TEORI SKOR MURNI
KLASIK
A.
ASUMSI TEORITIK
MENGENAI SKOR
Teori-teori pengukuran pada umumnya, dan teori
mengenai
reliabilitas dan validitas pada khususnya, dapat dibahas dari paling tidak tiga
macam pendekatan, yaitu (a)pendekatan teori skor-murni klasikal (classical
true-score theory) yang disebut juga teori skor-murni lemah (weak true-score
theory), (b) pendekatan teori skor-murni kuat (strong true-score theory), dan
(c) pendekatan latent-trait theory.
Teori
skor-murni kuat mempunyai pandangan yang mirip
dengan teori skor-murni klasikal mengenai nilai harapan skor-tampak yang
merupakan skor-murni, akan tetapi
dalam teori skor-murni kuat terdapat asumsi-asumsi tambahan mengenai probabilitas skor-tampak yang akan diperoleh seorang subjek yang merupakan skor-murni tertentu sehingga dengan asumsi-asumsi
tersebut kelayakan teori skor-murni kuat bagi data tertentu, dapat diuji.
Latent-trait theory berasumsi bahwa aspek performansi terpenting pada
suatu tes dapat ditunjukkan oleh kedudukan seorang subjek pada satu latent-trait
yang berupa karakteristik psikologis atau cm psikologis hipotetik yang tidak
tampak (misalnya kemampuan mekanik, sifat kepribadian introversif, dan sebagainya).
Berbeda dari teori skor-murni
kuat, walaupun asumsi bahwa nilai harapan skor-tampak pada teori latent-trait
juga merupakan skor-murni, pada umumnya tidak terdapat hubungan linier antara
skor-murni dengan latent-trait sehingga nilai harapan skor-tampak tidak
sama dengan nilai latent-trait.
Teori skor-murni kuat dan teori latent-trait
tidak cuma sekedar membahas konsep eror standar dalam pengukuran (standard
error of measurement) saja akan tetapi membahas pula masalah eror standar yang
bervariasi sesuai dengan
level skor-murni atau latent-fraitnya.. Menurut kedua teori tersebut,
eror standar itu tidak terpengaruh oleh distribusi skor subjek.
Dalam buku ini, teori mengenai pengukuran dan reliabilitas dibahas
dari pandangan teori skor-murni Hasikal. Hal itu dilakukan karena teori
skor-murni klasikallah yang telah berhasil meletakkan dasar-dasar konsepsi reliabilitas pada
dekade-dekade yang telah lalu dan sangat besar jasanya dalam pengembangan
formula-formula reliabilitas. Teori ini juga memiliki nilai praktis yang tinggi dalam menerangkan masalah
reliabilitas dan validitas, disamping
pemahamannya yang tidak memmtut pengetahuan
yang dalam sekali mengenai beberapa fungsi distribusi statistik dan mengenai model-model matematiknya.
Performansi subjek pada suatu skala pengukuran atau tes psikologis
dinyatakan dalam bentuk angka yang disebut skor (score). Skor tidak lain daripada harga suatu
jawaban terhadap pertanyaan dalam tes. Skor ini merupakan skor perolehan (obtained scores vAaxn observed scores) yang selanjutnya kita sebut skor-tampak dan kita
beri simbol huruf X.
Disamping itu, bagi setiap subjek yang mendapat
skor-tampak X, ada pula skor lain yang merupakan skor sesungguhnya. Skor
sesungguhnya merupakan angka performansi yang benar dan murni dan tidak pernah
dapat kita ketahui besarnya
oleh karena tidak dapat diungkap secara langsung oleh tes. Skor sesungguhnya (true-scores)
selanjutnya kita
sebut skor-murni dan dilambangkan oleh huruf T.
