BAB VII
METODE DAN INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
KOMPETENSI DASAR
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan mampu
:
1.
Menjelaskan teknik
pengumpulan data
2.
Menjelaskan instrumen
pengumpulan data
3.
Menjelaskan langkah-langkah
uji coba instrumen
4.
Mempraktekkan menyusun
instrumen pengumpulan data
MATERI
A. Metode
Pengumpulan Data
Menurut
Jhonson & Christensen (2000), method of collection data is
technique for physically obtaining data to be analyzed in a research study. Metode
pengumpulan data diartikan sebagai teknik untuk mendapatkan
data secara fisik untuk dianalisis dalam penelitian. Pengumpulan
data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai
tujuan penelitian. Tujuan yang diungkapkan dalam bentuk hipotesis merupakan
jawaban sementara terhadap petanyaan penelitian. Jawaban itu masih perlu diuji
secara empiris, dan untuk maksud inilah dibutuhkan pengumpulan data.
Proses
pengumpulan data itu umumnya terdiri atas 8 tahap, yaitu :
1.
Mengkaji
teori/ literatur dan konsultasi dengan ahli yang berhubungan dengan masalah
penelitian. Informasi-informasi tersebut dapat diperoleh melalui peninjau
literatur yang relevan dan konsultasi dengan para ahli. Melalui usaha-usaha ini
peneliti berusaha memahami benar-benar isu penelitian, konsep, dan
variable-variabel yang dipergunakan oleh peneliti lain dalam mempelajari hal
yang serupa di masa lalu, dan hipotesis-hopotesis yang pernah diteliti pada
waktu lalu. Perlu juga dipahami ciri-ciri orang yang menjadi responden dalam penelitian.
2.
Mempelajari
dan melakukan pendekatan terhadap kelompok masyarakat di mana data akan
dikumpulkan. Maksudnya supaya peneliti yang bersangkutan dapat diterima di
dalam kelompok masyarakat itu dan memahami berbagai kebiasaan yang berlaku di
dalamnya. Untuk itu perlu dikaitkan pendekatan terhadap tokoh-tokoh yang
bersangkutan.
3.
Membina
dan memanfaatkan hubungan yang baik dengan responden dan lingkungannya.Untuk
maksud tersebut peneliti perlu mempelajari kebiasaan-kebiasaan respondennya
termasuk cara mereka berpikir, cara mereka melakukan sesuatu, bahasa yang
dipergunakan, waktu luang mereka, dan sebagainya.
4.
Uji coba
atau pilot study. Pengumpulan data didahului dengan uji coba
instrumen penelitian pada sekelompok masyarakat yang merupakan bagian dari
populasi yang bukan sample. Maksudnya untuk mengetahui apakah instrument
tersebut cukup handal atau tidak, komunikatif, dapat dipahami, dan sebagainya.
5.
Merumuskan
dan menuyusun pertanyaan. Setelah hasil uji coba itu dipelajari, disusunlah
instrumen penelitian dalam bentuknya yang terakhir berupa pertanyaan-pertanyaan
yang relevan dengan tujuan penelitian. Pertanyaan itu harus dirumuskan
sedemikian rupa sehingga ia mengandung makna yang signifikan dan substansif.
6.
Mencatat
dan memberi kode (recording and coding). Melalui instrumen penelitian yang
telah dipersiapkan, dilakukan pencatatan terhadap data yang dibutuhkan dari
setiap responden. Informasi-informasi yang diperoleh dari pencatatan ini diberi
kode guna memudahkan proses analisis.
7.
Cross
checking, validitas, dan reliabilitas. Tahap ini terdiri atas cross
checking terhadap data yang masih diragukan kebenarannya, serta
memeriksa validitas dan reliabilitasnya.
8. Pengorganisasian
dan kode ulang data yang telah terkumpul supaya dapat dianalisis.
Terdapat
beberapa metode pengumpulan data dalam penelitian kuantitatif, yaitu :
a. Tes tertulis (paper and pancil tests),
yaitu a standard set of questions is presented to each subject in
writing (on paper or computer) that requires completion of cognitive task.
