TES PSIKOLOGI
1. A. Pengertian Tes Psikologis
Kata Tes berasal dari bahasa latin,testum artinya alat
untuk mengukur tanah. Dalam bahasa prancis kuno kata tes artinya ukuran yang
digunakan untuk membedakan emas dan perak dari logam-logam yang lain. Tetapi
lama kelamaan arti tes menjadi lebih umum dalam psikologi kata tes mula-mula
digunakan oleh J.M Cattell pada tahun 1890 namun sampai sekarang belum ada
keseragaman para ahli mengenai pengertian apakah tes itu.
1. Anne anastasi (1990) menrumuskan :A Psychological test essentially an
objective and standardized measure of a sampel of behavior.
2. Lee J.Cronbach (1984) merumuskan :A Testis a systematic procedure for
comparing the behavior of two or more person
3. Peters & shetzer (1974) merumuskan tes sebagai suatu prosedur yang
sistematis untuk mengobservasi tingkah laku oindividu dan menggambarkan tingkah
laku itu melalui skala angka atau system kategori.
4. Philip L. Harriman (1963) merumuskan tes adalah ….. any task (or series of
task) that yield a score which may be compared score made by other individuals.
Sedangkan
5. Soemadi soeryabrata (1984) merumuskan bahwa tes adalah
pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dan atau perintah-perintah yang harus
dijalankan yang berdasar atas bagaimana testi menjawab pertanyaan-pertanyaan
dan atau melakukan perintah-perintah itu,penyelidik mengambil kesimpulan dengan
cara membandingkan dengan standard atau testi yang lain.
6. B. Syarat-syarat tes
psikologis yang baik
Tes sebagai alat pembanding atau pengukur supaya dapat
berfungsi secara baik haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu. Adapun
syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:
1. Valid
Valid berarti cocok atau sesuai. Suatu tes dikatakan
valid,apabila tes tersebut benar-benar dapt mengukur atau member gambaran
tentang apa yang diukur. Misalnya jika tes itu tes intelegensi individu dan
bukan memberikan keterangan tentang kecakapannya dalam berbagai mata pelajaran
di sekolah.
1. Reliabel
Reliabel artinya dapat dipercaya. Suatu tes dapat
dikatakan dapat dipercaya apabila hasil yang dicapai oleh tes itu konstan atau
tetap tidak menunjukkan perubahan yang berarti walaupun diadakan tes lebih dari
satu kali. Karena itu di dalam reabilitas menyangkut persoalan stabilitas dari
hasil yang dicapai oleh tes itu. Sebab itu ada 3 hal yang turut berpengaruh
terhadap stabilitas hasil sesuatu tes yaitu:alat pengukur itu sendiri,testi dan
tester.
1. Distandardisasikan
Standarisasi suatu tes bertujuan supaya setiap testi
mendapat perlakuan yang benar-benar sama,sehingga dengan demikian suatu testi
yang dites mendapat perlakuan yang sama. Mengapa demikian,karena skor yang
dicapai hanya mempunyai arti apabila dibandingkan satu sama lain. Ada 4 hal
yang perlu distandarisasikan yaitu materi tes,penyelenggaran tes,scoring tes
dan interpretasi hasil testing.
1. Objektif
Suatu tes dikatakan objektif apabila pendapat tau
pertimbangan tester tidak ikut berpengaruh dalam hasil testing.
1. Diksriminatif
Suatu tes dikatakan diskriminatif bila mampu
menunjukkan perbedaan-perbedaan yang kecil darisifat-sifat atau factor-faktor
tertentu dari individu individu yang berbeda-beda.
1. Komprehensif
Tes komprehensif berarti tes tersebut dapat sekaligus
menyelidiki banyak hal misalnya kita harus menyelidiki prestasi individu dalam
bahan ujian tertentu,maka tes yang cukup komprehensif akan mampu mengungkapkan
pengetahuan testi mengenai hal yang dipelajari,juga hal yang mencegah dorongan
berspekulasi.
