Thursday, October 3, 2019

PSIKOMETRI BAB I PENGUKURAN, EVALUASI DAN TES


PENGUKURAN, EVALUASI, DAN TES


A.    PENGUKURAN
Ilmu pengukuran (measurement) merupakan cabang dari ilmu statistika terapan yang bertujuan membangun dasar-dasar pengembangan tesyang lebih baik sehingga dapat menghasilkan tes yang berfungsi secara optimal, valid, dan reliable. Dasar-dasar pengembangan tes tersebut dibangun diatas model-model matematik yang secara berkesinambungan terus teruji kelayakannya oleh ilmu psikometri.
Pengukuran adalah suatu prosedur pemberian angka (kuantifikasi) terhadap atribut atau variable sepanjang suatu kontinum. Jadi, guna memberikan gambaran mengenai kecepatan laju sebuah kendaraan, kita memberikan suatu angka yang dapat mendeskripsikan kecepatan tersebut. Untuk itu kita perlu melakukan pengukuran kecepatan. Pernyataan yang mengatakan bahwa sebuah kendaraan “berjalan cepat”  akan memberikan informasi yang tidak cukup akurat mengenai kecepatan karena besarnya subjektivitas makna kecepatan itu. Akan tetapi bila kita mengatakan bahwa sebuah kendaraan A berjalan dengan kecepatan 45 km/jam maka angka tersebut dapat memberikan gambaran kuantitatif yang
lebih objektif mengenai kecepatan yang kita maksudkan. Angka 45 ini dapat diletakkan pada suatu kontinum kecepatan, seperti misalnya :
                                       A
                                                                                                       Km/jam
0                20                    40                    60                    80                    100

Selanjutnya bila kendaraan B berjalan dengan kecepatan 82 km/jam, maka pada kontinum yang sama kita dapat melihat bahwa  B terletak disebelah kanan A yang berjalan lebih lambat.
                                       A                                 B
                                                                                                       Km/jam
0                20                    40                    60                    80                    100

Berbagai kontinum, seperti kontinum berat, kontinum kecepatan, kontinum tinggi, dan semacamnya dihasilkan oleh pengukuran yang menggunakan skala fisik. Oleh karenanya dinamakan kontinum fisik. Disamping itu, berbagai atribut fisik dan atribut psikologis dapat diukur dengan menggunakan skala psikologis dan hasilnya dapat disajikan dalam suatu kontinum yang dinamakan kontinum psikologis. Sebagai contoh, skala psikologis dapat menghasilkan kontinum kecerdasan yang menggambarkan bahwa Y lebih cerdas daripada X, seperti berikut :
                                                           X                   Y
                                                                                                       IQ
70              80                    90                    100                  110                  120

