Wednesday, October 9, 2019

PSIKOLOGI FAAL; LATERALISASI, BAHASA DAN SPLIT BRAIN


LATERALISASI, BAHASA DAN SPLIT BRAIN
(OTAK YANG TERBELAH)

Otak bagi kebanyakan orang dianggap sebagai dasar dalam diri manusia yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Hampir setiap manusia memiliki beberapa bagian yang digolongkan dalam bagian kiri dan kanan. Sama halnya dengan itu, otak merefleksikan prinsip umum duplikasi pembagian kiri dan kanan. Di belahan hemisfer kanan dan kiri semuanya terpisah, kecuali serebral commisures. Dibawah ini merupakan sub pembahasan yang menjelaskan lebih lanjut hubungan lateralisasi, bahasa dan otak yang “terbelah”.

A.    Lateralisasi fungsi serebral
Lateralisasi fungsi dapat diartikan sebagai lokalisasi pusat kendali untuk sebuah fungsi khusus dalam otak. Lateralisasi pada bab ini menitikberatkan pada kemampuan-kemampuan yang berbeda pada masing-masing otak dan pada bagian-bagian tertentu mempunyai fungsi secara independen.
Berbagai macam penemuan memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan ilmu pengetahuan mengenai otak yang berkaitan dengan bahasa.
1.      Marc Dax (1836)
Pasien dengan kerusakan otak dan masalah bicara, tidak satupun yang mengalami kerusakan yang terbatas pada hemisfer kanannya. Ini menandakan bahwa hemisfer kiri berpengaruh terhadap kemampuan menghasilkan atau memahami bahasa (aphasia : defisit yang dihasilkan kerusakan otak terhadap kemampuan menghasilkan atau memahami bahasa).
2.      Didukung dengan adanya kontribusi lebih lanjut dari Paul Broca (1864) yang melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pasien dan melihat kenyataan bahwa mereka semua memiliki kerusakan pada korteks prefontal inferior di hemisfer kiri. (Broca’s area)
3.      Penemuan lainnya tentang apraxia (gangguan dimana pasien mengalami banyak kesulitan dalam melakukan gerakan di luar konteks, tetapi bisa melakukannya bila tidak di sengaja atau secara alamiah) yang dicetuskan oleh Hugo-Karl pada 1900-an.
Dari bukti-bukti tersebut yang menerangkan secara gamblang bahwa hemisfer kiri memainkan peran khusus dalam bahasa dan gerakan yang disengaja, dari bukti itu juga memunculkan konsep dominasi serebral yang mengakibatkan adanya sebutan hemisfer dominan untuk hemisfer kiri dan hemisfer minor untuk hemisfer kanan.
Dibawah ini merupakan teknik untuk membandingkan efek lesi hemisfer kiri dan kanan. Tes sodium amital, tes pendengaran dikotik dan pencitraan fungsional otak adalah tiga diantaranya.


