Thursday, October 3, 2019

PSIKOMETRI BAB II


TEORI SKOR MURNI KLASIK

A.    ASUMSI TEORITIK MENGENAI SKOR
Teori-teori pengukuran pada umumnya, dan teori mengenai reliabilitas dan validitas pada khususnya, dapat dibahas dari paling tidak tiga macam pendekatan, yaitu (a)pendekatan teori skor-murni klasikal (classical true-score theory) yang disebut juga teori skor-murni lemah (weak true-score theory), (b) pendekatan teori skor-murni kuat (strong true-score theory), dan (c) pendekatan latent-trait theory.
Teori skor-murni kuat mempunyai pandangan yang mirip dengan teori skor-murni klasikal mengenai nilai harapan skor-tampak yang merupakan skor-murni, akan tetapi dalam teori skor-murni kuat terdapat asumsi-asumsi tambahan mengenai probabilitas skor-tampak yang akan diperoleh seorang subjek yang merupakan skor-murni tertentu sehingga dengan asumsi-asumsi tersebut kelayakan teori skor-murni kuat bagi data tertentu, dapat diuji.
Latent-trait theory berasumsi bahwa aspek performansi terpenting pada suatu tes dapat ditunjukkan oleh kedudukan seorang subjek pada satu latent-trait yang berupa karakteristik psikologis atau cm psikologis hipotetik yang tidak tampak (misalnya kemampuan mekanik, sifat kepribadian introversif, dan sebagainya). Berbeda dari teori skor-murni kuat, walaupun asumsi bahwa nilai harapan skor-tampak pada teori latent-trait juga merupakan skor-murni, pada umumnya tidak terdapat hubungan linier antara skor-murni dengan latent-trait sehingga nilai harapan skor-tampak tidak sama dengan nilai latent-trait.
Teori skor-murni kuat dan teori latent-trait tidak cuma sekedar membahas konsep eror standar dalam pengukuran (standard error of measurement) saja akan tetapi membahas pula masalah eror standar yang bervariasi sesuai dengan level skor-murni atau latent-fraitnya.. Menurut kedua teori tersebut, eror standar itu tidak terpengaruh oleh distribusi skor subjek.
Dalam buku ini, teori mengenai pengukuran dan reliabilitas dibahas dari pandangan teori skor-murni Hasikal. Hal itu dilakukan karena teori skor-murni klasikallah yang telah berhasil meletakkan dasar-dasar konsepsi reliabilitas pada dekade-dekade yang telah lalu dan sangat besar jasanya dalam pengembangan formula-formula reliabilitas. Teori ini juga memiliki nilai praktis yang tinggi dalam menerangkan masalah reliabilitas dan validitas, disamping pemahamannya yang tidak memmtut pengetahuan yang dalam sekali mengenai beberapa fungsi distribusi statistik dan mengenai model-model matematiknya.
Performansi subjek pada suatu skala pengukuran atau tes psikologis dinyatakan dalam bentuk angka yang disebut skor (score). Skor tidak lain daripada harga suatu jawaban terhadap pertanyaan dalam tes. Skor ini merupakan skor perolehan (obtained scores vAaxn observed scores) yang selanjutnya kita sebut skor-tampak dan kita beri simbol huruf X.