Tes tertulis diartikan sebagai seperangkat pertanyaan yang disajikan kepada
setiap subyek penelitian dalam bentuk tertulis (pada kertas atau komputer) yang
menghendaki penyelesaian tugas kognitif. Tugas kognitif yang dimaksudkan dapat
terfokus pada apa yang diketahui seseorang (achievement), kemampuan
belajar(ability or aptitude), memilih atau seleksi (interests,
attitudes, or value) atau kemampuan mengerjakan sesuatu (skills).
Saat ini terdapat banyak bentuk tes yang telah terstandar. Bentuk tes ini telah
disediakan oleh ahli pengukuran dan memiliki kesamaan prosedur dalam
administrasi dan pengskoran. Walaupun telah banyak bentuk tes yang telah
distandarkan, peneliti tidak mungkin langsung mengambil salah satu bentuk tes
tersebut begitu saja untuk dijadikan alat pengumpulan data pada penelitian yang
akan dilakukan. Hal ini disebabkan karena setiap penelitian bertujuan untuk mengukur sesuatu hal yang spesifik yang belum tentu
sesuai dengan bentuk tes yang telah tersedia.
b. Wawancara(interviews),
merupakan a data collection method in which interviewer ask interviewee
questions . Pada pengertian ini dapat diketahui bahwa kegiatan
wawancara melibatkan dua pihak yakn interviewer atau orang yang
melaksanakan kegiatan wawancara dan interviewee atau pihak yang
diwawancarai. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang
harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari
responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Kegiatan
wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan
dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun
dengan menggunakan telepon. Pengklasifikasian Jenis-jenis wawancara menurut
Patton dalam Johnson & Christensen (2000) adalah sebagai berikut :
1) Informal conversational interview, yaitu jenis wawancara dimana pertanyaan muncul dari
konteks yang paling dekat dengan si responden dan ditanyakan hal-hal yang
bersifat alamiah. Kelebihannya adalah dapat meningkatkan relevansi dan
kepentingan dari pertanyaan, wawancara dibangun dan muncul dari observasi,
wawancara dapat disesuaikan secara individu dan keadaan sekitarnya. Sedangkan
kelemahannya adalah memperoleh informasi yang berbeda dari orang yang berbeda dengan
pertanyaan yang berbeda, kurang sistematis dan komprehensif jika pertanyaan-pertanyaan
tidak timbul secara alami sehingga mempersulit proses organisasi dan
analisis data.
2) Interview
guide approach. Dalam wawancara ini topik-topik dan isu yang
diangkat merupakan hal yang spesifik dalam bentuk bagan. Pewawancara menentukan
urutan dan susunan kalimat dalam pertanyaan yang akan diajukan. Kelebihan jenis
wawancara ini adalah model bagan yang menambah komprehensif data dan membuat
koleksi data lebih sistematis bagi setiap responden.
3) Standardized open-ended
interview. Dalam wawancara ini susunan kata yang tepat
dan urutan pertanyaan ditentukan terlebih dahulu. Semua responden ditanyakan
pertanyaan dasar yang sama dalam urutan yang sama. Pertanyaan-pertanyaan
dirumuskan dalam bentuk open-ended yang lengkap. Kelebihan
jenis wawancara ini adalah mudah membandingkan respon dari narasumber karena
mereka menjawab pertanyaan yang sama, sedangkan kelemahannya adalah bersifat
kurang fleksibel.
4) Close quantitative interview. Dalam
wawancara ini pertanyaan dan kategori jawaban telah dirumuskan terlebih dahulu.
Jawaban telah tersedia dan narasumber hanya memilih salah satu jawaban
tersebut. Kelebihannya adalah memudahkan dalam analisis, jawaban dapat langsung
dibandingkan dan hemat waktu karena banyak pertanyaan dapat ditanyakan dalam
waktu yang singkat. Kelemahannya adalah narasumber harus menyesuaikan
pengalaman dan perasaan mereka dalam kategori yang disediakan oleh peneliti yang
mungkin kurang relevan dan bersifat mekanistik.
