Tuesday, October 15, 2019

Kesehatan Mental ditinjau dari Perspektif Tokoh Humanistik; Abraham Maslow


Kesehatan Mental
ditinjau dari
Perspektif Tokoh Humanistik; Abraham Maslow

Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala-gejala gangguan dan penyakit jiwa, artinya seseorang mampu menyesuaikan diri, memanfaatkan segala potensi dan bakat yang dimiliki semaksimal mungkin untuk membawa pada kebahagiaan serta tercapainya keharmonisan dalam hidupnya (Malik, 2011).
Menurut WHO orang dapat dikatakan sehat secara mental apabila ia dapat menyesuaikan diri secara kostuktif pada kenyataan meskipun kenyataan itu buruk baginya, memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya, merasa lebih puas memberi daripada menerima, secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas, berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling memuaskan, menerima kekecewaan untuk dipakainya sebagai pelajaran di kemudian hari, menjuruskan rasa permusuhan kepada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif, mempunyai rasa kasih sayang yang besar.
Secara tidak langsung Maslow menjelaskan bahwa individu yang mampu mengaktualisasikan dirinya akan memiliki karakteristik yang sama dengan kriteria yang disebutkan oleh WHO sebagai orang yang sehat secara mental, diantaranya adalah memiliki rasa bahwa ia bersaudara dengan semua manusia (Jarvis, 2009). Rasa persaudaraan itu akan memunculkan rasa kasih sayang, tolong menolong dan menjalin hubungan yang baik dengan semua orang dalam kehidupan. Artinya individu yang mampu mengaktualisasikan dirinya adalah orang yang mampu melihat potensi dirinya sendiri dan berkembang di tengah masyarakat dengan percaya diri sebagai tanda pemenuhan kebutuhan akan perghargaan (esteem needs).
Kontribusi utama Maslow adalah studi intensifnya tentang individu yang sehat, self-fulfilling dan aktualisasi diri. Aktualisasi diri individu memiliki karakteristik sebagai berikut : mereka menerima diri mereka sendiri dan orang lain sebagaimana adanya; dapat menaruh perhatian kepada diri sendiri tetapi juga mampu memahami kebutuhan dan keinginan orang lain; mereka dapat merespon keunikan orang dan situasi (responsif bukan reaktif); mereka dapat menjalin hubungan akrab setidaknya dengan beberapa orang; mereka dapat menjadi kreatif, spontan dan mereka dapat menolak kompromi, artinya bersifat tegas ketika merespon tuntutan realitas (Pervin, 2012). Kualitas pribadi tersebut dimiliki oleh individu sebagai potensi yang dikembangkan, tetapi, hanya individu-individu yang menyadari dan terus meningkatkan kualitas tersebut yang akhirnya bisa sehat secara mental karena bisa mengotimalkan diri dan bisa menyesuaikan diri di lingkungan sosialnya.
Namun, untuk menuju mental yang sehat seringkali manusia dihadapkan dengan berbagai macam tantangan kebutuhan yang harus dipenuhi untuk mencapai tingkat aktualisasi tersebut.

A.    Hierarki Kebutuhan
Maslow (1954) mengembangkan teori motivasi manusia yang tujuannya menjelaskan segala jenis keubutuhan manusia dan mengurutkannya menurut tingkat prioritas manusia dalam pemenuhannya.
Kebutuhan yang paling dasar adalah kebutuhan fisiologis dan psikologis, seperti makanan dan kehangatan. Jika kebutuhan tersebut telah terpenuhi, kita akan mencari rasa aman. Saat kita sudah merasa aman, maka kebutuhan berikut yang kita cemaskan adalah kebutuhan sosial yaitu menjadi bagian dari kelompok dan menjalin hubungan dengan orang lain. Ketika kebutuhan sosial sudah terpenuhi, maka kebutuhan berikutnya yang terpenting adalah kebutuhan untuk dihargai (esteem needs). Agar kebutuhan itu terpenyi kita harus berprestasi, menjadi kompeten dan mendapat pengakuan sebagai orang yang berprestasi dan kompeten. Begitu kebutuhan ini terpenuhi, perhatian kita akan beralih pada pemenuhan kebutuhan intelektuan (intellectual needs) kita, termasuk di dalamnya adalah memperoleh pemahaman dan pengetahuan. Kebutuhan berikut di atas kebutuhan intelktual adalah kebutuhan estetis (aestethic needs), yaitu kebutuhan akan keindahan, kerapian dan keseimbangan. Kebutuhan terakhir manusia menurut Maslow adalah kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri (self-actualization), yaitu menemukan pemenuhan pribadi dan mencapai potensi diri (Jarvis, 2009).
Seringkali, walaupun kebutuhan tersebut telah terpenuhi namun masih ada ketidakpuasan. Ketidakpuasan itulah yang merupakan gejala tidak sehat mental, sehingga tidak akan pernah mencapai pada tingkatan aktualisasi diri karena ketidakpuasan disini akan menyebabkan keputusasaan. Sangat relatif pada setiap individu mengenai titik dimana mereka merasa puas. Orang dengan mental sehat adalah orang yang merasa puas terhadap pemenuhan-pemenuhan dan ditandai dengan keinginan untuk tumbuh dan berkembang, berorientasi pada masa depan dan tetap realistis dan mampu melakukan inovasi bagi diri serta lingkungannya sebagai wujud keseimbangan/keharmonisan fungsi jiwanya.