Disamping itu, bagi setiap subjek yang mendapat skor-tampak X, ada pula skor lain yang merupakan skor sesungguhnya. Skor sesungguhnya merupakan angka performansi yang benar dan murni dan tidak pernah dapat kita ketahui besarnya oleh karena tidak dapat diungkap secara langsung oleh tes. Skor sesungguhnya (true-scores) selanjutnya kita sebut skor-murni dan dilambangkan oleh huruf T.
Kemudian, dalam setiap hasil pengukuran terdapat pula eror (error) yang besarnya bagi setiap subjek dalam setiap tes juga tidak dapat diketahui. Eror pengukuran ini Mta simbolkan dengan huruf E. Teori skor-murni menjelaskan bagaimana eror pengukuran dapat mempengaruhi skor-tampak. Mengenai hubungan antara skor-tampak, skor-murni, dan eror pengukuran, Allen & Yen (1979) menguraikan berlakunya beberapa asumsi sebagai berikut:
Asumsi 1: X = T + E
Asumsi ini mengatakan bahwa sifat aditif berlaku bagi hubungan antara skor-tampak, skor-murni, dan eror. Yakni, X adalah jumlah skor-murni T dan eror E.
Andaikan kita dapat megetahui skor IQ si Ali yang sesungguhnya adalah Tiq = 104, sedangkan pada suatu tes IQ dia memperoleh angka Xiq = 110, maka peng­ukuran yang dilakukan oleh tes tersebut terhadap Ali mengandung eror sebesar E = +6. Bila pada kesempatan lain Ali dites kembali dengan tes yang sama dan sekarang ternyata hasilnya adalah Xiq = 103, maka pada peng­ukuran yang ke dua ini terjaoi eror pengukuran sebesar E = -1. Dapat pula terjadi, pada kesempatan lain, diperoleh Xiq =104 yang berarti eror pengukuran terhadap IQ Ali adalah E = 0.
Jadi, besarnya skor-tampak X akan tergantung antara lain pada besarnya eror pengukuran E, sedangkan besarnya skor-murni individu pada setiap pengukuran yang sama, diasumsikan tetap.
Asumsi 2: ε(X) = T
Asumsi ini menyatakan bahwa skor-murni T merupakan nilai harapan X (expected value ofX), yaitu ε (X). Jadi T merupakan harga rata-rata distribusi teoretik skor X apabila orang yang sama dikenai tes yang sama beru-langkali dengan asumsi pengulangan tes itu dilakukan tidak terbatas banyaknya dan setiap pengulangan tes adalah independen satu sama lain.
Dari ilustrasi di atas, dikatakan bahwa skor-murni IQ Ali sebesar Tiq =104 merupakan rata-rata teoretik atau ε(Xiq) dari skor-tampak IQ Ali, andai ia dites berulangkali sampai tak terbatas banyaknya (dengan asumsi tidak ada pengaruh kelelahan dan hasil tes yang satu tidak saling mempengaruhi dengan hasil yang lain)
Asumsi 3: pet = 0
Menurut asumsi ini, bagi populasi subjek yang dikenai tes, distribusi eror pengukuran E dan distribusi skor-murni T tidak berkorelasi. Implikasinya adalah bahwa skor-murni yang tinggi tidak akan mempunyai eror yang selalu positif ataupun selalu negatif. Hal yang serupa juga berlaku bagi skor-murni yang rendah, mereka juga tidak akan cenderung mengandung eror yang selalu positif atau pun selalu negatif.
Asumsi 4: pe1e2 = 0
