Sunday, October 13, 2019

Hati Nurani sebagai fenomena Moral


Hati Nurani sebagai fenomena Moral
Tiga Contoh:
      1. Hakim yang korupsi (merasa marah atas tindakannya)‏
      2. Seorang Fisikawan yang membuat bom nuklir
      3. Cerita Arjuna (konflik bathin)    
  1. Kesadaran dan Hati Nurani
Hati Nurani adalah penghayatan tentang baik atau buruk yang berhubungan dengan tingkah laku konkret kita
      • Memerintahkan atau melarang untuk melakukan sesuatu kini dan di sini
      • Tidak mengikuti hati nurani berarti menghancurkan integritas pribadi kita dan mengkhianati martabat terdalam kita
      • Berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia mempunyai kesadaran
      • Perlu dibedakan antara pengenalan dan kesadaran
Pengenalan dan Kesadaran
  • Kita mengenal bila kita melihat, mendengar atau merasa sesuatu. Bukan monopoli manusia, karena binatang juga punya
  • Kita mempunyai kesadaran yaitu kesanggupan manusia untuk mengenal dirinya sendiri dan karena itu ber-refleksi tentang dirinya.
  • Seekor binatang tidak berpikir dan berefleksi tentang dirinya sendiri (anak kecil tanya apakah gajah tahu kalau dirinya gajah)‏
  • Conscientia (bahasa Latin scire = mengetahui dan awalan con = bersama dengan, turut, ikut)‏
Penggandaan
Dalam diri manusia bisa berlangsung semacam “ penggandaan”
    • Ia bisa kembali kepada dirinya
    • Ia bisa mengambil dirinya sendiri sebagai obyek pengenalannya
    • Dalam proses pengenalan bukan saja manusia berperan sebagai subyek tetapi juga obyek.
    • Dalam hati nurani berlangsung juga penggandaan yang sejenis:
    • Bukan saja manusia melakukan perbuatan yang bersifat moral (baik atau buruk), tapi ada juga yang “turut mengetahui” tentang perbuatan moral kita.
    • Dalam diri kita, seolah-olah ada yang menilai dari segi moral perbuatan yang kita lakukan
    • Semacam “saksi” tentang perbuatan moral kita
    • Kenyataan ini diungkapkan dengan baik melalui conscientia
Hati Nurani Retrospektif
Hati nurani retrospektif memberikan penilaian tentang perbuatan yang telah berlangsung di masa lampau/yang sudah lewat
    • Menuduh atau mencela, bila perbuatannya jelek
    • Memuji atau memberi rasa puas, bila perbuatannya dianggap baik
    • Batin kita, tentang perbuatan yang telah berlangsung:
    • Hati nurani menghukum atau menuduh kita, dan kita akan merasa gelisah – a bad conscience
    • Bertingkah laku dengan baik mempunyai – a good conscience atau a clear conscience
    • A bad conscience merupakan fenomena yang paling mendasar. Itulah hati nurani yang paling mendasar
    • Tampak dengan jelas dampak dan tuntutan moralitas atas seseorang
    • Hati nurani yang tenang dihasilkan karena dibebaskan dari segala tuduhan
Hati Nurani Prospektif
Hati nurani prospektif melihat ke masa depan dan menilai perbuatan kita yang akan datang
    • Mengajak kita untuk melakukan sesuatu, atau mengatakan “jangan” dan melarang untuk melakukan sesuatu.
    • Terkandung semacam ramalan
    • Hati nurani pasti menghukum andaikata kita melakukan perbuatan itu
    • Menunjuk kepada hati nurani restrospektif yang akan datang, jika perbuatan menjadi kenyataan
  • Perbedaan antara hati nurani retrospektif dan hati nurani prospektif se akan menyangkut masa depan dan masa lampau.
  • Padahal, hati nurani dalam arti yang sebenarnya juga menyangkut perbuatan yang sedang dilakukan kini dan di sini
  • Hati nurani pada dasarnya adalah conscience, “turut mengetahui” pada ketika perbuatan itu berlangsung
Hati Nurani bersifat Personal dan Adipersonal
  • Bersifat personal artinya selalu berkaitan erat dengan pribadi bersangkutan
  • Hati nurani selalu diwarnai kepribadian kita. Berkembang bersama dengan perkembangan seluruh kepribadian kita
  • Hati nurani hanya berbicara atas nama saya sendiri
  • Hanya memperhatikan norma-norma dan cita-cita yang juga diikuti oleh hati nurani kita
  • Integritas pribadi kita, tidak akan merasa diperkosa, bila orang lain melakukan, apa yang menurut kita tidak boleh
  • Hati nurani juga menunjukkan suatu aspek adipersonal. Selain bersifat pribadi, hati nurani seolah-olah melebihi pribadi kita.
  • Nur = cahaya. Hati yang diterangi. Seolah-olah ada cahaya dari luar yang menerangi hati dan budi kita