1. Mudah digunakan
Dalam hubungan ini berarti suatu tes yang baik harus
mudah menggunakannya,sebab walaupun semua syarat yang telah disebutkan diatas
terpenuhi oleh suatu tes akan tetapi tes tersebut suka menggunakannya maka tes
itu tetap mempunyai kelemahan ,sebab tes itu adalah suatu alat yang nilainya
sangat tergantung pada kegunaaanya.
1. C. Klasifikasi Tes Psikologis
Tes sangat banyak macamnya sehingga untuk mendapatkan
orientasi yang baik mengenai tes perlu dilakukan klasifikasi. Untuk membuat
klasifikasi tes hendaklah ditinjau dari beberapa segi.
1. Bila ditinjau dari banyaknya orang yang dites,dibedakan atas:
1. Tes individual adalah jenis tes yang hanya dapat melayani untuk seseorang
individu saja dalam satu waktu.contohnya test WISC dan WAIS
2. Tes kelompok adalah tes yang dapat melayani sekelompok testi dalam suatu
waktu. Tes kelompok ini lebih ekonomis jika dibandingkan dengan tes individual
sebab dalam waktu singkatdapat diperoleh banyak individu yang dites contonya
adalah ulangan-ulangan yang diberikan oleh guru,tes standar progresif matriks
dan sebagainya.
3. Bila ditinjau dari segi waktu yang disediakan dibedakan atas:
1. Tes kecepatan(speed test) yaitu tes yang mengutamakan kecepatan waktu dalam
mengerjakan tes atau waktu untuk mengerjakan tes sangat terbatas. Contoh jenis
tes ini arithemitical reasoning,tes klerikal dan sebagainya.
2. Tes kemampuan(power test) yaitu jenis tes yang dimaksudkan untuk mengetahui
sampai dimana kemampuan seseoarng dalam mengerjakan tes. Soal waktu tidak
dituntut terlalu ketat. Contoh jenis tes ini general comprehension test,tes SPM
dan sebagainya.
4. Bila ditinjau dari segi materi tes dibedakan atas
1. Tes verbal adalah tes yang menggunakan bahasa (baik lisan mauapun tulisan).
Karena itu orang yang dites harus bias membaca dan menulis.
2. Tes non verbal adalah tes yang item-itemnya tidak terdiri dari
bahasa,tetapi terdiri dari bahasa tetapi terdiri dari gambar-gambar,garis-garis
dan sebagainya. Contoh jenis tes ini adalah tes CFIT.Tes SPM,tes Army Beta dan
sebagainya
5. Bila ditinjau dari segi aspek manusia yang dites dibedakan atas:
1. Tes psikis adalah tes untuk mengetahui keadaan fisik testi contohnya: tes
erobik
2. Tes psikis adalah tes untuk mengetahui keadaan atau kemampuan mental testi
contoh tes intelegensi,tes bakat dan sebagainya.
6. Bila ditinjau dari segi aspek mental yang dites dibedakan atas:
1. Tes kepribadian seperti tes Rorschah, wartegg dan sebagainya
2. Tes intelegensi
3. Tes bakat
4. Tes prestasi belajar
7. Bila ditinjau dari segi penciptanya
1. Tes rorschah
2. Tes biriet-simon
3. Tes Wechsler
4. Tes kraeppelin
5. Tes kuder dan sebagainya
2. D. Tujuan penggunaan tes psikologis
Tujuan penggunaan tes pada garis besarnya terbagi atas
tujuan riset dan diagnosis psikologis
1. Tes dengan tujuan riset
Tujuan untuk keperluan ini bermacam-macam pula
misalnya riset untuk penyusunan tes,riset untuk mengetahui sifat-sifat
psikologis tertentu pada sekelompok individu,riset untuk pemecahan masalah
social tertentu dan sebagainya.