Bila Ei melambangkan eror pada pengukuran atau tes pertama dan E2 melambangkan eror pada tes yang ke dua maka asumsi ini menyatakan bahwa eror pengukur­an pada dua tes yang berbeda, yaitu Ei dan E2, tidak berkorelasi satu sama lain.
Seorang subjek yang skornya pada tes yang pertama mengandung eror besar, tidak berarti akan mempunyai eror yang besar pula pada tes yang ke dua. Asumsi ini berlaku dengan pengertian bahwa pada tes yang pertama dan pada tes yang ke dua tidak terjadi pengaruh kelelahan, pengaruh latihan, dan semacamnya. Adanya faktor-faktor luar yang secara sistematik sama mempengaruhi kedua tes akan menyebabkan adanya korelasi antara eror dari kedua tes yang bersangkutan.
Asumsi 5: pe1t2 = 0
Asumsi ke lima mengatakan bahwa eror pada suatu tes (E1) tidak berkorelasi dengan skor-murni pada tes lain (T2). Tentu saja asumsi ini tidak akan bertahan apabila tes yang ke dua itu mengukur aspek yang mempengaruhi eror pada pengukuran yang pertama.
Demikianlah beberapa diantara asumsi-asumsi terpenting mengenai skor tes, menurut teori skor-murni klasikal. Asumsi-asumsi ini merupakan landasan dalam menjelaskan konsepsi mengenai reliabilitas dan validitas menurut teori tersebut.
Dalam teori skor-murni klasikal, apa yang dimak-sudkan dengan eror dalam pengukuran adalah penyim-pangan skor-tampak dari skor harapan teoretik yang terjadi secara random atau terjadi tidak seca'ra sistematik, sedangkan penyimpangan yang terjadi secara sistematik tidaklah dianggap sebagai sumber eror.
Dalam kaitannya dengan asumsi-asumsi di atas, dirumuslcan konsep mengenai tes yang paralel. Menurut teori ini, dua tes disebut paralel apabila skor-murni setiap subjek adalah sama pada kedua tes tersebut, yaitu T = T’ dan bagi setiap populasi subjek yang dikenai tes-tes ter­sebut varians erornya adalah sama besar yaitu σe2 = σe’2. Batasan itu mengandung arti bahwa tes yang paralel akan memiliki mean dan varians skor-tampak yang setara serta keduanya memiliki korelasi dengan skor-tampak tes lain yang setara pula. Walaupun demikian, skor-tampak setiap subjek pada dua tes yang paralel tidak perlu berkorelasi sempurna.
Batasan lain yang dirumuskan oleh teori skor-murni klasikal adalah batasan mengenai tes yang bersifat essentially  τ-equivalent (pada dasarnya memiliki skor-murni yang setara). Dua tes dikatakan mempunyai sifat essentially τ-equivalent apabila perbedaan skor-murni pada kedua tes tersebut, bagi setiap subjek, besarnya selalu tetap. Jadi, bila skor-murni pada tes yang pertama besarnya adalah T1 dan skor-murni pada tes yang ke dua besarnya adalah t2 maka berlaku T1 = t2 + C, dimana C merupakan suatu bilangan konstan.
Dua tes yang bersifat essentially τ ~equivalent dapat saja memiliki varians eror yang berbeda karena keduanya belum tentu merupakan tes yang paralel, akan tetapi setiap dua tes yang paralel tentu memenuhi syarat untuk disebut sebagai tes yang bersifat essentially τ-equivalent