  • Kata lain: suara hati, kata hati, suara batin.
  • Seakan-akan membuka diri terhadap aspek transenden artinya melebihi pribadi kita
  • Kerapkali dikatakan sebagai suara Tuhan atau Tuhan berbicara melalui hati nurani, sehingga memiliki suatu dimensi religius. Tapi juga bisa berbahaya, yaitu mendengar suara Tuhan
  • Penyalahgunaan hati nurani. Hati nurani tidak melepaskan kita dari kuajiban untuk bersifat kritis dan mempertanggung jawabkan perbuatan kita secara  obyektif
Hati Nurani sebagai Norma Moral yang Subyektif
  • Dalam sejarah Filsafat sering dipersoalkan apakah arti nurani termasuk perasaan, kehendak, atau rasio.
  • Manusia tidak bisa dipisahkan ke dalam pelbagai fungsi atau daya
  • Dalam hati nurani ada peranan perasaan atau kehendak maupun rasio.
  • Hati nurani secara khusus harus dikaitkan dengan rasio, karena hati nurani memberi suatu penilaian, artinya suatu putusan (judgement)‏
  • Berarti: ini baik dan harus dilakukan atau itu buruk dan tidak boleh dilakukan. Hal tersebut memberi putusan jelas yang merupakan suatu fungsi dari rasio. 
RASIO
Rasio Teoritis
    • Rasio teoritis memberi jawaban atas pertanyaan:
        • apa yang dapat saya ketahui?
        • Bagaimana pengetahuan saya dapat diperluas?
    • Rasio dalam arti ini merupakan sumber pengetahuan, termasuk juga ilmu pengetahuan
    • Bersifat abstrak
Rasio Praktis
    • Rasio Praktis terarah pada tingkah laku manusia
  • Rasio praktis memberi jawaban atas pertanyaan:
        • Apa yang harus saya lakukan?
  • Rasio praktis memberi penyuluhan bagi perbuatan-perbuatan kita
  • Bersifat konkret
  • Hati nurani juga bersifat konkret, yaitu apa yang harus dilakukan kini dan di sini
  • Putusan hati nurani berarti “mengkonkretkan” pengetahuan etis kita yang umum
  • Pengetahuan etis kita (prinsip moral yang kita pegang dan nilai yang kita akui) hampir tidak pernah siap pakai dalam keadaan konkret.
  • Hati nurani seolah-olah merupakan jembatan yang menghubungkan pengetahuan etis kita yang umum dengan perilaku konkret.
  • Biarpun putusan hati nurani bersifat rasional, tidak berarti bahwa ia mengemukakan suatu penalaran logis (reasoning)‏
  • Ucapan hati nurani pada umumnya bersifat intuitif, artinya langsung menyatakan: ini baik dan terpuji atau itu buruk dan tercela
  • Pemikiran intuitif berlangsung “bagaikan tembakan”, langsung, satu kali tembak, tidak menurut tahap-tahap perkembangan seperti dalam sebuah argumentasi
  • Kadang-kadang putusan hati nurani bisa memiliki sifat-sifat yang mengingatkan kita pada suatu argumentasi, terutama hati nurani prospektif
  • Mengikuti hati nurani merupakan hak dasar bagi setiap manusia (Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia, 1948) atau “hak atas kebebasan hati nurani” (pasal 18)‏
  • Negara harus menghormati putusan hati nurani para warganya, bahkan kalau kuajiban itu menimbulkan konflik dengan kepentingan lain. Contoh: wajib militer
  • Hati nurani mempunyai kedudukan kuat dalam hidup moral kita
  • Hati nurani merupakan moral terakhir untuk perbuatan kita
  • Putusan hati nurani adalah norma moral yang subyektif bagi tingkah laku kita
  • Belum tentu perbuatan yang dilakukan atas desakan hati nurani adalah baik juga secara obyektif. Hati nurani bisa keliru.
  • Hati nurani memang membimbing kita dan menjadi patokan perilaku kita, tetapi yang sebenarnya diungkapkan oleh hati nurani bukan baik buruknya perbuatan itu sendiri, melainkan bersalah tidaknya si pelaku
  • Bila suatu perbuatan secara obyektif baik, tetapi suara hati menyatakan bahwa perbuatan itu buruk, maka dengan melakukan perbuatan itu orang bersangkutan secara moral bersalah.
Dapat disimpulkan:
  • Tidak pernah kita, boleh bertindak bertentangan dengan hati nurani
  • Hati nurani harus selalu diikuti, juga kalau - secara obyektif - ia sesat
  • Akan tetapi manusia wajib mengembangkan hati nurani dan seluruh kepribadian etisnya sampai menjadi matang dan seimbang.
  • Pada orang yang sungguh-sungguh dewasa dalam bidang etis, putusan subyektif dari hati nurani akan sesuai dengan kualitas obyektif dari perbuatannya
  • Pada orang itu, yang baik secara subyektif akan sama dengan yang baik secara obyektif
  • Pertanyaannya: Bagaimana keadaan ideal bisa dicapai?