Secara operasional, pengukuran merupakan suatu prosedur perbandingan antara atribut yang hendak diukur dengan alat ukurnya.
Karakteristik pengukuran adalah :
1.      Merupakan perbandingan antara atribut yang diukur dengan alat ukurnya
2.      Hasilnya dinyatakan secara kuantitatif
3.      Hasilnya bersifat deskriptif
Kita perhatikan misalnya, kuantifikasi tinggi badan dilakukan dengan membandingkan tinggi (badan) sebagai  atribut fisik dengan meteran sebagai alat ukur. Oleh karena itu pada karakteristik pertama disebutkan bahwa yang dibandingkan adalah atribut. Artinya, apa yang diukur adalah atribut atau dimensi dari sesuatu, bukan sesuatu itu sendiri. Sebagai contoh, kita tidak dapat mengukur sebuah meja karena yang kita ukur bukanlah meja sebagai benda melainkan dimensi meja, semisal panjang atau lebarnya. Kita tidak pula dapat mengukur manusia karena yang dapat kita ukur adalah atribut manusianya, semisal inteligensi atau prestasinya. Pengertian ini membawa makna bahwa :
a.       Benda atau manusia yang dimensinya diukur merupakan subjek pengukuran, bukan objek. Objek pengukuran adalah dimensi yang diukur
b.      Kita hanya akan mengetahui alat ukurnya apabila atribut yang hendak diukur telah diketahui terlebih dahulu
Karakteristik pengukuran yang kedua adalah sifat hasilnya yang kuantitatif. Kuantitatif berarti berwujud angka. Hal ini adalah selalu benar dalam setiap pengukuran. Suatu proses pengukuran akan dinyatakan selesai apabila hasilnya telah diwujudkan dalam bentuk angka yang biasanya dalam pengukuran fisik disertai oleh satuan ukurnya yang sesuai. Pada pengukuran panjang, hasilnya akan berwujud angka semisal 25 cm atau 50 m. pada pengukuran volume hasilnya berwujud angka semisal 360 cm­3 atau 151 liter. Begitu pula dalam pengukuran aspek nonfisik atau aspek psikologis akan kita temui hasil pengukuran yang berupa angka kecepatan dan ketelitian sebesar 56 misalnya, atau angka penilaian kecrdasan setinggi 120.
Karakteristik pengukuran ketiga adalah sifat hasilnya yang deskriptif, artinya hanya sebatas memberikan angka yang tidak diinterpretasikan lebih jauh. Hasil ukur terhadap luas sebuah meja adalah 240 cm2 tidak diikuti oleh keterangan bahwa 240 cm2 tersebut adalah sedang, luas atau sangat luas. Kendaraan yang melaju dengan kecepatan 45 km/jam  hanya dikatakan berkecepatan 45 km/jam tanpa diberi keterangan bahwa kecepatan tersebut sangat tinggi atau sedang.
Dalam berbagai kasus, pengukuran atribut tidak dapat dilakukan secara langsung dikarenakan atribut yang hendak diukur bukan merupakan atribut dasar melainkan berupa atribut derivasi, yaitu atribut yang diperoleh dari turunan atribut-atribut lainnya. Sebagai contoh, atribut luas sebuah bidang datar tidak dapat diukur langsung karena kita tidak memiliki alat pengukur luas, oleh karena itu, ukuran luas hanya dapat diperoleh dari derivasi ukuran atribut panjang dan ukuran atribut lebar. Misalnya untuk bidang datar berbentuk empat persegi panjang ukuran luas diperoleh dari L = p x l sedangkan untuk sebuah lingkaran ukuran luas diperoleh dari 2πr. Demikian pula halnya untuk atribut kecepatan (walaupun kita sudah lama mengenal speedometer) pada dasarnya tetap merupakan  turunan dari ukuran atribut jarak dan ukuran atribut waktu.
EVALUASI
Dari hasil pengukuran luas sebuah meja 100 cm x 75 cm = 7500 cm2, misalnya, dapatkah kita mengatakan bahwa meja tersebut sempit, sedang, atau lapang ? apakah angka 45 sebagai hasil suatu tes matematika termasuk rendah, sedang, atau tinggi ? ternyata tanpa adanya suatu pembanding, kita tidak akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Meja seluas 100 cm x 75 cm tentu sangat pas jika diperuntukkan sebagai meja ketik namun menjadi terlalu sempit bila diperuntukkan sebagai meja makan keluarga. Angka matematika 45 point tentu terlalu rendah bila ternyata soal tes keseluruhan adalah 100 buah namun akan menjadi hasil yang sangat bagus bila tesnya ternyata hanya berisi 50 soal saja. Begitupun, angka 45 dari suatu tes yang berisi 100 soal dapat saja berarti sangat baik, kalau saja para peserta yang lain pada umumnya hanya mampu mencapai angka 15.