B.     KONSEPSI MENGENAI RELIABILITAS
Konsep reliabilitas dalam teori skor-murni klasikal dapat difahami dari beberapa interpretasi. Suatu tes dikatakan sebagai memiliki reliabilitas yang tinggi apabila, misalnya, skor tampak tes itu berkorelasi tinggi dengan skor-murninya sendiri. Reliabilitas dapat pula ditafsirkan sebagai seberapa tingginya korelasi antara skor-tampak pada dua tes yang paralel.
Interpretasi
Allen & Yen (1979) menguraikan enam cara untuk memandang koefisien reliabilitas tes. Dalam uraian mereka, koefisien reliabilitas disimbolkan oleh ρxx’ sebagai parameter reliabilitas populasi umum. Guna penyederha-naan, kita akan menggunakan simbol rxx’ sebagai lam-bang reliabilitas dalam artian statistik maupun sebagai parameter populasi. Disamping itu, lambang varians po­pulasi σ2, dalam pengertian yang sama, akan digantikan oleh lambang varians sampel s2.

Interpretasi I: rxx’ = korelasi skor-tampak antara dua tes yang paralel
Interpretasi ini mengatakan bahwa reliabilitas tes ditentukan oleh sejauhmana skor-tampak pada dua tes yang paralel berkorelasi. Bila pada dua tes yang paralel setiap subjek memperoleh skor yang sama dan pada masing-masing tes terdapat variasi skor subjek, yaitu varians skor-tampaknya tidak sama dengan 0, maka tes tersebut mempunyai reliabilitas sempurna dengan koefi­sien sebesar rxx’ = 1,00. Sebaliknya, apabila skor-tampak pada suatu tes tidak berkorelasi sama sekali dengan skor-tampak pada tes paralelnya maka kedua tes tersebut sama sekali tidak reliabel dan koefisien reliabilitasnya adalah rxx!= 0. Interpretasi ini menjadi asumsi dasar dalam pendekatan reliabilitas bentuk-paralel (parallel-form) dan pendekatan reliabilitas bentuk sejajar (alternate-forms).
Interpretasi 2: rxx2 = besarnya proporsi varians   X
yang dijelaskan oleh hubungan liniernya dengan X'.
Interpretasi ini berasal dari penafsiran koefisien determinasi sebagaimana biasanya dilakukan pada penaf­siran koefisien korelasi linier Pearson. Jadi, dalam hal ini, besarnya kuadrat koefisien reliabilitas dapat dipandang sebagai proporsi varians suatu tes yang dapat dijelaskan oleh variasi skor pada tes lain yang paralel.
Besarnya proporsi varians X yang dijelasJcan oleh varians Xf





Interpretasi seperti ini sangat penting artinya dalam menilai apakah suatu koefisien reliabilitas dapat dianggap sebagai cukup bermakna atau tidak.


Interpretasi 3 : rxx’ = st2/ sx2
Koefisien reliabilitas merupakan besarnya perbandingan antara varians  skor-murni  dan  varians  skor-tampak pada suatu tes, atau merupakan proporsi varians scor-tampak yang berisi varians skor-murni. Suatu koefisien reliabilitas sebesar 0,80 berarti bahwa 80 persen dari varians skor-tampak merupakan varians skor-murni.
Varians skorX


Varians skor-murni T
Bila semua perbedaan yang terjadi pada skor-tampak subjek merefleksikan perbedaan skor-murni, yaitu sx2 = st2 maka reliabilitas tes tersebut adalah sempurna dengan koefisien rxx’ = 1,00. Dalam hal ini perbedaan setiap skor-tampak yang diperoleh subjek satu dengan yang lainnya memang merupakan perbedaan skor-murni mereka bukan merupakan perbedaan yang disebabkan oleh faktor-faktor lain sebagai sumber eror dalam pengukuran itu.
Bila reliabilitas tidak sempurna, yaitu bila besarnya rxx' < 1,0 berarti dalam pengukuran yang dilakukan oleh tes yang bersangkutan terkandung sejumlah.eror. Besar kecilnya eror dicerminkan oleh seberapa jauh jarak rxx’ dari angka 1. Semakin kecil koefisien reliabilitas, yaitu semakin jauh dari angka 1, berarti semakin besar eror pengukuran yang terjadi.
Koefisien reliabilitas yang besarnya mendekati atau sama dengan 0 menunjukkan bahwa skor-tampak dalam tes itu merefleksikan eror pengukuran semata-mata dan perbedaan antara skor-tampak yang ada tidak menunjuk­kan perbedaan yang benar diantara skor-murni subjek melainkan menunjukkan adanya eror yang timbul secara random.