1. Tes dengan tujuan diagnosis psikologis
Sebagian besar dari tujuan tes adalah untuk membuat
diagnosis psikologis. Diagnosis psikologis dilakukan dengan maksud-maksud
tertentu pula antara lain.
1. Diagnosis untuk seleksi
2. Diagnosis untuk keperluan pemilihan jabatan dan pendidikan
3. Diagnosis untuk keperluan bimbingan dan konseling
4. Diagnosis untuk keperluan terapi
5. E. Keterbatasan-keterbatasan
Penggunaan Tes Psikologis
1. Ketidaktepatan Instrumen
Tes hanya terbatas dalam mengungkap aspek perilaku
individu. Walaupun diperoleh suatu situasi yang baik untuk mengidentifikasi
kemungkinan keberhasilan akademik tetapi tidak dapat mengetahui indikasi
motivasi pribadi individu untuk sukses.
1. Reaksi-reaksi terhadap situasi testing
Kita mungkin masih dapat mengingat individu di sekolah
yang menunjukkan reaksi yang berbeda kepada tester. Hal ini dapat diketahui
bagi individu yang pada saat mengerjakan tes mengalami stres dan lainnya takut
dan nervous. Perbedaan individu ditinjau dari segi tanggapan emosional terhadap
suatu situasi testing adalah sangat berbeda. Dari hasil tes ada yang merasakan
sebagai suatu ancaman terhadap konsep-dirinya,sehingga takut dan defensive
mengubah perilaku-perilakunya yang mempunyai pengaruh negative.
1. Kondisi-kondisi fisik dari testing
Secara umum dianjurkan,agar tes itu dilaksanakan dalam
ruangan yang tenang dengan penerangan yang cukup memadai, meja yang
permukaannya rata, data terhindar dari kegaduhan, kebisingan atau
gangguan-gangguan lainnya
1. F. Prinsip-Prinsip Penggunaan
Tes Psikologis
Penggunakan tes untuk proses bimbingan dan konseling
hendaknya memperhatikan beberapa prisip tertentu. Prinsip-prinsip yang dimaksud
mengacu pada prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya.
Prinsipi-prisip penggunakan tes dalam bimbingan dan konseling dikembangkan dari
pengalaman praktik pada saat ini.
Brammer & shostrom (1982) mengemukakan beberapa prinsip
penggunaan tes dalam bombingan dan konseling, diantaranya:
1. Kaidah pertama dari penggunaan tes ialah mengetahui tes secara menyeluruh.
2. Eksplorasi terhadap alasan individu menginginkan tes dan pengalaman
individu dalam tes yang pernah diterimanya.
3. Perlu pengaturan pertemuan interpretasi tes agar individu siap untuk
menerima informasi yang benar dan tidak menyimpang.
4. Arti skor tes harus ditetapkan secepatnya dalam diskusi.
5. Kerangka acuan hasil tes hendaknya dibuat dengan jelas.
6. Hasil-hasil tes harus diberikan kepada induvidu, bukan dalam bentuk skor
tapi dalam bentuk deskriptif.
7. Hasil-hasil tes harus selalu terjebak. Cara yang digunakan untuk memulai
prinsip ini ialah hasil tes harus disajikan secara tentatife.
8. Guru pembibingan atau konselor hendaknya bersikap.
9. Guru pembimbing atau konselor hendaknya memberikan interpretasi secara
jelas dan berarti.
10. Hasil-hasil tes harus memberikan prediksi dengan tepat.
11. Dalam face intrepretasi tes, perlu adanya partisipasi dan evaluasi dari
individu.
12. Intrepretasi skor yang rendah kepada individu norma hendaknya dilakukan
dengan hati-hati.Tingkat konseptual yang tepat untuk menyusun interpresi
tes dalam bentuk kata-kata adalah sangat penting jika individu mengerti
hasil-hasil tes.