Tujuan dari wawancara
kuantitatif adalah untuk menstandarkan apa yang disajikan kepada responden. Standarisasi ini akan dicapai ketika apa yang
dikatakan oleh semua responden itu sama
atau hampir sama. Ide utamanya adalah bahwa peneliti
kuantitatif ingin mengungkap setiap responden untuk stimulus yang
sama sehingga hasilnya dapat dibandingkan. Hasil wawancara kuantitatif
kebanyakan merupakan data kuantitatif sehingga dapat dianalisis menggunakan
prosedur statistika kuantitatif. Hal ini disebabkan karena
pertanyaan-pertanyaannya bersifat open-ended yang tentu
saja sama untuk semua responden. Wawancara pada penelitian kuantitatif
kelihatannya hampir sama dengan kuesioner. Dalam kenyataannya, banyak peneliti
menyebut interview protocol /panduan wawancara sebagai kuesioner.
c. Kuesioner (questionnaires).
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya. Kuesioner diartikan sebagai kumpulan instrumen pribadi dimana
setiap responden penelitian mengisinya sebagai bagian dari studi penelitian.
Peneliti menggunakan kuesioner untuk mendapatkan data tentang pikiran,
perasaan, sikap, keyakinan, nilai, persepsi, kepribadian dan
sikap responden penelitian. Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang banyak dilakukan karena dinilai relatif lebih ekonomis,
mempunyai item yang sama untuk semua subyek serta menjamin kerahasiaan
(anonim). Beberapa prinsip dalam penulisan angket yaitu : isi
dan tujuan pertanyaan, bahasa yang digunakan, tipe dan bentuk pertanyaan,
pertanyaan tidak mendua, tidak menanyakan yang sudah lupa, pertanyaan tidak
menggiring, panjang pertanyaan, urutan pertanyaan, prinsip pengukuran dan
penampilan fisik angket.
d. Pengamatan (observations).
Diartikan sebagai watching the behaviorial patterns of people in
certain situations to obtain information about the phenomenon of interest .
Pada pengertian ini, kegiatan observasi digunakan hanya untuk mengamati pola
perilaku manusia pada situasi tertentu untuk mendapatkan informasi tentang
fenomena yang menarik. Kegiatan observasi tidak terbatas pada obyek manusia,
tetapi juga obyek-obyek alam yang lain. Teknik pengumpulan data dengan
observasi dapat digunakan untuk penelitian yang berkenaan dengan perilaku
manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati dalam
jumlah yang relatif tidak terlalu besar. Terdapat dua jenis pengamatan yakni observasi
partisipan dan observasi nonpartisipan. Pada observasi partisipan,
pengamat terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang diamati.
Sedangkan pada observasi nonpartisipan, peneliti tidak terlibat dan hanya
sebagai pengamat independen. Kelemahan jenis observasi ini adalah data yang
diperoleh kurang mendalam dan tidak sampai pada tingkat makna yaitu nilai-nilai
dibalik perilaku yang tampak, yang terucapkan dan yang tertulis. Observasi
nonpartisipan ini dibagi lagi dalam dua kategori yakni observasi terstruktur
dan observasi tidak terstruktur. Pada observasi kuantitatif berkaitan dengan
standarisasi semua prosedur observasi untuk mendapatkan data penelitian yang
reliabel. Standarisasi ini meliputi siapa yang diobservasi, kapan observasi
dilakukan, dimana observasi dilakukan dan bagaimana kegiatan observasi
berakhir. Observasi kuantitatif biasanya menghasilkan data kuantitatif seperti
jumlah atau frekuensi.
e. Pengukuran non kognitif (noncognitive
measures). Pengukuran nonkognititf lebih terfokus
pada emosi dan perasaan, termasuk dalam pengukuran nonkognitif
adalah sikap (attitudes), opini (opinions), nilai-nilai (values),
minat (interests) dan kepribadian (personality).