Interpretasi 4: rxx’ = rxt2

Koefisien reliabilitas merupakan kuadrat koefisien korelasi antara skor-tampak dan skor-murni. Jadi, apabila koefisien reliabilitas rxx’=0,64 maka rxt = √0,64 = 0,80. Bila besarnya koefisien rxx’ = 0,49 maka rxt = √0,49 = 0,70.
Dari kedua contoh itu tampak bahwa koefisien korelasi antara skor-tampak dengan skor-murni selalu akan lebih besar daripada koefisien reliabilitasnya, selama koefisien reliabilitas itu tidak sama dengan 0 atau 1. Adalah fakta dan kebenaran logis pula bahwa koefisien kore­lasi antara skor suatu tes dengan skor pada tes atau variabel lain tidak akan lebih tinggi daripada koefisien korelasi skor-tampak tes itu dengan skor-murninya sendiri. Kalau skor-tampak pada tes atau variabel lain itu diberi simbol Y maka fakta tersebut mendukung pernyataan bahwa rxt > rxy.
Menurut interpretasi ini, yaitu rxx’ = rxx2, korelasi maksimal antara X dan Y adalah √rxx’. Dalam simbolisasi validitas, skor X sendiri merupakan skor tes dan skor Y merupakan skor kriteria sedangkan kofisien validitas disimbolkan oleh rxy. Dengan demikian nyatalah bahwa koefisien validitas tidak akan lebih tinggi daripada akar kuadrat koefisien reliabilitasnya sehingga kita simpulkan bahwa reliabilitas membatasi validitas.
Interpretasi 5: rxx’ = 1 - rxe2
Dinyatakan dalam interpretasi ini bahwa koefisien reliabilitas adalah sama dengan satu dikurangi oleh kuad­rat koefisien korelasi antara skor-tampak dengan eror pengukuran. Semakin besar korelasi antara skor-tampak dengan eror pengukuran akan semakin kecil koefisien reliabilitasnya.
Interpretasi ini memang erat berkaitan dengan pengertian bahwa sejauhmana skor-tampak mencerminkan eror pengukuran akan terlihat pada penurunan koefisien reliabilitas. Besarnya proporsi varians skor-tampak yang berkaitan dengan varians eror ditunjukkan oleh rxe2. Semakin besar proporsi itu maka semakin eratlah kaitan antara skor-tampak yang diperoleh subjek dengan eror dan semakin rendahlah reliabilitas tes. Idealnya, antara skor-tampak dan eror sama sekali tidak boleh berkorelasi sehingga rxe = 0. Hal itu hanya terjadi apabila reliabilitas tes adalah maksimal.
Interpretasi 6. rxx' = 1 ~ se2 / sx2
Interpretasi ini mengaitkan reliabilitas dengan varians eror dan varian skor-tampak. Telah kita ketahui bahwa besarnya varians eror akan mempengaruhi tingginya realibilitas. Bila varians eror sangat kecil maka tes akan mempunyai reliabilitas yang tinggi.
Di sisi lain kita dapat melihat bahwa derajat hete-rogenitas skor subjek yang ditunjukkan oleh besarnya sx2 mempunyai pengaruh penting terhadap koefisien reliabilitas. Dengan asumsi varians eror tetap, tinggi-rendahnya koefisien reliabilitas akan tergantung pada besar-kecilnya varians skor-tampak pada kelompok subjek yang bersangkutan. Pada keiompok subjek yang homogen, yaitu yang memiliki sx2 kecil, harga se2/sx2 akan relatif lebih kecil dibandingkan dengan harganya pada keiompok subjek yang heterogen (yang terdistribusi dengan sx2 besar). Oleh sebab itu, koefisien reliabilitas suatu tes yang dihitung dari data suatu kelompok yang homogen akan relatif lebih rendah dibandingkan dengan koefisien reliabilitasnya bila dihitung berdasarkan data keiompok yang heterogen. Sebagai ilustrasi, bila kita melakukan estimasi terhadap reliabilitas suatu tes IQ berdasarkan data keiom­pok mahasiswa (kemampuan mental umum mereka dapat dianggap relatif homogen) maka koefisien reliabilitas yang diperoleh akan lebih rendah daripada kalau tes IQ tersebut dikenakan pada keiompok remaja campuran dari berbagai tingkat pendidikan dan usia dan menyertakan pula mereka yang tidak bersekolah dikarenakan varians skor IQ pada kelompok campuran ini akan lebih besar.
Demikianlah enam diantara banyak cara interpretasi reliabilitas menurut teori skor-murni klasikal. Koefi­sien reliabilitas yang kita peroleh dari perhitungai skor-tampak merupakan suatu estimasi terhadap tingginya reliabilitas tes sedangkan besarnya reliabilitas yang sesungguhnya tidak dapat diketahui. Secara teoretik, koefisien reliabilitas berkisar antara 0 sampai dengan 1, akan tetapi secara empirik koefisien reliabilitas tes yang mencapai angka 1 tidak pernah dijumpai. Koefisien reliabilitas tes yang berada diantara 0 dan 1 dapat diartikan sebagai berikut:
a.       Hasil pengukuran tes itu mengandung eror.
b.      X = T + E.
c.       sx2 = st2 + se2,   yaitu varians skor-tampak terdiri atas varians skor-murni dan varians eror.
d.      Perbedaan skor-tampak yang diperoleh  subjek mencerminkan adanya perbedaan   skor-murni dan adanya eror.
e.       rxt = √rxx' yaitu korelasi antara skor-tampak dan skor-murni sama dengan akar kuadrat reliabilitas.
f.        rxx’ = (l -rxx'), yaitu korelasi antara skor-tampak dengan eror adalah sama dengan akar kuadrat dari (1 dikurangi koefisien reli­abilitas).
g.       rxx1 = st2 / sx2
h.      Semakin   tinggi   koefisien   reliabilitas   rxx’ = berarti estimasi X terhadap T semakin dapat dipercaya dikarenakan varians erornya sema­kin kecil.

