LATERALISASI,
BAHASA DAN SPLIT BRAIN
(OTAK YANG
TERBELAH)
Otak bagi kebanyakan orang dianggap
sebagai dasar dalam diri manusia yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Hampir
setiap manusia memiliki beberapa bagian yang digolongkan dalam bagian kiri dan
kanan. Sama halnya dengan itu, otak merefleksikan prinsip umum duplikasi
pembagian kiri dan kanan. Di belahan hemisfer kanan dan kiri semuanya terpisah,
kecuali serebral commisures. Dibawah
ini merupakan sub pembahasan yang menjelaskan lebih lanjut hubungan
lateralisasi, bahasa dan otak yang “terbelah”.
A. Lateralisasi fungsi serebral
Lateralisasi
fungsi dapat diartikan sebagai lokalisasi pusat kendali untuk sebuah fungsi
khusus dalam otak. Lateralisasi pada bab ini menitikberatkan pada
kemampuan-kemampuan yang berbeda pada masing-masing otak dan pada bagian-bagian
tertentu mempunyai fungsi secara independen.
Berbagai
macam penemuan memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan mengenai otak yang berkaitan dengan bahasa.
1. Marc Dax (1836)
Pasien dengan kerusakan otak dan masalah bicara, tidak
satupun yang mengalami kerusakan yang terbatas pada hemisfer kanannya. Ini
menandakan bahwa hemisfer kiri berpengaruh terhadap kemampuan menghasilkan atau
memahami bahasa (aphasia : defisit yang dihasilkan kerusakan otak terhadap
kemampuan menghasilkan atau memahami bahasa).
2. Didukung dengan adanya kontribusi lebih
lanjut dari Paul Broca (1864) yang melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah
pasien dan melihat kenyataan bahwa mereka semua memiliki kerusakan pada korteks prefontal inferior di hemisfer
kiri. (Broca’s area)
3. Penemuan lainnya tentang apraxia (gangguan dimana pasien
mengalami banyak kesulitan dalam melakukan gerakan di luar konteks, tetapi bisa
melakukannya bila tidak di sengaja atau secara alamiah) yang dicetuskan oleh
Hugo-Karl pada 1900-an.
Dari
bukti-bukti tersebut yang menerangkan secara gamblang bahwa hemisfer kiri
memainkan peran khusus dalam bahasa dan gerakan yang disengaja, dari bukti itu
juga memunculkan konsep dominasi serebral yang mengakibatkan adanya sebutan
hemisfer dominan untuk hemisfer kiri dan hemisfer minor untuk hemisfer kanan.
Dibawah
ini merupakan teknik untuk membandingkan efek lesi hemisfer kiri dan kanan. Tes
sodium amital, tes pendengaran dikotik dan pencitraan fungsional otak adalah
tiga diantaranya.
1.
Tes
sodium amital
Melibatkan
pembiusan pada salah satu hemisfer serebral yang lain yang memiliki peran
dominan dalam bahasa.
2.
Tes
pendengaran dikotik
Tes
lateralisasi bahasa pada dua sekuensi angka yang berbeda, yang diucapkan secara
lisan di kedua telinga yang masing-masing disebutkan angka yang berbeda di
masing-masing telinga, kemudian subjek diminta melaporkan semua angka yang
didengar.
3.
Pencitraan
fungsional otak
Dilakukan
dengan menggunakan PET atau fMRI.
Selain
beberapa penjelasan di atas, perbedaan jenis kelamin terdapat dalam
lateralisasi antara otak laki-laki dan perempuan, berdasarkan penemuan McGlone
(1977,1980) terhadap pasien stroke,
menyatakan bahwa pasien laki-laki mengalami aphasia lebih banyak dari pada
perempuan, dari alasan itu disimpulkan bahwa otak laki-laki lebih
terlateralisasi. Selain itu, beberapa studi (Jaeger et. al. 1998; kansaku,
Yamaura & Kitazawa, 2000) menyatakan bahwa perempuan menggunakan kedua
hemisfer dalam menyelesaikan tugas terkait bahasa dibanding laki-laki.