Walaupun para praktisi psikologi telah
mempelajari faktor nonkognitif, namun pengukuran untuk ciri ini sering lebih
sulit dibandingkan pengukuran kognitif. Menurut McMillan dan Sally Schumacher
(2001), terdapat beberapa alasan yang mempengaruhi kesulitan pengukuran pada
nonkognitif yaitu :
1)
Adanya kecenderungan responden untuk menjawab atau memberi respon sama
2)
Seringkali responden menjawab dengan tidak jujur, untuk memberi kesan
baik kepada peneliti.
3)
Reliabilitasnya lebih rendah daripada tes kognitif.
4)
Tidak memiliki jawaban yang ‘benar’ seperti pada tes kognitif.
Dalam
penerapannya, berbagai teknik ini dapat dipadukan untuk mendapatkan data yang
lebih lengkap, akurat dan konsiten.
B. Instrumen
Pengumpulan Data
1. Jenis Instrumen
Pengumpulan Data
Untuk melakukan pengumpulan data, maka peneliti perlu dibantu dengan
instrumen pengumpul data. Jenis instrumen pengumpul data ini sangat erat
kaitannya dengan metode pengumpulan data yang digunakan peneliti. Untuk lebih
jelasnya Arikunto ( 2010) memberi penjelasan dalam tabel berikut ini :
Tabel 1. Pasangan Metode dan Instrumen Pengumpulan
Data
Jenis Metode
|
Jenis Instrumen
|
Angket(questionnaire)
|
Angket, cek list, skala, inventori
|
Wawancara
|
Pedoman wawancara, cek list
|
Observasi
|
Lembar pengamatan, panduan observasi, cek list
|
Tes
|
Soal ujian, soal tes
|
Dokumentasi
|
Cek list
|
Berdasarkan tabel tersebut, tampaklah bahwa cek list dapat digunakan dalam
berbagai metode, karena nama cek list lebih menunjuk pada cara mengerjakan dan
wujud tampilan instrumen dibandingkan dengan jenis instrumennya. Beberapa
contoh instrumen penelitian tersebut akan diuraikan di bawah ini :
1.
Angket
merupakan instrumen penelitian yang bentuknya berupa pertanyaan yang diberikan
kepada responden dan cara menjawabnya secara tertulis. Menurut cara memberikan respons, angket
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu angket terbuka dan angket tertutup. Angket
terbuka adalah angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga
responden dapat memberikan isian sesuai dengan keadaannya. Angket terbuka
digunakan apabila peneliti belum dapat memperkirakan atau menduga kemungkinan
alternatif jawaban yang ada pada responden. Contoh :
“Pelatihan
apa saja yang anda ikuti untuk mempersiapkan karir anda?”
Jawab :
Jenis Pelatihan
|
Tempat pelatihan
|
Waktu
|
.................................
|
........................
|
..................
|
Angket tertutup adalah angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian
rupa sehingga responden tinggal memberikan tanda cek/centang pada kolom atau
tempat yang sesuai dengan keadaannya. Contoh :
Pernahkah anda mendapatkan
pelatihan untuk mempersiapkan karir anda?
Jawab : a. Pernah
b. Tidak pernah
2. Cek list, merupakan instrumen penelitian berupa
sejumlah pertanyaan, tetapi responden tinggal memberikan tanda cek pada
alternatif jawaban yang sesuai dengan keadaannya. Contoh :
Berikan tanda cek (v) pada kolom yang sesuai dengan kebiasaan belajar
anda di rumah!
Kegiatan Belajar
|
Ya
|
Tidak
|
1. Mengulang kembali pelajaran dari sekolah
|
|
|
2. Belajar jika ada tugas/PR
|
|
|
3. Belajar jika didampingi orangtua
|
|
|
4. Belajar jika mau ujian saja
|
|
|
3.
Skala, merupakan instrumen penelitian untuk mengungkap
aspek-aspek psikologis responden. Karakteristik skala sebagai alat ukur
psikologi, yaitu:
a.