Jelaslah bahwa interpretasi terhadap hasil pengukuran hanya dapat bersifat evaluative apabila disandarkan pada suatu norma atau suatu criteria. Norma berarti rata-rata, yaitu harga rata-rata bagi suatu kelompok subjek. Kelompok subjek dapat berupa kelompok usia, kelompok kelas, kelompok jenis kelamin, kelompok suku, kelompok budaya, atau kelompok bangsa. Jadi akan ada norma usia, norma kelas, dan lain-lainnya. Karena hasil tes psikologis seringkali tidak memiliki satuan ukur maka perlu dinyatakan secara normatif. Sebagai contoh, hasil ukur IQ dinyatakan sebagai 110 IQ WAIS atau skor tes matematika dinyatakan dalam skor PR (Percentile rank) ke 78.
Dengan adanya norma dan criteria, hasil yang sama dari suatu pengukuran dapat saja mendatangkan interpretasi yang berbeda. Sebagai contoh, skor 35 pada tes SPM akan berlainan sekali artinya bila dihasilkan oleh subjek yang berusi 27 tahun dan bila dihasilkan oleh subjek yang berusia  12 tahun. Laju kendaraan 40 km/jam akan lain sekali maknanya apabila kendaraan tersebut adalah sepeda dan apabila kendaraanya adalah sebuah mobil. Demikianlah, dengan evaluasi kita dapat mengatakan suatu atribut sebagai baik-buruk, cepat-lambat, jauh-dekat, tinggi-rendah, dan semacamnya. Secara ringkas, karakteristik evaluasi adalah :
1.      Merupakan perbandingan antara hasil ukur dengan suatu norma atau suatu criteria
2.      Hasilnya bersifat kualitatif
3.      Hasilnya dinyatakan secara evaluative.
SKALA-SKALA PENGUKURAN
Dalam psikologi dan ilmu-ilmu perilaku yang lain, soal skala pengukuran ini telah lama menjadi bahan kajian. Pokok permasalahannya terletak pada interpretasi yang dapat diberikan kepada bilangan-bilangan sebagai hasil pengukuran psikologis. Lebih tepatnya permasalahannya berkenaan dengan legitimasi prosedur matematis tertentu terhadap hasil pengukuran psikologis. Apakah alat ukur inteligensi secara matematis setara dengan meteran, misalnya, dapatkan hasil pengukuran psikologis dianalisis dalam cara yang sama dengan hasil pengukuran fisik, dan sebagainya.
Di dalam psikologi terdapat empat macam skala pengukuran, yaitu :
a.       Skala Nominal
Skala nominal sama sekali tidak menunjukkan kuantitas, melainkan Cuma menunjuk cirri (label), atau golongan. Misalnya nomor punggung pemain sepak bola, kelompok orang berdasi dan tidak berdasi, kelompok pria dan wanita, dan sebagainya. Tidak ada operasi matematik yang dapat diterapkan pada data yang berskala nominal ini. Misalkan tidak ada maknanya menjumlahkan nomor punggung pemain sepakbola
b.      Skala Ordinal
Penerapan skala ordinal adalah bentuk pengukuran yang paling primitive. Cirri-ciri penerapan skala ordinal adalah (a) seperangkat objek atau sekelompok orang  diurutkan dari yang “paling atas” ke “paling bawah” dalam atribut tertentu, (b) tidak ada indikasi mengenai “seberapa banyak” atribut itu dimiliki oleh objek atau orang yang dipersoalkan, dan (c) tidak ada indikasi mengenai jarak atau perbedaan atribut itu pada objek atau orang-orang yang bersangkutan. Suatu contoh misalnya sekelompok anak diurutkan menurut tinggi badan mereka, dari yang paling tinggi ke yang paling rendah. Skala ini tidak memberikan informasi seberapa besar tinggi badan mereka itu berbeda satu sama lain. Jadi yang ada cuma Si > Sj > Sk > Sl > Sm > Sn dan seterusnya. Data yang berskala ordinal ini tidak dapat dianalisis dengan metode matematis, seperti dicari rata-rata dan simpangan bakunya.



