Wednesday, October 9, 2019

MPK VII METODE DAN INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA



BAB VII
METODE DAN INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA

KOMPETENSI DASAR
            Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan mampu :
1.    Menjelaskan teknik pengumpulan data
2.    Menjelaskan instrumen pengumpulan data
3.    Menjelaskan langkah-langkah uji coba instrumen
4.    Mempraktekkan menyusun instrumen pengumpulan data

MATERI
A.  Metode Pengumpulan Data
Menurut Jhonson & Christensen (2000),  method of collection data is technique for physically obtaining data to be analyzed in a research study. Metode pengumpulan data  diartikan sebagai teknik untuk mendapatkan data secara fisik untuk dianalisis dalam penelitian. Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Tujuan yang diungkapkan dalam bentuk hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap petanyaan penelitian. Jawaban itu masih perlu diuji secara empiris, dan untuk maksud inilah dibutuhkan pengumpulan data.
Proses pengumpulan data itu umumnya terdiri atas 8 tahap, yaitu :
1.    Mengkaji teori/ literatur dan konsultasi dengan ahli yang berhubungan dengan masalah penelitian. Informasi-informasi tersebut dapat diperoleh melalui peninjau literatur yang relevan dan konsultasi dengan para ahli. Melalui usaha-usaha ini peneliti berusaha memahami benar-benar isu penelitian, konsep, dan variable-variabel yang dipergunakan oleh peneliti lain dalam mempelajari hal yang serupa di masa lalu, dan hipotesis-hopotesis yang pernah diteliti pada waktu lalu. Perlu juga dipahami ciri-ciri orang yang menjadi responden  dalam penelitian.
2.    Mempelajari dan melakukan pendekatan terhadap kelompok masyarakat di mana data akan dikumpulkan. Maksudnya supaya peneliti yang bersangkutan dapat diterima di dalam kelompok masyarakat itu dan memahami berbagai kebiasaan yang berlaku di dalamnya. Untuk itu perlu dikaitkan pendekatan terhadap tokoh-tokoh yang bersangkutan.
3.    Membina dan memanfaatkan hubungan yang baik dengan responden dan lingkungannya.Untuk maksud tersebut peneliti perlu mempelajari kebiasaan-kebiasaan respondennya termasuk cara mereka berpikir, cara mereka melakukan sesuatu, bahasa yang dipergunakan, waktu luang mereka, dan sebagainya.
4.    Uji coba atau pilot study. Pengumpulan data didahului dengan uji coba instrumen penelitian pada sekelompok masyarakat yang merupakan bagian dari populasi yang bukan sample. Maksudnya untuk mengetahui apakah instrument tersebut cukup handal atau tidak, komunikatif, dapat dipahami, dan sebagainya.
5.    Merumuskan dan menuyusun pertanyaan. Setelah hasil uji coba itu dipelajari, disusunlah instrumen penelitian dalam bentuknya yang terakhir berupa pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan tujuan penelitian. Pertanyaan itu harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga ia mengandung makna yang signifikan dan substansif.
6.    Mencatat dan memberi kode (recording and coding). Melalui instrumen penelitian yang telah dipersiapkan, dilakukan pencatatan terhadap data yang dibutuhkan dari setiap responden. Informasi-informasi yang diperoleh dari pencatatan ini diberi kode guna memudahkan proses analisis.
7.    Cross checking, validitas, dan reliabilitas. Tahap ini terdiri atas cross checking terhadap data yang masih diragukan kebenarannya, serta memeriksa validitas dan reliabilitasnya.
8. Pengorganisasian dan kode ulang data yang telah terkumpul supaya dapat dianalisis.
Terdapat beberapa metode pengumpulan data dalam penelitian kuantitatif, yaitu :
