yang berskala interval dapat diperoleh dengan
metode matematis dan statistika inferensial.
d.
Skala Nisbah
(Rasio)
Dalam penerapan skala rasio, (a)
pengurutan objek pada atribut tertentu diketahui, (b) ada informasi mengenai
jarak (interval) antara objek yang atu ke objek yang lainnya pada atribut yang
dipersoalkan, dan (c) ada informasi mengenai jarak masing-masing objek itu dari
titik nol rasional. Didalam psikologi skala nisbah ini hamper tidak pernah
digunakan, kecuali pada eksperimen-eksperimen yang sederhana, seperti misalnya
waktu reaksi.
TES
PSIKOLOGI
Lee J. Cronbach dalam
bukunya Essential Of Psychological Testing (1970), mendefinisikan tes sebagai
“…..a systematic procedure for observing
a person’s behavior and describing it with the aid of a numerical scale or a
category system”. Dalam definisi ini, tes merupakan suatu prosedur yang
sistematis, yaitu yang dilakukan berdasarkan tujuan dan tata cara yang jelas.
Tes melakukan pengamatan terhadap perilaku seseorang dan mendeskripsikan
perilaku tersebut dengan bantuan skala angka atau suatu system penggolongan.
Tes dapat pula dipandang
sebagai prosedur pengumpulan sampel perilaku yang akan dikenai nilai
kuantitatif (Anastasi, 1976; Brown, 1976). Dalam hal ini, objek pengukuran
adalah atribut psikologis namun sampel perilaku yang tampaklah yang dapat
diukur secara langsung (Crocker & Algina, 1986)
B.
RANGKUMAN MATERI
Ilmu
pengukuran (measurement) merupakan
cabang dari ilmu statistika terapan yang bertujuan membangun dasar-dasar
pengembangan tesyang lebih baik sehingga dapat menghasilkan tes yang berfungsi
secara optimal, valid, dan reliable. Pengukuran adalah suatu prosedur pemberian
angka (kuantifikasi) terhadap atribut atau variable sepanjang suatu kontinum.
Karakteristik pengukuran adalah : Merupakan perbandingan antara atribut yang
diukur dengan alat ukurnya, Hasilnya dinyatakan secara kuantitatif, Hasilnya
bersifat deskriptif.
Karakteristik evaluasi adalah :
Merupakan perbandingan antara hasil ukur dengan suatu norma atau suatu
criteria, Hasilnya bersifat kualitatif, Hasilnya dinyatakan secara evaluative. Skala
pengukuran psikologi terdiri dari empat macam, yaitu skala nominal, ordinal,
interval dan nisbah (ratio). Sedangkan tes merupakan suatu prosedur yang
sistematis, yaitu yang dilakukan berdasarkan tujuan dan tata cara yang jelas.
Tes melakukan pengamatan terhadap perilaku seseorang dan mendeskripsikan
perilaku tersebut dengan bantuan skala angka atau suatu system penggolongan.
C. Latihan
1.
Jelaskan
keterkaitan antara pengukuran dengan psikometri, berikan contohnya
2.
Jelaskan perbedaan
antara Evaluasi dengan Tes
3.
Jelaskan perbedaan
antara skala Nominal, skala Ordinal, skala Interval dan skala Nisbah (Rasio)
D. Daftar Pustaka
Anastasi,
A. 1976. Psychological Testing (4th edition), new York : Mac-millan
Publishing Co. Inc
Azwar, S. 1999. Dasar-dasar Psikometri. Pustaka
pelajar : Yogyakarta
Suryabrata, S. 2000. Pengembangan Alat Ukur psikologi.
Andi Offset : Yogyakarta
0 komentar:
Post a Comment