13. G. Faktor-faktor yang mempengaruhi
penggunaan Tes Psikologi
Keberhasilan penggunaan tes untuk tujuan bimbingan dan
konseling dipengaruhi oleh beberapa factor tertentu. Menurut Bezanson
& Monsebraaten ((1984). Ada beberapa factor yang mempengaruhi pelaksanaan
tes yaitu:
1. Latar belakang budaya
Faktor latar belakang budaya individu memberikan
pengaruh terhadap pelaksanaan tes. Suatu tes cenderung memberikan tekanan dan
keistemawaan pada aspek budaya dimana tes itu dikembangkan, karena tes biasanya
menggambarkan tentang pengalaman,minat,nilai-nilai dan budaya itu
sendiri. Contoh berikut mengilustrasikan sebagian kecil pengaruh factor
latar belakang budaya dalam pelaksanaan tes.
1. Latar belakang Sosial-Ekonomi
Factor yang erat kaitannya dengan budaya adalah taraf
social ekonomi testi misalnya kemiskinan keluarga dan kekurangan fasilitas
pendukung dalam keluarga biasanya cenderung kurangnya bahan bacaan,alat
perlengkapan belajar dan hasil teknologi serta factor lain yang berhubungan
dengan cara pengisian tes. Factor-faktor tersebut tidak hanya berhubungan
dengan kemampuan, tetapi juga memberikan pengaruh yang bersifat membatasi minat
dan memotivasi individu.
1. Pendidikan yang diperoleh di sekolah atau latihan formal
Banyak keterampilan yang diperlukan dalam tes
kemampuan dipelajari disekolah atau melalui pelatihan misalnya perhitungan
aritmatik dasar,persamaan dan perbedaan kata serta kepasihan berbahasa,
semuanya dipelajari baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
pendidikan yang diterima di sekolah.
1. Persiapan Tes atau pengalaman tes
Peubah peubah persiapan atau pengalaman tes seringkali
diaabaikan oleh para guru pembimbing atau konselor dan testi. Terhadap testi
perlu diberikan kesempatan untuk mempraktikkan item-item yang sejenis terhadap
tes yang telah dibakukan hal ini akan dapat membantu individu untuk mengerti
petunjuk-petunjuk tes dan item-item tes. Suatu prasyarat untuk suatu skor
minimum pada suatu tes.
1. Kepribadian
1. Motivasi
2. Kecemasan
3. Kesehatan Fisik
1. Cacat Fisik
2. Kesehatan pada umumnya
4. Karakteristik Tes
1. Tes kecepatan vs Tes kemampuan
2. Tebakan
3. Pola item
5. Pelaksanaan
1. Pelaksanaan
2. Lingkungan (kondisi-kondisi testing)
2. H. Etika Penggunaan Tes Psikologi
Disebabkan karena banyanya factor yang
berpanagaruh terhadap hasil pengukuran psikologis, dan juga karena tes psikologi
merupakan suatu intrusmen yang sudah baku, maka tepatlah kiranya apabila
tester yang mempergunakan tes psikologi itu harus bertanggung jawab dan
etis melindungi tetisnya.
Etika praktik konselor dan para psikolog adalah sama
yaitu:
1. 1. kerahasiaan : karena kesejahteraan testi ditempatkan pada tempat yang utama, maka
konselor menerima tangung jawab untuk mempertahankan kerahasiaan hubungan
dengan klien.
2. 2. Keamanan tes: tes adalah merupakan suatu alat professional dan sebagai suatu alat
professional maka penyebarannya hanya terbatas dengan menggunakan kompetensi
teknis yang tepat. Yes yang belum dibakukan seharusnya tidak dipergunakan
karena belum dijamin keamanannya.
3. 3. Interpretasi
tes: material atau bahan-bahan tes dan skor tes semestinya diperuntukan hanya
kepada oerang-orang yang berwenang menggunakannya.
4. 4. Publikasi tes: tes yang telah baku harus dilengkapi dengan manual (buku petunjuk pegangan
) yang menggambarkan bagaimana dan oleh siapa tes itu digunakan lebih efektif.