a.    Tes tertulis (paper and pancil tests), yaitu  a standard set of questions is presented to each subject in writing (on paper or computer) that requires completion of cognitive task. Tes tertulis diartikan sebagai seperangkat pertanyaan yang disajikan kepada setiap subyek penelitian dalam bentuk tertulis (pada kertas atau komputer) yang menghendaki penyelesaian tugas kognitif. Tugas kognitif yang dimaksudkan dapat terfokus pada apa yang diketahui seseorang (achievement), kemampuan belajar(ability or aptitude), memilih atau seleksi (interests, attitudes, or value) atau kemampuan mengerjakan sesuatu (skills). Saat ini terdapat banyak bentuk tes yang telah terstandar. Bentuk tes ini telah disediakan oleh ahli pengukuran dan memiliki kesamaan prosedur dalam administrasi dan pengskoran. Walaupun telah banyak bentuk tes yang telah distandarkan, peneliti tidak mungkin langsung mengambil salah satu bentuk tes tersebut begitu saja untuk dijadikan alat pengumpulan data pada penelitian yang akan dilakukan. Hal ini disebabkan karena setiap penelitian bertujuan untuk mengukur sesuatu hal yang spesifik yang belum tentu sesuai dengan bentuk tes yang telah tersedia.  
b.     Wawancara(interviews), merupakan a data collection method in which interviewer ask interviewee questions . Pada pengertian ini dapat diketahui bahwa kegiatan wawancara melibatkan dua pihak yakn interviewer atau orang yang melaksanakan kegiatan wawancara dan interviewee atau pihak yang diwawancarai. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Kegiatan wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan telepon. Pengklasifikasian Jenis-jenis wawancara menurut Patton dalam Johnson & Christensen (2000) adalah sebagai berikut :
1)   Informal conversational interview, yaitu  jenis wawancara dimana pertanyaan muncul dari konteks yang paling dekat dengan si responden dan ditanyakan hal-hal yang bersifat alamiah. Kelebihannya adalah dapat meningkatkan relevansi dan kepentingan dari pertanyaan, wawancara dibangun dan muncul dari observasi, wawancara dapat disesuaikan secara individu dan keadaan sekitarnya. Sedangkan kelemahannya adalah memperoleh informasi yang berbeda dari orang yang berbeda dengan pertanyaan yang berbeda, kurang sistematis dan komprehensif jika pertanyaan-pertanyaan tidak timbul secara alami sehingga mempersulit proses organisasi dan analisis  data.
2)     Interview guide approach. Dalam wawancara ini topik-topik dan isu yang diangkat merupakan hal yang spesifik dalam bentuk bagan. Pewawancara menentukan urutan dan susunan kalimat dalam pertanyaan yang akan diajukan. Kelebihan jenis wawancara ini adalah model bagan yang menambah komprehensif data dan membuat koleksi data lebih sistematis bagi setiap responden.
3)     Standardized open-ended interview. Dalam wawancara ini susunan kata yang tepat dan urutan pertanyaan ditentukan terlebih dahulu. Semua responden ditanyakan pertanyaan dasar yang sama dalam urutan yang sama. Pertanyaan-pertanyaan dirumuskan dalam bentuk open-ended yang lengkap. Kelebihan jenis wawancara ini adalah mudah membandingkan respon dari narasumber karena mereka menjawab pertanyaan yang sama, sedangkan kelemahannya adalah bersifat kurang fleksibel.
4)  Close quantitative interview. Dalam wawancara ini pertanyaan dan kategori jawaban telah dirumuskan terlebih dahulu. Jawaban telah tersedia dan narasumber hanya memilih salah satu jawaban tersebut. Kelebihannya adalah memudahkan dalam analisis, jawaban dapat langsung dibandingkan dan hemat waktu karena banyak pertanyaan dapat ditanyakan dalam waktu yang singkat. Kelemahannya adalah narasumber harus menyesuaikan pengalaman dan perasaan mereka dalam kategori yang disediakan oleh peneliti yang mungkin kurang relevan dan bersifat mekanistik.
Tujuan dari wawancara kuantitatif adalah untuk menstandarkan apa yang disajikan kepada responden.  Standarisasi ini akan dicapai ketika apa yang dikatakan oleh semua responden  itu sama atau hampir sama. Ide utamanya adalah bahwa peneliti kuantitatif  ingin mengungkap setiap responden untuk stimulus yang sama sehingga hasilnya dapat dibandingkan. Hasil wawancara kuantitatif kebanyakan merupakan data kuantitatif sehingga dapat dianalisis menggunakan prosedur statistika kuantitatif.  Hal ini disebabkan karena pertanyaan-pertanyaannya bersifat open-ended  yang tentu saja sama untuk semua responden. Wawancara pada penelitian kuantitatif kelihatannya hampir sama dengan kuesioner. Dalam kenyataannya, banyak peneliti menyebut interview protocol /panduan wawancara sebagai kuesioner.