B. Otak yang terbelah
Untuk
lebih mudah memahami tentang otak yang terbelah, hendaknya mengetahui istilah corpus callosum, yaitu komisura serebral
terbesar yang seolah membelah otak menjadi dua bagian yang jelas yaitu kanan
dan kiri. Salah satu fungsinya adalah untuk mentransfer informasi dari hemisfer
satu ke hemisfer lain dan apabila corpus
callosum dipotong, masing-masing hemisfer dapat berfungsi secara independen
(menurut Eksperimen Perintis dari Myers dan Sperry dari hewan kucing yang optic
chiasma dan korpus kalosumnya ditranseksi). Salah satu hemisfer yang bekerja
sendiri dapat mempelajari tugas-tugas sederhana secepat bila dua hemisfer
bekerja bersama-sama
Pasien
yang otaknya terbelah (split
brain-patient) dalam beberapa hal tampaknya memiliki dua otak independen,
masing-masing dengan aliran kesadaran, kemampuan, ingatan dan emosinya sendiri
(Gazzaniga, 1967; Gazzaniga & Sperry, 1967; Sperry, 1964)
Hemisfer
kanan memiliki kemampuan memahami instruksi sederhana, menerima informasi
sensorik dari medan visual kiri dan mengontrol motorik respons motorik halus
tangan kiri, tetapi tidak bisa mengontrol kemampuan berbicara. Sedangkan
hemisfer kiri, memiliki kemampuan secara verbal, menerima informasi sensorik
dari medan visual kanan dan mengontrol respons motorik halus tangan kanan.
Bukti
hemisfer seorang split-brain patient
dapat berfungsi secara independen dicontohkan apabila tangan kanan yang dikaitkan
dengan hemisfer kiri mampu mendeteksi dan mengatakan (berbicara) bahwa apel
adalah “apel”, akan tetapi bila hemisfer kanan yang tidak memiliki kemampuan
verbal diminta mengatakan identitas tentang objek yang sebelumnya “apel”,
hemisfer kanan tidak dapat melakukannya. Yang menakjubkan, semua pasien,
meskipun menyatakan (hemisfer kiri yang mengatakan) ketidakmampuannya untuk
mengidentifikasi objek yang dipresentasikan di medan visual kiri atau tangan
kiri, tangan kirinya (hemisfer kanan) dapat mengidentifikasi dengan benar.
Selain
beberapa hal di atas, komunikasi juga terjadi di kedua hemisfer walaupun bukan
sarana komunikasi neural langsung, tetapi lewat jalur tak langsung yang melalui
batang otak, kedua hemisfer dapat berkomunikasi satu sama lain melalui rute
eksternal, proses ini disebut cross-cuing.
Kemampuan
istimewa otak yang terbelah untuk melakukan dua hal sekaligus juga didemonstrasikan dalam tes atensi,
masing-masing hemisfer split-brain
patient tampaknya mampu mempertahankan sebuah fokus perhatian yang
independen (lihat Gazzaniga, 2005). Hal ini memunculkan sebuah pola hasil bahwa
split-brain patient dapat mencari dan
mengidentifikasi pernyataan target visual dibanding objek kontrol yang
sehat/normal (Luck et al., 1989) –mungkin karena dua hemisfer yang terbelah
menjalankan dua pencarian secara independen.
Pada
kebanyakan split-brain patient, hemisfer kanan tampaknya tidak memiliki
keinginan kuat sendiri; hemisfer kirilah yang tampaknya mengontrol sebagian
besar aktivitas sehari-hari. Dalam kasus ini, bisa terjadi konflik yang
serius antara hemisfer kiri dan kanan
yang berlainan kehendak.
Hemisfer
split-brain patient lebih
berkemungkinan untuk bekerja secara
independen di beberapa tes dibanding beberapa tes lainnya, tetapi kadang dua
pasien mendapatkan hasil yang sama di tes yang berbeda di dalam independensi
hemisferik mereka (lihat Wolford Miller & Gazzaniga, 2004). Kenyataannya,
hemisfer yang dipisahkan melalui operasi masih mempertahankan kemampuannya
untuk berinteraksi mealalui batang otak dan dalam beberapa kasus dapat
berfungsi bersama-sama.
C.