B.    Aktualisasi Diri
Aktualisasi diri sebagai manifestasi mental yang sehat adalah bagaimana individu mampu mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki. Aktualisasi membutuhkan kepercayaan diri dan konsep diri/citra diri yang positif, cara pikir dan perbuatan yang pofitif pula. Bagaimana seseorang dapat mengaktualisasikan dirinya jika tidak memiliki kepercayaan diri dan konsep diri yang positif?
Menurut Jarvis (2009) Maslow mengidentifikasikan 15 ciri orang yang telah mengaktualisasikan diri sebagai berikut :
1.     Memiliki persepsi yang akurat tentang realitas.
2.     Menikmati pengalaman baru.
3.     Memiliki keharmonisan fungsi-fungsi jiwa, seakan orang itu merasa dunia selaras dengannya.
4.     Memiliki standar moral yang jelas.
5.     Memiliki selera humor.
6.     Merasa bersaudara dengan semua manusia.
7.     Memiliki hubungan pertemanan yang erat.
8.     Bersikap demokratis dalam menerima orang lain.
9.     Membutuhkan privasi.
10.  Bebas dari budaya dan lingkungan.
11.  Kreatif.
12.  Spontan.
13.  Lebih berpusat pada permasalahan, bukan pada diri sendiri.
14.  Mengakui sifat dasar manusia.
15.  Tidak selalu ingin menyamakan diri dengan orang lain (menjadi diri sendiri karena menyadari potensi dirinya).

Maslow tidak menyamakan aktualisasi diri dengan kesempurnaan. Orang yang bisa mengaktualisasikan diri pada dasarnya hanya memenuhi potensi dirinya sendiri dan menyadari ketidaksempurnaan itu. Aktualisasi diri sebagai ciri individu sehat secara mental tidak mengejar kesempurnaan itu, tetapi untuk mengembangkan potensi dirinya, mengoptimalkan apa yang dimiliki sehingga mampu menjadi individu yang fungsi jiwanya harmonis dengan pemenuhan-pemenuhan kebutuhan diatas. Aktualisasi diri merupakan bagaimanan individu itu mampu menyesuaikan diri, mengotimalkan potensi, mampu mengharmoniskan fungsi-fungsi jiwanya serta mampu mengaktualisasikan diri untuk mencapai kebahagiaan.
Lepas dari bagimana Maslow menjelaskan padangannya mengenai aktualisasi diri, paradigma Humanistik merupakan satu-satunya pendekatan psikologi yang cocok dengan gagasan spiritualitas. Spiritualitas menjadi hal yang sangat penting kaitannya dengan kesehatan mental, kareana menurut Dadang Hawari keseimbangan dimensi yang sehat adalah ketika dimensi Bio-psiko-sosial-spiritual berjalan selaras untuk mewujudkan individu yang sehat baik secara biologis, psikologis, sosial dan spiritual sebagi wujud kesesuaian seluruh aspek kehidupan.



Daftar Pustaka :

Jarvis, Matt. 2009. Teori-Teori Psikologi: Pendekatan Modern untuk Memahami Perilaku, Perasaan & Pikiran Manusia. Bandung : Nusa Media
Malik, Imam. 2011. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Teras
Pervin, Lawrence. A., Cervone, Daniel., John, Oliver P. 2012. Psikologi Kepribadian : Teori dan Penelitian.


Share:

0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.