c.   Kuesioner (questionnaires). Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner diartikan sebagai kumpulan instrumen pribadi dimana setiap responden penelitian mengisinya sebagai bagian dari studi penelitian. Peneliti menggunakan kuesioner untuk mendapatkan data tentang pikiran, perasaan, sikap, keyakinan, nilai, persepsi, kepribadian dan sikap    responden penelitian. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang banyak dilakukan karena dinilai relatif lebih ekonomis, mempunyai item yang sama untuk semua subyek serta menjamin kerahasiaan (anonim).   Beberapa prinsip dalam penulisan angket yaitu : isi dan tujuan pertanyaan, bahasa yang digunakan, tipe dan bentuk pertanyaan, pertanyaan tidak mendua, tidak menanyakan yang sudah lupa, pertanyaan tidak menggiring, panjang pertanyaan, urutan pertanyaan, prinsip pengukuran dan penampilan fisik angket.

d.  Pengamatan (observations). Diartikan sebagai watching the behaviorial patterns of people in certain situations to obtain information about the phenomenon of interest . Pada pengertian ini, kegiatan observasi digunakan hanya untuk mengamati pola perilaku manusia pada situasi tertentu untuk mendapatkan informasi tentang fenomena yang menarik. Kegiatan observasi tidak terbatas pada obyek manusia, tetapi juga obyek-obyek alam yang lain. Teknik pengumpulan data dengan observasi dapat digunakan untuk penelitian yang berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati dalam jumlah yang relatif tidak terlalu besar. Terdapat dua jenis pengamatan yakni observasi partisipan dan observasi nonpartisipan. Pada observasi partisipan, pengamat terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang diamati. Sedangkan pada observasi nonpartisipan, peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Kelemahan jenis observasi ini adalah data yang diperoleh kurang mendalam dan tidak sampai pada tingkat makna yaitu nilai-nilai dibalik perilaku yang tampak, yang terucapkan dan yang tertulis. Observasi nonpartisipan ini dibagi lagi dalam dua kategori yakni observasi terstruktur dan observasi tidak terstruktur. Pada observasi kuantitatif berkaitan dengan standarisasi semua prosedur observasi untuk mendapatkan data penelitian yang reliabel. Standarisasi ini meliputi siapa yang diobservasi, kapan observasi dilakukan, dimana observasi dilakukan dan bagaimana kegiatan observasi berakhir. Observasi kuantitatif biasanya menghasilkan data kuantitatif seperti jumlah atau frekuensi.
e.  Pengukuran non kognitif (noncognitive measures). Pengukuran nonkognititf  lebih terfokus pada emosi dan perasaan,  termasuk dalam pengukuran nonkognitif adalah sikap (attitudes), opini (opinions), nilai-nilai (values), minat (interests) dan kepribadian (personality). Walaupun para praktisi  psikologi telah mempelajari faktor nonkognitif, namun pengukuran untuk ciri ini sering lebih sulit dibandingkan pengukuran kognitif. Menurut McMillan dan Sally Schumacher (2001), terdapat beberapa alasan yang mempengaruhi kesulitan pengukuran pada nonkognitif yaitu :
1)        Adanya kecenderungan responden untuk menjawab atau memberi respon sama
2)        Seringkali responden menjawab dengan tidak jujur, untuk memberi kesan baik kepada peneliti.
3)        Reliabilitasnya lebih rendah daripada tes kognitif.
4)        Tidak memiliki jawaban yang ‘benar’ seperti pada tes kognitif.
Dalam penerapannya, berbagai teknik ini dapat dipadukan untuk mendapatkan data yang lebih lengkap, akurat dan konsiten.
                           
B.  Instrumen Pengumpulan Data
1.    Jenis Instrumen Pengumpulan Data
Untuk melakukan pengumpulan data, maka peneliti perlu dibantu dengan instrumen pengumpul data. Jenis instrumen pengumpul data ini sangat erat kaitannya dengan metode pengumpulan data yang digunakan peneliti. Untuk lebih jelasnya Arikunto ( 2010) memberi penjelasan  dalam tabel berikut ini :

 Tabel 1.  Pasangan Metode dan Instrumen Pengumpulan Data
Jenis Metode

Jenis Instrumen
Angket(questionnaire)
Angket, cek list, skala, inventori
Wawancara
Pedoman wawancara, cek list
Observasi
Lembar pengamatan, panduan observasi, cek list
Tes
Soal ujian, soal tes
Dokumentasi
Cek list