PERBEDAAN ANTARA HEMISFER KIRI dan
KANAN
Untuk
banyak fungsi tidak ada banyak perbedaan unsur diantara kedua hemisfer, bila
ada, perbedaan itu cenderung kecil (bias kecil) bukan perbedaan mutlak
(absolut). Namun, diyakini secara luas bahwa berbagai kemampuan secara ekslusif
terletak pada salah satu hemisfer. Padahal, -jika kemampuan itu terkait bahasa-
ada aktivitas terkait bahasa yang substansial di hemisfer kanan. Artinya, tidak
absolut pada hemisfer kiri, walaupun hemisfer kiri lebih unggul dari hemisfer
kanan (yang sama dengan kemampuan bahasa anak prasekolah).
1. Lateralisasi fungsi serebral
Dalam hal ini gagasan mengenai dominasi hemisfer kiri tidak
berlaku lagi, karena lateralisasi fungsi serebral telah menunjukkan bahwa
hemisfer kanan memiliki keunggulan-keunggulan tertentu yang tidak dimiliki
hemisfer kiri.
Fungsi Umum
|
Dominasi
Hemisfer Kiri
|
Dominasi
Hemisfer
Kanan
|
Penglihatan
|
Kata,
huruf
|
Wajah, pola geometris, ekspresi
emosi
|
Pendengaran
|
Bunyi
bahasa
|
Bunyi non-bahasa, musik
|
Perabaan
|
|
Pola taktil, huruf braille
|
Gerakan
|
Gerakan
kompleks,
Gerakan
ipsilateral
|
Gerakan dalam pola spasial
|
Ingatan
|
Ingatan
verbal
Menemukan
arti dalam ingatan
|
Ingatan nonverbal
Aspek-aspek perseptual ingatan
|
Bahasa
|
Bicara,
membaca, menulis, aritmatika
|
Keandungan emosional
|
Kemampuan
spasial
|
|
Rotasi mental berbagai bentuk,
geometri, arah, jarak
|
Contoh lateralisasi fungsi serebral di masing-masing
hemisfer.
Selain lateralisasi diatas,
superioritas atau keunggulan secara spesifik di masing-masing hemisfer juga
menjadi hal yang perlu dijelaskan. Diluar dugaan superioritas hemisfer kiri
ditemukan oleh studi pencitraan otak. Hemisfer kiri mampu mengontrol gerakan
ipsilateral (dua bagian tubuh). Efek ipsilateral ini secara substansial lebih
besar di hemisfer kiri daripada hemisfer kanan (Kim et al., 1993). Hal ini
menunjukkan bahwa lesi hemisfer kiri lebih berkemungkinan untuk menghasilkan
masalah-masalah motorik ipsilateral daripada hemisfer kanan.
Sementara itu, hemisfer kanan memiliki
keunggulan di kemampuan spasial, emosi dan musikal. Hemisfer kanan lebih unggul
dalam tugas-tugas spasial daripada hemisfer kiri, terbukti pada tes, tangan
kiri (hemisfer kanan) lebih cepat dan tanpa adanya suara (verbal) sementara
kinerja tangan kanan (hemisfer kiri) tampak penuh keraguan (diucapkan verbal)
saat membedakan balok tiga dimensi yang berbeda yang diletakkan di
masing-masing tangan.
Pada konsep lama, dinyatakan bahwa
hemisfer kanan tidak terlibat dalam emosi. Namun, kenyataanya hemisfer kanan
lebih unggul dalam mengerjakan tes emosi (misal : ekspresi wajah) daripada
hemisfer kiri.
Hemisfer kanan juga unggul dalam
kemampuan musikal. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kimura (1964)
melalui pendengaran dikotik, bahwa hemisfer kiri diketahui lebih baik dalam
membaca digit angka, tetapi pada tes yang sama (digit angka diganti dengan
melodi yang berbeda di masing-masing telinga) terbukti bahwa telinga kiri
(hemisfer kanan) lebih superior dalam persepsi melodi.
Selain superioritas, perbedaan
selanjutnya adalah perbedaan yang menyangkut ingatan di masing-masing hemisfer.
Kedua hemisfer memiliki kemampuan serupa yang diekspresikan dengan cara yang
berbeda. Hemisfer kiri lebih besar dalam ingatan verbal (berkaitan dengan
bahasa) sementara hemisfer kanan lebih besar dalam ingatan yang berkaitan
dengan materi non-verbal. Jadi, kemampuan ingatan tidak terletak di salah satu
hemisfer saja.