Stimulus atau aitem dalam skala psikologi berupa
pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak
diukur melainkan mengungkap indicator perilaku dari atribut melainkan
mengungkap indicator perilaku dari atribut yang bersangkutan. Meskipun subjek
dapat dengan mudah memahami isi aitemnya namun tidak mengetahui arah jawaban
yang dikehendaki oleh aitem diajukan sehingga jawaban yang diberikan subjek
akan banyak tergantung pada interprestasinya terhadap isi aitem. Oleh karena
itu jawaban yang diberikan atau dipilih oleh subjek lebih bersifat proyeksi
diri dan perasaannya dan merupakan gambaran tipikal reaksinya.
b.
Dikarenakan atribut psikologi diungkap secara tidak
langsung lewat indikator – indikator perilaku sedangkan indikator perilaku
diterjemahkan dalam bentuk aitem – aitem, maka skala psikologi selalu berisi
banyak aitem. Jawaban subjek terhadap satu aitem baru merupakan sebagaian dari
banyak indikasi mengenai atribut yang diukur, sedangkan kesimpulan akhir
sebagai suatu diagnosis diperoleh berdasar respon terhadap semua aitem.
c.
Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagia jawaban
“benar” atau “salah”. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara
jujur dan sungguh – sungguh. Skor yang diberikan hanyalah kuantitas yang
mewakili indikasi adanya atribut yang diukur.
d.
Dalam penggunaannya
sebagai alat pengumpul data psikologi, skala digunakan untuk pengungkapan
aspek – aspek afektif seperti. Minat, Sikap, dan berbagai variable kepribadian
lain semisal Agresivitas, Self
– esteem, Locus of control, Motivasi,
Resiliensi, Kecemasan, Kepemimpinan, dll.
Meskipun dalam penggunaan sehari – hari banyak peneliti yang menyamakan
saja istilah angket dengan istilah skala namun perlu dijelaskan bahwa sebagai
sesama alat pengumpulan data kedua instrument pengukuran tersebut sebenarnya
memiliki fungsi berbeda. Perbedaan tersebut antara lain adalah:
a.
Data yang
diungkap oleh angket berupa data factual atau yang dianggap fakta dan
kebenarannya yang diketahui oleh subyek, sedangkan data yang diungkap oleh
skala psikologi adalah deskripsi mengenai aspek kepribadian individu. Data
mengenai Riwayat Pendidikan, Jumlah Anggota Keluarga, Pilihan Metode KB,
Penghasilan Rata – rata Perbulan, Jenis Film yang Disukai, Opini atau Pendapat
suatu isyu, dan semacamnya merupakan data yang dapat diungkap oleh angket. Data mengenai Tendensi
Agresivitas, Sikap terhadap sesuatu, Self estreem, Motivasi, Strategi
Menghadapi Masalah, dan semacamnya adalah contoh data yang harus diungkap oleh
skala psikologi.
b.
Pertanyaan dalam angket berupa pertanyaan
langsung terarah kepada informasi mengenai data yang hendaknya diungkap. Data tersebut berupa fakta atau opini yang
menyangkut diri responden. Asumsi dasar penggunaan angket yaitu bahwa responden
merupakan orang yang paling mengetahui tentang dirinya sendiri. “Sejak kapankah
anda berhenti merokok?” merupakan contoh pertanyaan dalam angket. Aitem pada
skala psikologi berupa penerjemahan dari indikator perilaku untuk memancing jawaban yang tidak
secara langsung menggambarkan keadaan diri subjek, yang biasanya tidak disadari
oleh responden yang bersangkutan. Pertanyaan yang diajukan memang dirancang
untuk mengumpulkan sebanyak mungkin indikasi dari aspek keperilakuan yang akan
diungkap. Pertanyaan seperti “Apakah yang akan anda lakukan bila tiba – tiba
disapa oleh seseorang yang tidak anda kenal?” menjadi contoh aitem pada skala
psikologi.
c.
Responden terhadap angket tahu persis
mengenai apa yang ditanyakan dalam angket dan informasi apa yang dicari oleh
pertanyaan yang bersangkutan. Responden terhadap skala psikologi, sekalipun
sangat memahami isi pertanyaannya, namun tidak menyadari arah jawaban yang
dikehendaki dan kesimpulan apa yang sesungguhnya diungkap oleh pertanyaan
tersebut.
d.