C.    METODE-METODE PENDEKATAN
Estimasi terhadap tingginya reliabilitas dapat dilakukan melalui berbagai  metode  pendekatan.  Masing-masing metode pendekatan dikembangkan sesuai dengan sifat dan fungsi alat ukur yang bersangkutan dengan mempertimbangkan pula segi-segi praktisnya. Secara tradisional, menurut prosedur yang dilakukan dan sifat koefisien yang dihasilkannya, terdapat tiga macam pende­katan reliabilitas yaitu pendekatan tes ulang (test-retest), pendekatan bentuk-paralel (parallel-forms)  dan pende­katan konsistensi internal (internal consistency).




D.    RANGKUMAN
Teori-teori pengukuran pada umumnya, dan teori mengenai reliabilitas dan validitas pada khususnya, dapat dibahas dari paling tidak tiga macam pendekatan, yaitu (a)pendekatan teori skor-murni klasikal (classical true-score theory) yang disebut juga teori skor-murni lemah (weak true-score theory), (b) pendekatan teori skor-murni kuat (strong true-score theory), dan (c) pendekatan latent-trait theory. Teori skor-murni menjelaskan bagaimana eror pengukuran dapat mempengaruhi skor-tampak. Mengenai hubungan antara skor-tantpak, skor-murni, dan eror pengukuran
Konsep reliabilitas dalam teori skor-murni klasikal dapat difahami dari beberapa interpretasi. Suatu tes dikatakan sebagai memiliki reliabilitas yang tinggi apabila, misalnya, skor tampak tes itu berkorelasi tinggi dengan skor-murninya sendiri. Reliabilitas dapat pula ditafsirkan sebagai seberapa tingginya korelasi antara skor-tampak pada dua tes yang paralel.
E.     LATIHAN
1.      Jelaskan disertai dengan contoh, hubungan antara eror pengukuran dan skor-murni menurut asumsi 1 : X = T + E
2.      Asumsi ke berapakah yang menyatakan bahwa Eror pada suatu tes tidak berkorelasi dengan skor-murni pada tes lain. Jelaskan maksud dari asumsi tersebut
3.      Jelaskan enam cara yang digunakan untuk mneginterpretasikan koefisien reliabilitas
4.      Interpretasi 3 dalam koefisien reliabilitas menyatakan bahwa rxx’ = st2 / sx2, jelaskan maksudnya
F.      DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. 2005. Dasar-dasar Psikometri. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Azwar, S. 2001. Validitas dan Reliabilitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Sumadi, S. 1998.  Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta : Andi Offset


Share:

0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.