2. Asimetri anatomis otak
Perbedaan anatomis di antara kedua
hemisfer diakibatkan oleh adanya perbedaan interhemisferis dalam ekspresi gen.
Sebagian besar penelitian difokuskan pada usaha mendokumentasikan asimetri
anatomis di daerah korteks yang penting untuk bahasa. Yaitu, frontal operculum,
planum temporale dan Heschl’s gyrus.
Frontal operculum (operculum
serebral) yaitu daerah pada korteks prefrontal yang di hemisfer kirinya
merupakan lokasi Broca’s area. Terletak di depan wajah korteks motorik primer. Planum
temporale yaitu daerah korteks lobus temporal yang terletak di posterior fisura
lateral dan di hemisfer kiri, yang berperan dalam komprehensi bahasa. Sedangkan
Heschl’ gyrus berlokasi di fisura lateral di posisi anterior terhadap planum
temporale di lobus temporal. Hal ini merupakan bagian/lokasi korteks auditori
primer.
Planum temporale lebih dominan di
hemsifer kiri dan di hemisfer kanan terdapat dua korteks gyrus Heschl (lokasi
korteks auditori primer). Sehingga kenyataannya manusia tidak hanya menggunakan
hemisfer kiri untuk kemampuan bahasa. Daerah operkulum frontal yang terdapat di
permukaan otak cenderung lebih besar di hemisfer kiri, ini meredisposisikan
hemisfer kiri untuk lebih dominan dalam bahasa. Tetapi hanya ada sedikit bukti
bahwa orang dengan asimetri planum temporale, cenderung memiliki fungsi bahasa
yang lebih terlateralisasi. Namun, ketiga bagian tersebut tidak ada kaitannya
dengan bahasa bila diterapkan pada non-manusia.
3. Teori-teori Lateralisasi Fungsi
Serebral
Teori ini disulkan untuk menjelaskan mengapa lateralisasi
fungsi serebral berevolusi.
a.
Teori
analitis-sintesis
Teori ini
menyatakan bahwa “...hemisfer kiri beroperasi dengan cara yang lebih logis,
analitis, mirip komputer yang menganalisis stimulus input informasi secara
sekuensial dan mengabtraksikan detail-detail yang relefan, yang ditempelinya
dengan label verbal. Sedangkan hemisfer kanan, terutama berfungsi sebagai
pesintesis, lebih peduli dengan konfigurasi stimulus secara keseluruhan dan
mengorganisasikan serta memproses informasi secara keseluruhan (Harris, 1978,
hlm.463). Meskipun telah diketahui secara populer di kalangan psikologi,
ketidakjelasannya menjadi masalah karena sulit dibuktikan secara empiris.
b.
Teori
motoris
Menurut teori
ini, hemisfer kiri terspesialisasi bukan untuk mengontrol bicara itu sendiri,
tetapi untuk pengontrolan gerakan halus yang bicara termasuk salah satu
kategorinya. Teori ini didukung dengan laporan bahwa lesi yang menghasilkan
afaksia juga menghasilkan defisit-defisit motorik lainnya.
Salah satu
kelemahan teori ini adalah ia tidak menjelaskan mengapa fungsi motoris cenderung
menjadi terlateralisasi ke hemisfer kiri (lihat Beaton, 2003)
c.
Teori
Linguistik
Teori ini
menyatakan bahwa peran utama hemisfer kiri adalah bahasa –berlawanan dengan
teori analitis-sintetis dan teori motoris yang melihat bahasa sebagai
spesialisasi sekunder yang terletak di hemisfer kiri karena spesialisasi primer
hemisfer masing-masing adalah untuk pemikiran analitis dan aktivitas motoris. Faktanya,
kerusakan hemisfer kiri dapat medisrupsi penggunaan bahasa isyarat tetapi tidak
mendisrupsi gerakan-gerakan pantomim bahwa spesialisasi fundamental hemisfer
kiri adalah bahasa.
D.