The Canadian guidance and counseling
association (1982), mempublikasikan sebelas prinsip khusus
yang mencakup etika cara pemakaian tes psikologis,yaitu:
1. Guru pembimbing atau konselor harus mengakui batas kompetensinya dan tidak
memberikan layanan testing atau menggunakan teknik-teknik di luar persiapan dan
kompetensinya atau yang tidak memenuhi standar professional yang ditetapkan.
2. Guru pembimbing atau konselor harus mempertimbangkan atau menetapkan
dengan cermat dan teliti validitas, rebilitas, dan ketetapan tes tertentu
sebelum memilih untuk digunakan pada klien tertentu.
3. Pada umumnya,hasil-hasil tes hanya memberikan satu macam factor yang tepat
bagi keputusan staf bimbingan dan konsling.
4. Apabila hasil tes dan data penilaian lainnya digunakan untuk menilai
komunikasi dengan orang tua individu atau orang lain yang tepat maka mereka
harus disertai dengan interpretasi yang adekuat.
5. Skor tes psikologi (sebagai pembanding dengan interpretasi
hasil-hasil tes)
6. Apabila memberikan beberapa sistemen pada umum tentang tes dan testing,
maka diperlukan ketelitian untuk memberikan informasi secara adekuat dan
menghidari terjadinya kesalahpahaman.
7. Tes harus dilaksanakan sebagaimana yang ditetapkan dalam manual (buku
petunjuk) pelaksanaan tes.
8. Tes psikologi dan alat-alat lainnya, yang penilaiannya sebagian besar dapat
dipercaya apabila orang yang mengambilnya adalah terbatas dengan minat
professional dan kompetensi seseorang sehingga mereka akan berupaya melindungi
penggunaannya.
9. Guru pembimbing atau konselor memiliki tanggung jawab untuk
memberitahukan kepada peserta testing tentang tujuan testing.
10. Guru pembimbing atau konselor harus bekerja dengan teliti dalam
menilai dan menginterpretasikan minoritas anggota kelompok atau orang lainnya
yang tidak menyajikan norma-norma kelompok terhadap pembekuan instrument.
11. Konselor tidak pantas mereproduksi atau memodifikasikan susunan tes itu
tanpa memperoleh izin dan mengenal kemampuan pengarang penerbit dan pemegang
hak cipta.
Sedangkan asoasi bimbingan dan konseling Indonesia
(ABKIN) mengemukakan kode etika jabatan konselor terutama bersangkut-paut
dengan testing adalah sebagai berikut :
1. Suatu jenis tes hanya boleh diberikan oleh petugas yang berwanang
menngunakan dan menafsirkan hasilnya. Konselor harus selalu memeriksa dirinya
apakah ia mempunyai kewenangan yang dimaksud.
2. Testing diperlukan bila dibutuhkan data tentanng sifat atau ciri lebih
luas, misalnya, taraf intelegensi, bakat,minat, dan kecenderungan pribadi
seseorang.
3. Data yang diperoleh dari hasil testing itu harus diintegrasikan dengan
informasi lain yang telah diperoleh dari klien sendiri atau sumber lain.
4. Data hasil testing harus dilakukan setara dengan seperti data atau
informasi lain tentang klien.
5. Konselor harus memberikan orietasi yang tepat kepada klien mengenai alasan
digunakannya tes dan apa hubungannya daengan masalahnya.
6. Hasil testing hanya dapat diberitahukan kepada pihak lain sejauh pihak yang
diberitahu itu ada hubungannya dengan usaha bantuan kepada klien dan tidak
merugikan klien.
7. Pemberian sesuatu jenis tes harus mengikuti pedoman atau petunjuk yang
berlaku bagi tes yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA
Daruma,A.R.2003. Penggunaaan Tes
Psikologis.Makassar:Penerbit FIP-UNM
0 komentar:
Post a Comment