Berdasarkan tabel tersebut, tampaklah bahwa cek list dapat digunakan dalam berbagai metode, karena nama cek list lebih menunjuk pada cara mengerjakan dan wujud tampilan instrumen dibandingkan dengan jenis instrumennya. Beberapa contoh instrumen penelitian tersebut akan diuraikan di bawah ini :
1.        Angket merupakan instrumen penelitian yang bentuknya berupa pertanyaan yang diberikan kepada responden dan cara menjawabnya secara tertulis.  Menurut cara memberikan respons, angket dibedakan menjadi dua jenis, yaitu angket terbuka dan angket tertutup. Angket terbuka adalah angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden dapat memberikan isian sesuai dengan keadaannya. Angket terbuka digunakan apabila peneliti belum dapat memperkirakan atau menduga kemungkinan alternatif jawaban yang ada pada responden. Contoh :
“Pelatihan apa saja yang anda ikuti untuk mempersiapkan karir anda?”
Jawab :
Jenis Pelatihan
Tempat pelatihan
Waktu
.................................
........................
..................

Angket tertutup adalah angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden tinggal memberikan tanda cek/centang pada kolom atau tempat yang sesuai dengan keadaannya. Contoh :
     Pernahkah anda mendapatkan pelatihan untuk mempersiapkan karir anda?
Jawab : a. Pernah                      b. Tidak pernah
2.    Cek list, merupakan instrumen penelitian berupa sejumlah pertanyaan, tetapi responden tinggal memberikan tanda cek pada alternatif jawaban yang sesuai dengan keadaannya. Contoh :
Berikan tanda cek (v) pada kolom yang sesuai dengan kebiasaan belajar anda di rumah!
Kegiatan Belajar

Ya
Tidak
1.    Mengulang kembali pelajaran dari sekolah


2.    Belajar jika ada tugas/PR


3.    Belajar jika didampingi orangtua


4.    Belajar jika mau ujian saja



3.    Skala, merupakan instrumen penelitian untuk mengungkap aspek-aspek psikologis responden. Karakteristik skala sebagai alat ukur psikologi, yaitu:
a.    Stimulus atau aitem dalam skala psikologi berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indicator perilaku dari atribut melainkan mengungkap indicator perilaku dari atribut yang bersangkutan. Meskipun subjek dapat dengan mudah memahami isi aitemnya namun tidak mengetahui arah jawaban yang dikehendaki oleh aitem diajukan sehingga jawaban yang diberikan subjek akan banyak tergantung pada interprestasinya terhadap isi aitem. Oleh karena itu jawaban yang diberikan atau dipilih oleh subjek lebih bersifat proyeksi diri dan perasaannya dan merupakan gambaran tipikal reaksinya.
b.    Dikarenakan atribut psikologi diungkap secara tidak langsung lewat indikator – indikator perilaku sedangkan indikator perilaku diterjemahkan dalam bentuk aitem – aitem, maka skala psikologi selalu berisi banyak aitem. Jawaban subjek terhadap satu aitem baru merupakan sebagaian dari banyak indikasi mengenai atribut yang diukur, sedangkan kesimpulan akhir sebagai suatu diagnosis diperoleh berdasar respon terhadap semua aitem.
c.    Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagia jawaban “benar” atau “salah”. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh – sungguh. Skor yang diberikan hanyalah kuantitas yang mewakili indikasi adanya atribut yang diukur.
d.    Dalam penggunaannya sebagai alat pengumpul data  psikologi, skala digunakan untuk pengungkapan aspek – aspek afektif seperti. Minat, Sikap, dan berbagai variable kepribadian lain semisal Agresivitas, Self – esteem, Locus of control, Motivasi, Resiliensi, Kecemasan, Kepemimpinan, dll.