Kemudian, dalam setiap hasil pengukuran terdapat pula eror (error) yang besarnya bagi setiap
subjek dalam setiap tes juga tidak dapat diketahui. Eror pengukuran ini Mta simbolkan dengan huruf E. Teori skor-murni menjelaskan bagaimana eror pengukuran dapat mempengaruhi skor-tampak. Mengenai hubungan antara skor-tampak, skor-murni, dan eror pengukuran, Allen
& Yen (1979) menguraikan berlakunya beberapa asumsi sebagai berikut:
Asumsi 1: X = T + E
Asumsi ini mengatakan bahwa sifat aditif
berlaku bagi hubungan antara
skor-tampak, skor-murni, dan eror. Yakni, X adalah jumlah skor-murni T dan eror E.
Andaikan kita dapat megetahui skor IQ si Ali
yang sesungguhnya adalah
Tiq = 104, sedangkan pada suatu tes IQ dia memperoleh angka Xiq = 110, maka
pengukuran yang
dilakukan oleh tes tersebut terhadap Ali mengandung eror sebesar E = +6. Bila pada
kesempatan lain Ali dites
kembali dengan tes yang sama dan sekarang ternyata
hasilnya adalah Xiq = 103, maka pada pengukuran yang ke dua ini terjaoi eror pengukuran sebesar E = -1. Dapat pula terjadi, pada kesempatan lain,
diperoleh Xiq =104 yang
berarti eror pengukuran terhadap IQ Ali adalah E = 0.
Jadi, besarnya skor-tampak X akan tergantung antara lain pada
besarnya eror pengukuran E, sedangkan besarnya skor-murni individu pada setiap
pengukuran yang sama, diasumsikan tetap.
Asumsi 2: ε(X) =
T
Asumsi ini menyatakan bahwa skor-murni T merupakan nilai harapan X (expected
value ofX), yaitu ε (X). Jadi T merupakan
harga rata-rata distribusi teoretik skor X apabila orang yang sama dikenai tes yang sama beru-langkali dengan asumsi pengulangan tes itu
dilakukan tidak terbatas banyaknya
dan setiap pengulangan tes adalah
independen satu sama lain.
Dari ilustrasi di atas, dikatakan bahwa
skor-murni IQ Ali sebesar Tiq =104 merupakan rata-rata teoretik atau ε(Xiq) dari skor-tampak
IQ Ali, andai ia dites berulangkali sampai tak terbatas banyaknya (dengan
asumsi tidak ada pengaruh kelelahan dan
hasil tes yang satu tidak saling mempengaruhi dengan hasil yang lain)
Asumsi 3: pet = 0
Menurut asumsi ini, bagi populasi subjek yang dikenai tes,
distribusi eror pengukuran E dan distribusi skor-murni T tidak berkorelasi. Implikasinya
adalah bahwa skor-murni yang
tinggi tidak akan mempunyai eror
yang selalu positif ataupun selalu negatif. Hal yang serupa juga berlaku bagi skor-murni yang rendah, mereka juga tidak akan cenderung mengandung eror yang selalu
positif atau pun selalu negatif.
Asumsi 4: pe1e2 = 0
Bila Ei melambangkan eror pada pengukuran atau tes pertama dan E2 melambangkan eror pada
tes yang ke dua maka asumsi ini menyatakan
bahwa eror pengukuran pada dua tes
yang berbeda, yaitu Ei dan E2, tidak berkorelasi satu sama lain.
Seorang subjek yang skornya pada tes yang
pertama mengandung eror
besar, tidak berarti akan mempunyai eror yang besar pula pada tes yang ke dua.
Asumsi ini berlaku dengan pengertian bahwa pada tes yang pertama dan pada tes yang ke
dua tidak terjadi pengaruh kelelahan, pengaruh latihan, dan semacamnya. Adanya
faktor-faktor luar yang
secara sistematik sama mempengaruhi kedua tes akan menyebabkan adanya korelasi antara eror dari kedua tes yang bersangkutan.
Asumsi 5: pe1t2 = 0
Asumsi ke lima mengatakan bahwa eror pada suatu tes (E1) tidak berkorelasi dengan
skor-murni pada tes lain (T2). Tentu saja
asumsi ini tidak akan bertahan apabila tes yang ke dua itu mengukur aspek yang mempengaruhi eror pada pengukuran yang pertama.