LOKALISASI KORTIKAL BAHASA : MODEL
WERNICKE-GESCHWIND
Sebelum membahas tentang lokalisasi bahasa, dijelaskan lagi
bahwa lokalisasi bahasa berbeda dengan lateralisasi bahasa. Bila lateralisasi
bahasa mengacu pada pengontrolan relatif fungsi terkait bahasa oleh hemisfer
kiri dan kanan, maka lokalisasi bahasa mengacu pada lokasi sirkuit-sirkuit yang
berpartisipasi dalam aktivitas terkait bahasa di dalam hemisfer.
Teori lokalisasi bahasa yang dominan dipakai oleh sebagian besar
peneliti untuk memahami lokalisasi bahasa yaitu menggunakan model
Wernicke-Geschwind.
1.
Kejadian
historis model Wernicke-Geschwind
Sejarah
lokasilasi dimulai dari adanya pendapat Broca tentang Broca’s area sebagai
pusat produksi bicara. Broca menghipotesiskan bahwa program-program artikulasi,
disimpan di daerah ini dan bahwa bicara dihasilkan ketika program-program ini
mengaktifkan daerah yang berdekatan dengan gyrus prefontal yang mengontrol otot
wajah dan rongga mulut.
Pada 1874,
ketika Carl Wernicke menyimpulkan berdasarkan kasus klinis bahwa ada daerah
bahasa di lobus temporal kiri tepat di posisi posterior terhadap korteks
auditorik primer (yaitu, di planum temporale kiri). Daerah kortikan komprehensi
bahasa yang kemudian di sebut Wernicke’s area.
Lesi-lesi
selektif pada Broca’s area menghasilkan sebuah sindroma afasia yang gejalanya
bersifat ekspresif –yakni pembicaraan yang diucapkan lambat, berat, tergagap
tetapi tetap bermakna (Broca’s aphasia)- sedangkan di daerah wernicke’s area
akan menghasilkan sindroma afasia yang defisitnya bersifat reseptif –bahasa
lisan ataupun tertulis yang terstruktur, berima, intonasi normal tetapi tanpa
arti (Wernicke’s aphasia).
2.
Penjelasan
model Wernicke-Gechwind
Sebelum ke
pembahasan, ada tujuh komponen model Wernicke-Gechwind : korteks visual primer,
girus anguler, korteks auditorik primer, wernicke’s area, fasikulus arkuat,
Broca’s area dan korteks motorik primer (semuanya berada di hemisfer kiri).
Cara kerja
model Wernikce-Geschwind pada kegiatan merespon terhadap pertanyaan yang
terdengar dan pada proses membaca keras-keras akan dijelaskan di bawah ini.
a.
Pada
kegiatan merespon terhadap pertanyaan yang terdengar:
1)
Sinyal
auditorik diterima oleh korteks auditorik primer
2)
Sinyal
tersebut diteruskan ke wernikces area untuk dipahami
3)
Bila
respon siap diberikan, wernicke’s area menghasilkan represetasi neural untuk
menanggapi pertanyaan tersebut
4)
Kemudian
ditransmisikan ke Broca’s area melalui fasikulus arkuat kiri
5)
Di
Broca’s area sinyal mengaktifkan program artikulasi yang tepat
6)
Terakhir,
korteks motorik primer akan menggerakkan artikulas sehingga terjawab pertanyaan
yang terdengar
b.
Pada
proses membaca keras-keras :
1)
Isi
bacaan diterima oleh korteks visual primer
2)
Kemudian
ditransmisikan ke girus anguler kiri untuk diterjemahkan dari bentuk visual
kata menjadi kode auditorik
3)
Kode
auditorik ditransmisikan ke wernicke’s area untuk dipahami sehingga menimbulkan
respon yang tepat
4)
Lewat
fasikulus arkuat, sinyal tersebut menuju Broca’s area untuk mengaktifkan bagian
artikulasi yang sesuai
5)
Kemudian
sampai di korteks motorik yang akan memunculkan bunyi bicara yang sesuai dengan
bacaan.
Kunci :
Gyrus anguler : menerjemahkan bentuk visual menjadi kode auditorik
Korteks motorik primer : mengatur
otot artikulasi
Korteks visual primer : mengatur
hasil penglihatan
Korteks auditori : mempersepsikan
kata tertulis
Fasikulus arkuat : membawa
sinyal dari wernicke’s area ke broca’s area
E.
0 komentar:
Post a Comment