Respon yang diberikan subjek terhadap
angket tidak dapat diberi skor (dalam arti harga atau nilai jawaban) melainkah
diberi angka coding sebagai indikasi atau klasifikasi jawaban. Respon terhadap
skala psikologi diberi skor melalui proses penskalaan (scaling).
e.
Satu perangkat angket dirancang untuk mengungkap data
dan informasi mengenai banyak hal, sedangkan satu perangkat skala psikologi
dirancang hanya untuk mengungkap satu tujuan ukuran saja (unidimensional).
2. Uji Coba
Instrumen Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan hasil penelitian baik maka
instrumen pengumpul data harus memenuhi syarat-syarat sebagai instrumen yang
baik. Untuk itu instrumen pengumpl data harus di uji terlebih dahulu, terutama
untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitasnya. Masing-masing akan
dijelaskan dalam uraian berikut ini :
a.
Validitas instrumen penelitian
Validitas berasal dari bahasa
Inggris dari
kata
validity
yang berarti keabsahan atau kebenaran. Dalam
konteks
alat ukur
atau instrumen asesmen,
validitas
berarti
sejauh mana kecermatan atau
ketepatan
alat ukur dalam
melakukan fungsi
ukurnya.
Sebuah instrumen yang valid akan menghasilkan
data yang tepat seperti yang diinginkan. Sebagai contoh, jika kita ingin
mengetahui berat maka alat ukur
yang tepat
adalah timbangan atau neraca bukan meteran,
termometer, atau alat yang lain. Dengan kata lain, sifat valid memberikan pengertian bahwa
alat
ukur yang digunakan
mampu memberikan
nilai yang sesungguhnya dari
apa yang diinginkan.
Linn
&
Gronlund
(2000)
mengemukakan
hakikat
validitas tes dan
asesmen
sebagai
berikut :
1)
Validitas menyatakan ketepatan
interpretasi hasil
bukan pada
prosedurnya.
2) Validitas merupakan
persoalan
yang
berkaitan
dengan
derajat (tingkatan),
sebagai
konsekuensinya
kita harus menghindari pemikiran hasil
asesmen sebagai valid atau tidak valid. Oleh
karena validitas adalah persoalan derajad
maka sebuah instrumen dapat dikategorikan mempunyai derajad validitas tinggi, sedang, dan
rend ah.
3) Validitas selalu bersifat
khusus untuk penggunaan
atau interpretasi tertentu. Tidak ada asesmen
yang valid untuk semua tujuan.
Sebagai
contoh, hasil tes
aritmatika
mungkin
mempunyai tingkat
validitas yang tinggi untuk kemampuan
hitung, validitas yang rendah
untuk alasan
-alasan aritmatika,
dan
mempunyai derajat validitas sedang untuk
memprediksi kesuksesan
prestasi
matematika yang akan datang.
Adapun macam-macam
Validitas
1) Validitas
Isi
(Content
Validity
) : Validitas isi
disebut
juga
validitas kurikuler.
Oleh karena
itu, validitas
ini erat
kaitannya dengan materi
yang
akan
diukur
dalam tes.Validitas isi mencerminkan sejauh mana butir -butir dalam alat ukur mencerminkan materi yang disajikan dalam kisi-kisi (blue print).
Pengujian validitas isi tidak
melalui prosedur pengujian secara statistik,
melainkan
melalui analisis
secara rasional. Pengetahuan
terhadap
isi teori menjadi
dasar berpijak yang
penting untuk
dapat
melakukan
analisis
validitas
isi. Cara yang praktis untuk melakukan analisis
validitas
isi adalah dengan melihat
apakah butir-butir tes telah disusun sesuai dengan blue-print (kisi-kisi) yang sudah dirancang
sebelumnya.
Blue print menjadi acuan dalam
menuangkan
domain atau ranah
dan indikator yang akan diukur
dalam alat ukur.