Demikianlah beberapa diantara asumsi-asumsi terpenting mengenai skor tes, menurut teori skor-murni
klasikal. Asumsi-asumsi ini merupakan
landasan dalam menjelaskan konsepsi mengenai reliabilitas dan validitas menurut teori tersebut.
Dalam teori skor-murni klasikal, apa yang
dimak-sudkan dengan eror
dalam pengukuran adalah penyim-pangan skor-tampak dari skor harapan teoretik yang terjadi secara
random atau terjadi tidak seca'ra sistematik, sedangkan penyimpangan yang
terjadi secara sistematik tidaklah dianggap sebagai sumber eror.
Dalam kaitannya dengan asumsi-asumsi di atas, dirumuslcan konsep
mengenai tes yang paralel. Menurut teori ini, dua tes disebut paralel apabila
skor-murni setiap subjek adalah sama pada kedua tes tersebut, yaitu T = T’ dan bagi setiap populasi
subjek yang dikenai tes-tes tersebut varians erornya adalah sama besar yaitu
σe2 = σe’2. Batasan itu mengandung
arti bahwa tes yang paralel akan memiliki mean dan varians skor-tampak yang setara serta keduanya memiliki korelasi dengan skor-tampak tes
lain yang setara pula. Walaupun demikian, skor-tampak setiap subjek pada dua tes yang paralel tidak perlu
berkorelasi sempurna.
Batasan lain yang dirumuskan oleh teori skor-murni klasikal
adalah batasan mengenai tes yang bersifat essentially τ-equivalent (pada dasarnya memiliki skor-murni yang setara).
Dua tes dikatakan mempunyai sifat essentially τ-equivalent apabila perbedaan
skor-murni pada kedua tes tersebut, bagi setiap subjek, besarnya selalu tetap. Jadi,
bila skor-murni pada tes yang pertama besarnya adalah T1 dan skor-murni
pada tes yang ke dua besarnya adalah t2
maka berlaku T1 = t2
+ C, dimana C merupakan suatu bilangan konstan.
Dua tes yang bersifat essentially τ ~equivalent dapat saja memiliki
varians eror yang berbeda karena keduanya belum tentu merupakan tes yang paralel, akan
tetapi setiap dua tes yang paralel tentu memenuhi syarat untuk disebut sebagai tes yang bersifat essentially
τ-equivalent
B.
KONSEPSI MENGENAI
RELIABILITAS
Konsep reliabilitas dalam teori skor-murni
klasikal dapat difahami
dari beberapa interpretasi. Suatu tes dikatakan sebagai memiliki reliabilitas
yang tinggi apabila, misalnya, skor tampak
tes itu berkorelasi tinggi dengan skor-murninya
sendiri. Reliabilitas dapat pula ditafsirkan sebagai seberapa tingginya korelasi antara skor-tampak pada dua tes yang paralel.
Interpretasi
Allen & Yen (1979) menguraikan enam cara
untuk memandang koefisien
reliabilitas tes. Dalam uraian mereka, koefisien reliabilitas disimbolkan oleh ρxx’
sebagai parameter reliabilitas populasi umum. Guna penyederha-naan, kita akan
menggunakan simbol rxx’ sebagai lam-bang reliabilitas dalam artian
statistik maupun sebagai parameter populasi. Disamping itu, lambang varians populasi
σ2, dalam pengertian yang sama, akan digantikan oleh lambang
varians sampel s2.