PEMBINAAN HATI NURANI
Filsuf mencurigai ajaran tradisional mengenai hati nurani, karena hati nurani bersifat subyektif
    • Mereka dipengaruhi oleh cara berpikir ilmu pengetahuan empiris: obyektivitas sempurna, keadaan yang sedapat mungkin dilepaskan dari setiap unsur subyektif.
    • Subyektivitas sama artinya dengan “kurang serius”, “tidak bisa diandalkan”, “sewenang-wenang”
    • Pengalaman bahwa hati nurani sering tersesat
    • Hati nurani bisa menjadi kedok untuk melakukan kejahatan. Kita tidak bisa melihat hati nurani orang lain. Hanya hati nurani kita sendiri yang bisa kita lihat, yang – sekali lagi – belum tentu benar
    • Hati nurani juga mudah disalahgunakan
    • Hati nurani tidak pernah mengganti usaha kita untuk mempelajari dengan teliti serta mendalam prinsip-prinsip dan norma-norma moral yang harus mengarahkan tingkah laku kita.
  • Etika sebagai ilmu tidak menjadi mubazir dengan adanya hati nurani
  • Etika harus berusaha keras untuk mencari kepastian ilmiah dan obyektif tentang masalah moral yang dihadapi
  • Etika sebagai ilmu selalu bergerak pada tahap umum.
  • Hati nurani justru bertugas untuk menerjemahkan prinsip-prinsip dan norma-norma moral yang umum ke dalam situasi konkret. Karena itu peranan hati nurani selalu diperlukan
  • Ada hati nurani yang halus dan jitu, ada yang longgar dan kurang tepat dan ada yang tumpul. Dalam psikiatri disebut moral insanity: kelainan jiwa yang membuat orang seolah-olah “buta” di bidang etis, sehingga tidak bisa membedakan antara baik dan buruk. Orang itu tidak normal, karena tidak punya hati nurani
  • Hati nurani harus dididik: kepekaan batin terhadap yang baik (pendidikan keluarga)‏

Hati Nurani dan “Superego”
Pandangan Freud tentang Struktur Kepribadian:
      • Id
      • Ego
      • Superego
Id