Meskipun dalam penggunaan sehari – hari banyak peneliti yang menyamakan saja istilah angket dengan istilah skala namun perlu dijelaskan bahwa sebagai sesama alat pengumpulan data kedua instrument pengukuran tersebut sebenarnya memiliki fungsi berbeda. Perbedaan tersebut antara lain adalah: 
a.    Data yang diungkap oleh angket berupa data factual atau yang dianggap fakta dan kebenarannya yang diketahui oleh subyek, sedangkan data yang diungkap oleh skala psikologi adalah deskripsi mengenai aspek kepribadian individu. Data mengenai Riwayat Pendidikan, Jumlah Anggota Keluarga, Pilihan Metode KB, Penghasilan Rata – rata Perbulan, Jenis Film yang Disukai, Opini atau Pendapat suatu isyu, dan semacamnya merupakan data yang dapat diungkap oleh angket. Data mengenai Tendensi Agresivitas, Sikap terhadap sesuatu, Self estreem, Motivasi, Strategi Menghadapi Masalah, dan semacamnya adalah contoh data yang harus diungkap oleh skala psikologi.
b.    Pertanyaan dalam angket berupa pertanyaan langsung terarah kepada informasi mengenai data yang hendaknya diungkap. Data tersebut berupa fakta atau opini yang menyangkut diri responden. Asumsi dasar penggunaan angket yaitu bahwa responden merupakan orang yang paling mengetahui tentang dirinya sendiri. “Sejak kapankah anda berhenti merokok?” merupakan contoh pertanyaan dalam angket. Aitem pada skala psikologi berupa penerjemahan dari indikator perilaku  untuk memancing jawaban yang tidak secara langsung menggambarkan keadaan diri subjek, yang biasanya tidak disadari oleh responden yang bersangkutan. Pertanyaan yang diajukan memang dirancang untuk mengumpulkan sebanyak mungkin indikasi dari aspek keperilakuan yang akan diungkap. Pertanyaan seperti “Apakah yang akan anda lakukan bila tiba – tiba disapa oleh seseorang yang tidak anda kenal?” menjadi contoh aitem pada skala psikologi.
c.    Responden terhadap angket tahu persis mengenai apa yang ditanyakan dalam angket dan informasi apa yang dicari oleh pertanyaan yang bersangkutan. Responden terhadap skala psikologi, sekalipun sangat memahami isi pertanyaannya, namun tidak menyadari arah jawaban yang dikehendaki dan kesimpulan apa yang sesungguhnya diungkap oleh pertanyaan tersebut.
d.    Respon yang diberikan subjek terhadap angket tidak dapat diberi skor (dalam arti harga atau nilai jawaban) melainkah diberi angka coding sebagai indikasi atau klasifikasi jawaban. Respon terhadap skala psikologi diberi skor melalui proses penskalaan (scaling).
e.    Satu perangkat angket dirancang untuk mengungkap data dan informasi mengenai banyak hal, sedangkan satu perangkat skala psikologi dirancang hanya untuk mengungkap satu tujuan ukuran saja (unidimensional).
2.    Uji Coba Instrumen Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan hasil penelitian baik maka instrumen pengumpul data harus memenuhi syarat-syarat sebagai instrumen yang baik. Untuk itu instrumen pengumpl data harus di uji terlebih dahulu, terutama untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitasnya. Masing-masing akan dijelaskan dalam uraian berikut ini :
a.    Validitas instrumen penelitian
Validitas   berasal   dari   bahasa   Inggris   dari   kata   validity   yang   berarti keabsahan  atau  kebenaran.  Dalam  konteks  alat  ukur  atau  instrumen  asesmen, validitas   berarti   sejauh   mana   kecermatan   atau   ketepatan   alat   ukur   dalam melakukan fungsi ukurnya. Sebuah instrumen yang valid akan menghasilkan data yang  tepat  seperti  yang  diinginkan.  Sebagai  contoh,  jika  kita  ingin  mengetahui berat  maka  alat  ukur  yang  tepat  adalah  timbangan  atau  neraca  bukan  meteran, termometer,   atau  alat  yang  lain.   Dengan   kata   lain,   sifat   valid  memberikan pengertian  bahwa  alat  ukur  yang  digunakan  mampu  memberikan  nilai  yang sesungguhnya dari apa yang diinginkan.
Linn & Gronlund (2000) mengemukakan hakikat validitas tes dan asesmen sebagai berikut :
1)   Validitas menyatakan ketepatan interpretasi hasil bukan pada prosedurnya.