2) Validitas
Konstruk (Construct
Validity
) : Validitas konstruk
adalah validitas yang menyangkut
bangunan
teoretik variabel yang akan
diukur.
Sebuah
alat ukur dikatakan mempunyai
validitas konstruk apabila butir-butir soal/aitem yang disusun
dalam alat ukur mengukur setiap
aspek dari
sebuah variabel
yang akan
diukur melalui alat ukur tersebut. Seperti halnya
validitas isi, untuk
mempertinggi
validitas
konstruk dapat dilakukan
dengan
cara memerinci dan memasangkan setiap
butir
soal
dengan
setiap
aspek.
Pengujian validitas konstruk
diperlukan analisis statistik
yang kompleks
seperti
prosedur
analisis faktor.
3) Validitas Berdasarkan Kriteria : Sesuai dengan
namanya, validitas ini
didasarkan pada kriteria tertentu. Dengan demikian bukti adanya validitas ditunjukkan adanya
hubungan
korelasional
skor pada alat ukur yang bersangkutan
dengan skor suatu
kriteria.
4) Validitas
ramalan (
predictive validity) : Sebagai ilustrasi
adalah adanya tes masuk Perguruan
Tinggi. Setelah melalui serangkaian tes maka hanya calon mahasiswa
yang mempunyai skor tinggi yang diterima
oleh panitia
seleksi mahasiswa
baru. Sesungguhnya keputusan panitia seleksi yang hanya
menerima
mahasiswa yang mempunyai skor tinggi saja berarti sudah
memprediksikan
bahwa calon mahasiswa dengan skor tinggi
tersebut kelak yang akan lebih berhasil dalam
studinya. Sedangkan para
calon mahasiswa yang mempunyai skor sedang
apalagi
rendah dipr ediksikan akan banyak menemui kendala dalam studinya.
Oleh
karena
itu tes yang digunakan
dalam
seleksi calon mahasiwa
baru
tersebut
akan mempunyai tingkat validitas prediktif
yang tinggi apabila
secara empirik terbukti bahwa prestasi
belajar mereka juga
baik. Dengan
demikian antara skor tes masuk dengan
prestasi belajar harus mempunyai
korelasi yang positif.
5) Validitas
bandingan
(
Concurent
Validity
): Validitas ini
sering pula
disebut sebagai validitas ada sekarang, validi tas sama
saat, validitas
pengalaman, dan
validitas
empiris.
Disebut
sebagai validitas ada sekarang
karena pengujiannya
berdasarkan
pengalaman
yang saat ini sudah ada di tangan. Disebut sebagai validitas sama
saat
karena validitas ini segera
dapat kita peroleh informasinya pada
saat yang sama dengan
waktu diperolehnya
data hasil tes yang diukur validitasnya
tersebut.
2. Reliabilitas
Reliabilitas
diterjemahkan
dari kata reliability
yang berarti hal yang dapat
dipercaya (tahan uji). Sebuah
tes dikatakan
mempunyai reliabilitas yang tinggi jika
tes terebut memberikan
data hasil yang ajeg
(tetap)
walaupun diberikan
pada waktu yang berbeda
kepada
responden
yang sama. Hasil
tes yang tetap
atau seandainya
berubah
maka perubahan i tu
tidak
signifikan maka tes tersebut dikatakan reliabel. Oleh karena itu reliabilitas sering disebut dengan keterpercayaan,
keterandalan,
keajegan, konsistensi, kestabilan, dan sebagainya.
Metode
mencari
koefisien reliabilitas adalah :
a.
Metode Tes Ulang ( Test Retest Method ) : Metode
ini
diterapkan
untuk menghindari adanya penyusunan dua
seri tes.
Teknisnya adalah
sebuah
tes yang
sama diberikan dua
kali
kepada responden yang
sama
dengan jarak
waktu
tertentu. Jika
hasil tes pertama mempunyai
kesejajaran dengan
hasil tes yang kedua maka tes
tersebut dikatakan reliable. Oleh karena
pengujian ini
dilakukan
terhadap sebuah tes yang diujicobakan dua
kali maka sering disebut pula
sebagai single-test-double-trial-method. Untuk memperoleh koefisien reliabilitas
melalui pendekatan tes ulang dapat dilakukan dengan menghitung koefisien
korelasi linear antara distribusi skor subyek pada pemberian tes pertama dengan
skor subyek pada pemberian tes kedua.
b.