Interpretasi I: rxx’ =
korelasi skor-tampak antara dua tes yang paralel
Interpretasi ini mengatakan bahwa reliabilitas tes ditentukan oleh
sejauhmana skor-tampak pada dua tes yang paralel berkorelasi. Bila pada dua tes
yang paralel setiap subjek memperoleh skor yang sama dan pada masing-masing tes
terdapat variasi skor subjek, yaitu varians skor-tampaknya tidak sama dengan 0,
maka tes tersebut mempunyai reliabilitas sempurna dengan koefisien sebesar rxx’
= 1,00. Sebaliknya, apabila skor-tampak pada suatu tes tidak berkorelasi sama
sekali dengan skor-tampak pada tes paralelnya maka kedua tes tersebut sama sekali tidak
reliabel dan koefisien reliabilitasnya adalah rxx!= 0. Interpretasi ini
menjadi asumsi dasar dalam pendekatan reliabilitas bentuk-paralel (parallel-form)
dan pendekatan
reliabilitas bentuk sejajar (alternate-forms).
Interpretasi 2: rxx2 = besarnya proporsi varians X
yang dijelaskan oleh hubungan liniernya dengan X'.
Interpretasi ini berasal dari penafsiran koefisien determinasi
sebagaimana biasanya dilakukan pada penafsiran koefisien korelasi linier
Pearson. Jadi, dalam hal ini, besarnya kuadrat koefisien reliabilitas dapat dipandang sebagai proporsi
varians suatu tes yang dapat dijelaskan oleh variasi skor pada tes lain yang paralel.
Besarnya proporsi varians
X yang dijelasJcan oleh varians Xf
Interpretasi seperti ini sangat penting artinya
dalam menilai apakah suatu
koefisien reliabilitas dapat dianggap sebagai cukup bermakna atau tidak.
Interpretasi
3 : rxx’ = st2/ sx2
Koefisien reliabilitas merupakan besarnya
perbandingan antara varians
skor-murni dan varians
skor-tampak pada suatu tes, atau merupakan proporsi varians scor-tampak
yang berisi varians skor-murni. Suatu koefisien reliabilitas sebesar 0,80
berarti bahwa 80 persen dari varians skor-tampak merupakan varians skor-murni.
Varians skorX
Varians skor-murni T
Bila semua perbedaan yang terjadi pada skor-tampak subjek
merefleksikan perbedaan skor-murni, yaitu sx2 = st2
maka reliabilitas tes tersebut adalah sempurna dengan koefisien rxx’ = 1,00. Dalam hal ini perbedaan setiap skor-tampak yang diperoleh subjek satu
dengan yang lainnya memang merupakan
perbedaan skor-murni mereka bukan
merupakan perbedaan yang disebabkan oleh
faktor-faktor lain sebagai sumber eror dalam pengukuran itu.
Bila reliabilitas tidak sempurna, yaitu bila besarnya rxx' < 1,0 berarti dalam pengukuran yang dilakukan
oleh tes yang bersangkutan terkandung
sejumlah.eror. Besar kecilnya eror
dicerminkan oleh seberapa jauh jarak rxx’ dari angka 1.
Semakin kecil koefisien reliabilitas, yaitu semakin
jauh dari angka 1, berarti semakin besar eror pengukuran yang terjadi.
Koefisien reliabilitas yang besarnya
mendekati atau sama dengan 0 menunjukkan bahwa skor-tampak dalam tes itu merefleksikan
eror pengukuran semata-mata dan perbedaan antara skor-tampak yang ada tidak
menunjukkan perbedaan yang benar diantara skor-murni subjek melainkan menunjukkan
adanya eror yang timbul secara random.
Interpretasi 4: rxx’ = rxt2
Koefisien reliabilitas merupakan kuadrat koefisien korelasi antara skor-tampak dan
skor-murni. Jadi, apabila koefisien
reliabilitas rxx’=0,64 maka rxt = √0,64 = 0,80. Bila besarnya koefisien rxx’ = 0,49
maka rxt = √0,49 = 0,70.
Dari kedua contoh itu tampak bahwa koefisien korelasi antara
skor-tampak dengan skor-murni selalu akan lebih besar daripada koefisien
reliabilitasnya, selama koefisien reliabilitas itu tidak sama dengan 0 atau 1.