2)   Validitas merupakan persoalan yang berkaitan dengan derajat  (tingkatan), sebagai  konsekuensinya  kita  harus  menghindari  pemikiran  hasil  asesmen sebagai  valid  atau  tidak  valid.  Oleh  karena  validitas  adalah  persoalan derajad  maka  sebuah  instrumen  dapat  dikategorikan  mempunyai  derajad validitas tinggi, sedang, dan rend ah.
3)   Validitas   selalu   bersifat   khusus   untuk   penggunaan   atau   interpretasi tertentu.  Tidak  ada  asesmen  yang  valid  untuk  semua  tujuan.  Sebagai contoh,  hasil  tes  aritmatika  mungkin  mempunyai  tingkat  validitas  yang tinggi untuk kemampuan hitung, validitas yang rendah untuk alasan -alasan aritmatika,  dan  mempunyai  derajat  validitas  sedang  untuk  memprediksi kesuksesan prestasi matematika yang akan datang.
Adapun macam-macam Validitas
1)   Validitas Isi (Content Validity ) : Validitas isi disebut juga validitas kurikuler. Oleh karena itu, validitas ini erat kaitannya dengan materi yang akan diukur dalam tes.Validitas  isi mencerminkan  sejauh  mana  butir -butir  dalam  alat ukur mencerminkan  materi  yang disajikan dalam kisi-kisi (blue print).  Pengujian  validitas  isi  tidak  melalui  prosedur  pengujian  secara  statistik, melainkan  melalui  analisis  secara   rasional.   Pengetahuan  terhadap  isi teori  menjadi dasar berpijak yang penting untuk dapat melakukan analisis validitas isi. Cara  yang  praktis  untuk  melakukan  analisis  validitas  isi  adalah  dengan  melihat apakah butir-butir tes telah disusun sesuai dengan  blue-print (kisi-kisi) yang sudah dirancang sebelumnya.  Blue print menjadi acuan dalam menuangkan domain atau ranah dan indikator yang akan diukur dalam alat ukur.
2)   Validitas Konstruk (Construct Validity ) : Validitas  konstruk  adalah  validitas  yang  menyangkut  bangunan  teoretik variabel  yang  akan  diukur.  Sebuah  alat ukur  dikatakan  mempunyai  validitas  konstruk apabila  butir-butir  soal/aitem  yang  disusun  dalam  alat ukur  mengukur  setiap  aspek  dari sebuah variabel yang akan diukur melalui alat ukur  tersebut. Seperti  halnya  validitas  isi,  untuk  mempertinggi  validitas  konstruk  dapat dilakukan  dengan  cara  memerinci  dan  memasangkan  setiap  butir  soal  dengan setiap   aspek.   Pengujian  validitas   konstruk   diperlukan   analisis   statistik   yang kompleks seperti prosedur analisis faktor.
3)    Validitas Berdasarkan Kriteria : Sesuai  dengan  namanya, validitas  ini  didasarkan  pada  kriteria  tertentu. Dengan     demikian         bukti    adanya validitas  ditunjukkan adanya hubungan korelasional skor pada alat ukur  yang bersangkutan dengan skor suatu kriteria.
4)   Validitas ramalan ( predictive validity) : Sebagai  ilustrasi  adalah  adanya   tes  masuk  Perguruan  Tinggi. Setelah  melalui  serangkaian  tes  maka  hanya  calon  mahasiswa  yang  mempunyai skor  tinggi  yang  diterima  oleh  panitia  seleksi  mahasiswa  baru.  Sesungguhnya keputusan panitia seleksi yang hanya menerima mahasiswa yang mempunyai skor tinggi  saja  berarti  sudah  memprediksikan  bahwa  calon  mahasiswa  dengan  skor tinggi  tersebut  kelak  yang  akan  lebih  berhasil  dalam  studinya.  Sedangkan  para calon mahasiswa yang mempunyai skor sedang apalagi rendah dipr ediksikan akan banyak  menemui  kendala  dalam  studinya.  Oleh  karena  itu  tes  yang  digunakan dalam  seleksi  calon  mahasiwa  baru  tersebut  akan  mempunyai  tingkat  validitas prediktif  yang  tinggi  apabila  secara  empirik  terbukti  bahwa  prestasi  belajar mereka juga baik. Dengan demikian antara skor tes masuk dengan prestasi belajar harus mempunyai korelasi yang positif.
5)   Validitas bandingan ( Concurent Validity ): Validitas  ini  sering  pula  disebut  sebagai  validitas  ada  sekarang,  validi tas sama saat, validitas pengalaman, dan validitas empiris. Disebut sebagai validitas ada  sekarang  karena  pengujiannya  berdasarkan  pengalaman  yang  saat  ini  sudah ada di tangan. Disebut sebagai validitas sama saat karena validitas ini segera dapat kita peroleh informasinya pada saat yang sama dengan waktu diperolehnya data hasil tes yang diukur validitasnya tersebut.  