Metode Tes Sejajar ( Equivalent) : Metode ini
mengharuskan adanya du a
buah seri
soal
yang mempunyai kesamaan
tujuan,
bobot
soal, tingkat
kesukaran, susunan soal, tetpai butir
-butir soalnya berbeda. Dengan kata lain, dua buah
tes yang digunakan harus sejajar
(paralel,
equivalen).
Koefisien relibiabilitas diperoleh dengan mengkorelasikan
hasil tes pertama
dengan hasil tes kedua.
Oleh
karena metode ini
menggunakan
dua buah tes
yang berbeda
dan diteskan
pada siswa yang sama
maka disebut juga doublé
test –
double
– trial – method.
c.
Metode Tes Tunggal ( Single
Test – Single Trial) : Metode
ini hanya melakukan sekali tes kepada
sekelompok subjek. Dengan demikian tidak perlu menunggu
waktu maupun harus mempunyai data
dari
tes
sejenis untuk dapat menentukan reliabilitasnya. Teknik ini juga di sebut teknik belah dua
Peneliti boleh hanya memiliki seperangkat instrument saja dan hanya diujicobakan satu kali, kemudian hasilnya dianalisis, yaitu dengan cara membelah seluruh instrument menjadi dua sama besar. Cara yang diambil untuk membelah soal bisa dengan membelah atas dasar nomor ganjil-genap, atas dasar nomor awal-akhir, dan dengan cara undian. Realibilitas ini diukur dengan menentukan hubungan antara skor dua paruh yang ekuivalen suatu tes, yang disajikan kepada seluruh kelompok pada suatu saat. Karena reliabilitas belah dua mewakili reliabilitas hanya separuh tes yang sebenarnya, rumus Spearman-Brown dapat digunakan untuk mengoreksi koefisien yang didapat.
Peneliti boleh hanya memiliki seperangkat instrument saja dan hanya diujicobakan satu kali, kemudian hasilnya dianalisis, yaitu dengan cara membelah seluruh instrument menjadi dua sama besar. Cara yang diambil untuk membelah soal bisa dengan membelah atas dasar nomor ganjil-genap, atas dasar nomor awal-akhir, dan dengan cara undian. Realibilitas ini diukur dengan menentukan hubungan antara skor dua paruh yang ekuivalen suatu tes, yang disajikan kepada seluruh kelompok pada suatu saat. Karena reliabilitas belah dua mewakili reliabilitas hanya separuh tes yang sebenarnya, rumus Spearman-Brown dapat digunakan untuk mengoreksi koefisien yang didapat.
Setelah dilakukan uji reliabilitas, kadang-kadang sebuah alat ukur terbukti
tidak reliabel, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
a.
Orang
atau unit yang diukur mungkin telah berubah sejak pengukuran pertama dan kedua.
b.
Selama
tes berlangsung orang yang sedang diukur
berubah, karena
responden memperoleh pengalaman, kelelahan responden atau kesalahan yang diperuat responden.
responden memperoleh pengalaman, kelelahan responden atau kesalahan yang diperuat responden.
c.
Aspek
situasi tempat pengukuran berlangsung mungkin berubah sejak pengukuran pertama
dan yang kedua. Hal-hal seperti waktu (pagi, siang, sore), tempat
berlangsungnya pengukuran, orang-orang yang berada dekat di sekitar yang
mungkin mempengaruhi respon mereka dan sebagainya mungkin berbeda.
d.
Pertanyaan-pertanyaan
mungkin mendua artinya, sehingga ditafsirkan secara berbeda pada saat pengisian
kuesioner yang berbeda.
e.
Penafsiran yang berbeda.
f.
Terjadi
kekeliruan dalam mencatat hasil tes atau memberi kode-kodenya.
0 komentar:
Post a Comment