Adalah fakta dan kebenaran logis pula bahwa koefisien korelasi antara skor
suatu tes dengan skor pada tes atau variabel lain tidak akan lebih tinggi daripada
koefisien korelasi skor-tampak tes itu dengan skor-murninya sendiri. Kalau skor-tampak pada tes atau
variabel lain itu diberi simbol Y maka fakta
tersebut mendukung pernyataan bahwa rxt
> rxy.
Menurut interpretasi ini, yaitu rxx’
= rxx2, korelasi maksimal antara X dan Y adalah √rxx’.
Dalam simbolisasi validitas, skor X sendiri merupakan skor tes dan skor Y
merupakan skor kriteria sedangkan kofisien validitas disimbolkan oleh rxy.
Dengan demikian nyatalah bahwa koefisien validitas tidak akan lebih tinggi daripada akar
kuadrat koefisien
reliabilitasnya sehingga kita simpulkan bahwa reliabilitas membatasi validitas.
Interpretasi 5: rxx’ = 1 - rxe2
Dinyatakan dalam interpretasi ini bahwa koefisien reliabilitas adalah
sama dengan satu dikurangi oleh kuadrat koefisien korelasi antara skor-tampak
dengan eror pengukuran. Semakin besar korelasi antara skor-tampak dengan eror
pengukuran akan semakin kecil koefisien reliabilitasnya.
Interpretasi ini memang erat berkaitan dengan pengertian bahwa
sejauhmana skor-tampak mencerminkan eror pengukuran akan terlihat pada penurunan koefisien
reliabilitas. Besarnya proporsi varians skor-tampak yang berkaitan dengan
varians eror ditunjukkan oleh rxe2. Semakin besar proporsi
itu maka semakin eratlah kaitan antara skor-tampak yang diperoleh subjek dengan eror dan
semakin rendahlah reliabilitas tes. Idealnya, antara skor-tampak dan eror sama
sekali tidak boleh berkorelasi sehingga rxe = 0. Hal itu hanya terjadi
apabila reliabilitas tes adalah maksimal.
Interpretasi 6. rxx' = 1 ~
se2 / sx2
Interpretasi ini mengaitkan reliabilitas
dengan varians eror dan
varian skor-tampak. Telah kita ketahui bahwa besarnya varians eror akan
mempengaruhi tingginya realibilitas. Bila varians eror sangat kecil maka tes
akan mempunyai reliabilitas yang tinggi.
Di sisi lain kita dapat melihat bahwa derajat hete-rogenitas skor subjek yang ditunjukkan
oleh besarnya sx2 mempunyai
pengaruh penting terhadap koefisien reliabilitas. Dengan asumsi varians eror tetap, tinggi-rendahnya koefisien
reliabilitas akan tergantung pada besar-kecilnya varians skor-tampak pada kelompok subjek yang bersangkutan. Pada
keiompok subjek yang homogen, yaitu yang memiliki
sx2 kecil, harga se2/sx2
akan relatif lebih kecil dibandingkan
dengan harganya pada keiompok subjek yang
heterogen (yang terdistribusi dengan sx2 besar). Oleh
sebab itu, koefisien reliabilitas suatu tes yang dihitung dari data suatu kelompok yang homogen akan relatif lebih rendah dibandingkan dengan koefisien
reliabilitasnya bila dihitung
berdasarkan data keiompok yang heterogen. Sebagai ilustrasi, bila kita
melakukan estimasi terhadap reliabilitas suatu tes IQ berdasarkan data keiompok mahasiswa (kemampuan mental umum mereka dapat dianggap relatif homogen) maka koefisien
reliabilitas yang diperoleh akan
lebih rendah daripada kalau tes IQ tersebut dikenakan pada keiompok
remaja campuran dari berbagai tingkat
pendidikan dan usia dan menyertakan pula
mereka yang tidak bersekolah dikarenakan varians skor IQ pada kelompok campuran
ini akan lebih besar.