2. Reliabilitas
Reliabilitas diterjemahkan dari kata  reliability yang berarti hal yang dapat dipercaya  (tahan  uji).  Sebuah  tes  dikatakan  mempunyai  reliabilitas  yang  tinggi jika tes terebut memberikan  data hasil yang ajeg (tetap) walaupun diberikan pada waktu  yang  berbeda  kepada  responden  yang  sama.   Hasil  tes  yang  tetap  atau seandainya   berubah   maka   perubahan   i tu  tidak  signifikan   maka   tes   tersebut dikatakan      reliabel. Oleh    karena  itu        reliabilitas        sering   disebut dengan keterpercayaan, keterandalan, keajegan, konsistensi, kestabilan, dan sebagainya.
Metode mencari koefisien  reliabilitas adalah :
a.    Metode Tes Ulang ( Test Retest Method ) : Metode ini diterapkan untuk menghindari adanya penyusunan dua seri tes. Teknisnya adalah sebuah tes yang sama diberikan dua kali kepada responden yang sama dengan jarak waktu tertentu.  Jika hasil tes pertama mempunyai kesejajaran dengan  hasil  tes  yang  kedua  maka  tes  tersebut  dikatakan  reliable.  Oleh  karena pengujian  ini  dilakukan  terhadap  sebuah  tes  yang  diujicobakan  dua  kali  maka sering disebut pula sebagai single-test-double-trial-method. Untuk memperoleh koefisien reliabilitas melalui pendekatan tes ulang dapat dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi linear antara distribusi skor subyek pada pemberian tes pertama dengan skor subyek pada pemberian tes kedua.
b.   Metode Tes Sejajar ( Equivalent) : Metode  ini  mengharuskan  adanya  du a  buah  seri  soal  yang  mempunyai kesamaan  tujuan,  bobot  soal,  tingkat  kesukaran,  susunan  soal,  tetpai  butir -butir soalnya  berbeda.  Dengan  kata  lain,  dua  buah  tes  yang  digunakan  harus  sejajar (paralel,  equivalen).  Koefisien  relibiabilitas  diperoleh  dengan  mengkorelasikan hasil  tes  pertama  dengan hasil  tes  kedua.  Oleh  karena  metode  ini  menggunakan dua buah tes yang berbeda dan diteskan pada siswa yang sama maka disebut juga doublé  test    double    trial    method.  
c.    Metode Tes Tunggal ( Single Test Single Trial) : Metode ini hanya melakukan sekali tes kepada sekelompok subjek. Dengan demikian tidak perlu menunggu waktu maupun harus mempunyai data dari tes sejenis untuk dapat menentukan reliabilitasnya. Teknik ini juga di sebut teknik belah dua
Peneliti boleh hanya memiliki seperangkat instrument saja dan hanya diujicobakan satu kali, kemudian hasilnya dianalisis, yaitu dengan cara membelah seluruh instrument menjadi dua sama besar. Cara yang diambil untuk membelah soal bisa dengan membelah atas dasar nomor ganjil-genap, atas dasar nomor awal-akhir, dan dengan cara undian. 
Realibilitas ini diukur dengan menentukan hubungan antara skor dua paruh yang ekuivalen suatu tes, yang disajikan kepada seluruh kelompok pada suatu saat. Karena reliabilitas belah dua mewakili reliabilitas hanya separuh tes yang sebenarnya, rumus Spearman-Brown dapat digunakan untuk mengoreksi koefisien yang didapat.
Setelah dilakukan uji reliabilitas, kadang-kadang sebuah alat ukur terbukti tidak reliabel, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
a.         Orang atau unit yang diukur mungkin telah berubah sejak pengukuran pertama dan kedua.
b.        Selama tes berlangsung orang  yang sedang diukur berubah, karena
responden  memperoleh pengalaman, kelelahan responden atau kesalahan yang diperuat responden.
c.         Aspek situasi tempat pengukuran berlangsung mungkin berubah sejak pengukuran pertama dan yang kedua. Hal-hal seperti waktu (pagi, siang, sore), tempat berlangsungnya pengukuran, orang-orang yang berada dekat di sekitar yang mungkin mempengaruhi respon mereka dan sebagainya mungkin berbeda.
d.        Pertanyaan-pertanyaan mungkin mendua artinya, sehingga ditafsirkan secara berbeda pada saat pengisian kuesioner yang berbeda.
e.         Penafsiran yang berbeda.
f.          Terjadi kekeliruan dalam mencatat hasil tes atau memberi kode-kodenya.



Share:

0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.