Hidup psikis kita ibarat gunung es yang terapung-apung di laut, terlihat hanya puncaknya
Hidup psikis manusia bahkan untuk sebagian besar manusia hidup psikis tidak tampak atau – lebih tepat – tidak sadar, namun tetap merupakan kenyataan yang harus diperhitungkan
   Oleh karena itu:
    • Apa yang dilakukan manusia – khususnya yang diinginkan, dicita-citakan, dikehendaki untuk sebagian besar tidak disadari manusia itu sendiri
  • Freud mengintroduksikan ke dalam psikologi paham “ketidaksadaran dinamis” artinya:
  •                
  • Ketidaksadaran untuk mengerjakan sesuatu dan tidak tinggal diam.
  • Freud memakai istilah “Id” untuk menunjukkan ketidaksadaran itu.
  •                                                 ”Id” bahasa aslinya es.
  • Descartes, kegiatan psikis yang tak sadar merupakan suatu kontradiksi, karena hidup psikis sama saja dengan kesadaran
  • Id adalah lapisan yang paling fundamental dalam susunan psikis seorang manusia
  • Id meliputi segala sesuatu yang bersifat impersonal atau anonim, tidak disengaja atau tidak disadari, dalam daya-daya mendasar yang menguasai kehidupan psikis manusia
  • Tentang Id berlaku: bukan aku (subyek) yang melakukan, melainkan ada yang melakukan dalam diri aku
Menurut Freud adanya Id terbukti dengan tiga cara:
        • Faktor psikis yang paling jelas membuktikan adanya Id adalah mimpi. Contoh: mimpi, merupakan penonton pasif)‏
        • Perbuatan-perbuatan yang pada pandangan pertama rupanya remeh saja dan tidak punya arti seperti “perbuatan keliru”, salah ucap, “keseleo lidah”, lupa dsb. Ini merupakan perbuatan, yang seperti itu tidak kebetulan, tetapi berasal dari kegiatan psikis yang tak sadar
        • Pengalamannya dengan pasien yang menderita neurosis. Dari segi fisiologis pasien tidak mengidap kelainan apa-apa, namun pada kenyataannya mereka mempunyai bermacam-macam gejala yang aneh. Neurosis disebabkan oleh faktor-faktor tak sadar. Contoh: orang yang histeria
  • Id terdiri dari naluri bawaan seperti:
    • Naluri seksual (teori Freud: Oidipus complex)‏
    • Agresif
  • Id dipimpin oleh “prinsip kesenangan” (the pleasure principle)‏
  • Dalam Id tidak dikenal urutan menurut waktu (timeless)‏
  • Dalam Id, hukum logikapun tidak berlaku (contoh: mimpi)‏
  • Tetapi Id atau ketidak sadaran merupakan kenyataan psikologis yang normal dan universal
  • Hidup psikis setiap manusia didasarkan atas Id itu  
EGO
  • Ego atau Aku, mulai mekar dari Id melalui kontaknya dengan dunia luar
  • Ego dikuasai oleh “prinsip realitas” (the reality principle”)‏
Aktivitas Ego bisa:
      • Sadar yaitu persepsi
        • Lahiriah: melihat pohon
        • Batiniah: merasa sedih
        • Proses intelektual
      • Prasadar
        • Fungsi ingatan (mengingat nama yang tadinya lupa)‏
      • Tak sadar,
        • melalui mekanisme pertahanan (defence mechanisms),
          • contoh: hati kecil takut, tapi berlagak berani
Menurut Freud: tampak dalam pemikiran yang obyektif, yaitu:
      • sesuai dengan tuntutan sosial,
      • bersifat rasional
      • mengungkapkan diri melalui bahasa
Jadi prinsip kesenangan dari Id di sini diganti dengan prinsip realitas
  • Tugas Ego (bukan Id dan naluri-naluri) untuk mempertahankan kepribadiannya sendiri dan menjamin penyesuaian dengan alam sekitar
  • Juga untuk menyelesaikan konflik dengan realitas, dan konflik dengan keinginan yang tidak cocok satu sama lain
  • Ego juga mengontrol apa yang mau masuk kesadaran dan yang akan dikerjakan
  • Ego menjamin kesatuan kepribadian atau – dengan kata lain – mengadakan sintesa psikis. 
SUPEREGO
  • Superego melepaskan diri dari ego dalam bentuk observasi diri, kritik diri, larangan dan tindakan refleksi lainnya
  • Tindakan terhadap dirinya sendiri
  • Superego dibentuk selama masa anak-anak melalui jalan internalisasi (pembatinan) dari faktor represif, yang dialami subyek sepanjang perkembangannya
  • Faktor yang pernah tampil sebagai “asing” bagi si subyek, kemudian diterima olehnya dan dianggap sebagai sesuatu yang berasal dari dirinya sendiri
  • Larangan, perintah, cita-cita dsb., yang berasal dari luar (para pengasuh, khususnya orang tua) diterima sepenuhnya oleh si subyek, sehingga akhirnya terpancar dari dalam. Contoh: “Engkau tidak boleh mencuri” menjadi “Aku tidak boleh mencuri”
  • Internalisasi adalah kebalikan dari proses psikologis yang disebut “proyeksi”. Pada proyeksi, keadaan batin manusia diterapkan pada dunia luar (contoh: orang penakut seakan melihat hantu. Yang dianggap hantu tidak lain adalah keadaan batinnya yang diproyeksi ke luar)‏
  • Aktivitas Superego menyatakan diri dalam konflik dengan Ego, yang dirasakan dalam emosi seperti rasa bersalah, rasa menyesal, rasa malu, dsb. Perasaan itu dianggap normal.
  • Tapi bisa terjadi juga bahwa orang sungguh-sungguh disiksa oleh Superego, terutama karena pengalamanannya dengan kasus-kasus
Hubungan Hati Nurani dan Superego
  • Hati nurani dipakai dalam konteks etis
  • Superego berperanan dalam konteks psikoanalitis (konteks meta psikologis)‏
  • Aktivitas Superego bisa tak sadar (rasa bersalah bisa tetap tidak disadari)‏
  • Sedangkan pada konteks etis, hati nurani tentu hanya bisa berfungsi pada taraf sadar.
  • Sebaiknya Superego dimengerti sebagai dasar psikologis bagi fenomena etis yang kita sebut “hati nurani” atau bagi fungsi seperti hati nurani yang etis.
  • Superego lebih luas daripada hati nurani
  • Superego juga meliputi fungsi observasi diri dan “ideal dari aku” (gambaran yang dipakai subyek untuk mengukur dirinya dan sebagai standar yang harus dikejar)‏
  • Superego terbentuk karena internalisasi dari perintah-perintah dan larangan-larangan orang tua  


Share:

0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.