Demikianlah enam diantara banyak cara interpretasi reliabilitas menurut teori
skor-murni klasikal. Koefisien reliabilitas
yang kita peroleh dari perhitungai skor-tampak merupakan suatu estimasi
terhadap tingginya reliabilitas tes
sedangkan besarnya reliabilitas yang sesungguhnya tidak dapat diketahui. Secara
teoretik, koefisien reliabilitas
berkisar antara 0 sampai dengan 1, akan tetapi secara empirik koefisien reliabilitas tes yang mencapai angka 1 tidak pernah dijumpai. Koefisien
reliabilitas tes yang berada diantara
0 dan 1 dapat diartikan sebagai
berikut:
a.
Hasil pengukuran tes itu
mengandung eror.
b.
X = T + E.
c.
sx2 = st2
+ se2, yaitu
varians skor-tampak terdiri atas varians skor-murni dan varians eror.
d.
Perbedaan skor-tampak yang
diperoleh subjek mencerminkan
adanya perbedaan skor-murni dan adanya
eror.
e.
rxt = √rxx'
yaitu korelasi antara skor-tampak dan skor-murni sama dengan akar kuadrat
reliabilitas.
f.
rxx’ = √
(l -rxx'), yaitu korelasi antara skor-tampak dengan eror adalah sama dengan akar kuadrat dari (1 dikurangi koefisien reliabilitas).
g.
rxx1 = st2
/ sx2
h.
Semakin tinggi
koefisien reliabilitas rxx’ = berarti estimasi X
terhadap T semakin dapat dipercaya
dikarenakan varians erornya semakin kecil.
C. METODE-METODE PENDEKATAN
Estimasi terhadap tingginya reliabilitas dapat dilakukan melalui
berbagai metode pendekatan.
Masing-masing metode pendekatan dikembangkan sesuai dengan sifat dan fungsi alat
ukur yang bersangkutan dengan mempertimbangkan pula segi-segi praktisnya. Secara tradisional, menurut
prosedur yang dilakukan dan sifat koefisien yang dihasilkannya, terdapat tiga
macam pendekatan
reliabilitas yaitu pendekatan tes ulang (test-retest), pendekatan
bentuk-paralel (parallel-forms) dan
pendekatan konsistensi internal (internal
consistency).
D. RANGKUMAN
Teori-teori pengukuran pada umumnya, dan teori mengenai
reliabilitas dan validitas pada khususnya, dapat dibahas dari paling tidak tiga
macam pendekatan, yaitu (a)pendekatan teori skor-murni klasikal (classical
true-score theory) yang disebut juga teori skor-murni lemah (weak true-score
theory), (b) pendekatan teori skor-murni kuat (strong true-score theory), dan
(c) pendekatan latent-trait theory. Teori skor-murni menjelaskan bagaimana eror pengukuran dapat mempengaruhi skor-tampak.
Mengenai hubungan antara skor-tantpak, skor-murni, dan eror pengukuran
Konsep reliabilitas dalam teori skor-murni
klasikal dapat difahami
dari beberapa interpretasi. Suatu tes dikatakan sebagai memiliki reliabilitas
yang tinggi apabila, misalnya, skor tampak
tes itu berkorelasi tinggi dengan skor-murninya
sendiri. Reliabilitas dapat pula ditafsirkan sebagai seberapa tingginya korelasi antara skor-tampak pada dua tes yang paralel.
E. LATIHAN
1. Jelaskan disertai dengan contoh, hubungan antara eror pengukuran dan
skor-murni menurut asumsi 1 : X = T + E
2. Asumsi ke berapakah yang menyatakan bahwa Eror pada suatu tes tidak
berkorelasi dengan skor-murni pada tes lain. Jelaskan maksud dari asumsi
tersebut
3. Jelaskan enam cara yang digunakan untuk mneginterpretasikan koefisien
reliabilitas
4. Interpretasi 3 dalam koefisien reliabilitas menyatakan bahwa rxx’ =
st2 / sx2, jelaskan maksudnya
F. DAFTAR
PUSTAKA
Azwar, S.
2005. Dasar-dasar Psikometri. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Azwar,
S. 2001. Validitas dan Reliabilitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Sumadi,
S. 1998. Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta : Andi Offset
0 komentar:
Post a Comment