c.       Skala Interval
Ciri-ciri skala interval adalah (a) pengurutan objek pada atribut tertentu diketahui, (b) ada informasi mengenai jarak antara objek yang satu ke objek lainnya pada atribut yang dipersoalkan, tetapi (c) tidak ada informasi mengenai besaran mutlak atribut untuk masing-masing objek, karena harga nolnya tidak diketahui. Suatu contoh misalnya perbedaan antara IQ = 105 dan IQ = 110 sama dengan perbedaan antara IQ = 115 dan IQ = 120, tetapi seberapa besarkah atau seberapa banyakkah IQ = 120 itu, tidak ada informasinya. Data yang berskala interval dapat diperoleh dengan metode matematis dan statistika inferensial.

d.      Skala Nisbah (Rasio)
Dalam penerapan skala rasio, (a) pengurutan objek pada atribut tertentu diketahui, (b) ada informasi mengenai jarak (interval) antara objek yang atu ke objek yang lainnya pada atribut yang dipersoalkan, dan (c) ada informasi mengenai jarak masing-masing objek itu dari titik nol rasional. Didalam psikologi skala nisbah ini hamper tidak pernah digunakan, kecuali pada eksperimen-eksperimen yang sederhana, seperti misalnya waktu reaksi.

TES PSIKOLOGI
Lee J. Cronbach dalam bukunya Essential Of Psychological Testing (1970), mendefinisikan tes sebagai “…..a systematic procedure for observing a person’s behavior and describing it with the aid of a numerical scale or a category system”. Dalam definisi ini, tes merupakan suatu prosedur yang sistematis, yaitu yang dilakukan berdasarkan tujuan dan tata cara yang jelas. Tes melakukan pengamatan terhadap perilaku seseorang dan mendeskripsikan perilaku tersebut dengan bantuan skala angka atau suatu system penggolongan.
Tes dapat pula dipandang sebagai prosedur pengumpulan sampel perilaku yang akan dikenai nilai kuantitatif (Anastasi, 1976; Brown, 1976). Dalam hal ini, objek pengukuran adalah atribut psikologis namun sampel perilaku yang tampaklah yang dapat diukur secara langsung (Crocker & Algina, 1986)

B.        RANGKUMAN  MATERI
Ilmu pengukuran (measurement) merupakan cabang dari ilmu statistika terapan yang bertujuan membangun dasar-dasar pengembangan tesyang lebih baik sehingga dapat menghasilkan tes yang berfungsi secara optimal, valid, dan reliable. Pengukuran adalah suatu prosedur pemberian angka (kuantifikasi) terhadap atribut atau variable sepanjang suatu kontinum. Karakteristik pengukuran adalah : Merupakan perbandingan antara atribut yang diukur dengan alat ukurnya, Hasilnya dinyatakan secara kuantitatif, Hasilnya bersifat deskriptif.
Karakteristik evaluasi adalah : Merupakan perbandingan antara hasil ukur dengan suatu norma atau suatu criteria, Hasilnya bersifat kualitatif, Hasilnya dinyatakan secara evaluative. Skala pengukuran psikologi terdiri dari empat macam, yaitu skala nominal, ordinal, interval dan nisbah (ratio). Sedangkan tes merupakan suatu prosedur yang sistematis, yaitu yang dilakukan berdasarkan tujuan dan tata cara yang jelas. Tes melakukan pengamatan terhadap perilaku seseorang dan mendeskripsikan perilaku tersebut dengan bantuan skala angka atau suatu system penggolongan.

C.    Latihan
1.      Jelaskan keterkaitan antara pengukuran dengan psikometri, berikan contohnya
2.      Jelaskan perbedaan antara Evaluasi dengan Tes
3.      Jelaskan perbedaan antara skala Nominal, skala Ordinal, skala Interval dan skala Nisbah (Rasio)


D.    Daftar Pustaka

Anastasi, A. 1976. Psychological Testing (4th edition), new York : Mac-millan Publishing Co. Inc

Azwar, S. 1999. Dasar-dasar Psikometri. Pustaka pelajar : Yogyakarta
Suryabrata, S. 2000. Pengembangan Alat Ukur psikologi. Andi Offset : Yogyakarta


Share:

0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.