1.      Tes sodium amital
Melibatkan pembiusan pada salah satu hemisfer serebral yang lain yang memiliki peran dominan dalam bahasa.
2.      Tes pendengaran dikotik
Tes lateralisasi bahasa pada dua sekuensi angka yang berbeda, yang diucapkan secara lisan di kedua telinga yang masing-masing disebutkan angka yang berbeda di masing-masing telinga, kemudian subjek diminta melaporkan semua angka yang didengar.
3.      Pencitraan fungsional otak
Dilakukan dengan menggunakan PET atau fMRI.
Selain beberapa penjelasan di atas, perbedaan jenis kelamin terdapat dalam lateralisasi antara otak laki-laki dan perempuan, berdasarkan penemuan McGlone (1977,1980) terhadap pasien stroke, menyatakan bahwa pasien laki-laki mengalami aphasia lebih banyak dari pada perempuan, dari alasan itu disimpulkan bahwa otak laki-laki lebih terlateralisasi. Selain itu, beberapa studi (Jaeger et. al. 1998; kansaku, Yamaura & Kitazawa, 2000) menyatakan bahwa perempuan menggunakan kedua hemisfer dalam menyelesaikan tugas terkait bahasa dibanding laki-laki.
B.     Otak yang terbelah
Untuk lebih mudah memahami tentang otak yang terbelah, hendaknya mengetahui istilah corpus callosum, yaitu komisura serebral terbesar yang seolah membelah otak menjadi dua bagian yang jelas yaitu kanan dan kiri. Salah satu fungsinya adalah untuk mentransfer informasi dari hemisfer satu ke hemisfer lain dan apabila corpus callosum dipotong, masing-masing hemisfer dapat berfungsi secara independen (menurut Eksperimen Perintis dari Myers dan Sperry dari hewan kucing yang optic chiasma dan korpus kalosumnya ditranseksi). Salah satu hemisfer yang bekerja sendiri dapat mempelajari tugas-tugas sederhana secepat bila dua hemisfer bekerja bersama-sama
Pasien yang otaknya terbelah (split brain-patient) dalam beberapa hal tampaknya memiliki dua otak independen, masing-masing dengan aliran kesadaran, kemampuan, ingatan dan emosinya sendiri (Gazzaniga, 1967; Gazzaniga & Sperry, 1967; Sperry, 1964)
Hemisfer kanan memiliki kemampuan memahami instruksi sederhana, menerima informasi sensorik dari medan visual kiri dan mengontrol motorik respons motorik halus tangan kiri, tetapi tidak bisa mengontrol kemampuan berbicara. Sedangkan hemisfer kiri, memiliki kemampuan secara verbal, menerima informasi sensorik dari medan visual kanan dan mengontrol respons motorik halus tangan kanan.
Bukti hemisfer seorang split-brain patient dapat berfungsi secara independen dicontohkan apabila tangan kanan yang dikaitkan dengan hemisfer kiri mampu mendeteksi dan mengatakan (berbicara) bahwa apel adalah “apel”, akan tetapi bila hemisfer kanan yang tidak memiliki kemampuan verbal diminta mengatakan identitas tentang objek yang sebelumnya “apel”, hemisfer kanan tidak dapat melakukannya. Yang menakjubkan, semua pasien, meskipun menyatakan (hemisfer kiri yang mengatakan) ketidakmampuannya untuk mengidentifikasi objek yang dipresentasikan di medan visual kiri atau tangan kiri, tangan kirinya (hemisfer kanan) dapat mengidentifikasi dengan benar.
Selain beberapa hal di atas, komunikasi juga terjadi di kedua hemisfer walaupun bukan sarana komunikasi neural langsung, tetapi lewat jalur tak langsung yang melalui batang otak, kedua hemisfer dapat berkomunikasi satu sama lain melalui rute eksternal, proses ini disebut cross-cuing.
Kemampuan istimewa otak yang terbelah untuk melakukan dua hal sekaligus  juga didemonstrasikan dalam tes atensi, masing-masing hemisfer split-brain patient tampaknya mampu mempertahankan sebuah fokus perhatian yang independen (lihat Gazzaniga, 2005). Hal ini memunculkan sebuah pola hasil bahwa split-brain patient dapat mencari dan mengidentifikasi pernyataan target visual dibanding objek kontrol yang sehat/normal (Luck et al., 1989) –mungkin karena dua hemisfer yang terbelah menjalankan dua pencarian secara independen.
Pada kebanyakan split-brain patient, hemisfer kanan tampaknya tidak memiliki keinginan kuat sendiri; hemisfer kirilah yang tampaknya mengontrol sebagian besar aktivitas sehari-hari. Dalam kasus ini, bisa terjadi konflik yang serius  antara hemisfer kiri dan kanan yang berlainan kehendak.
Hemisfer split-brain patient lebih berkemungkinan untuk  bekerja secara independen di beberapa tes dibanding beberapa tes lainnya, tetapi kadang dua pasien mendapatkan hasil yang sama di tes yang berbeda di dalam independensi hemisferik mereka (lihat Wolford Miller & Gazzaniga, 2004). Kenyataannya, hemisfer yang dipisahkan melalui operasi masih mempertahankan kemampuannya untuk berinteraksi mealalui batang otak dan dalam beberapa kasus dapat berfungsi bersama-sama.
C.    PERBEDAAN ANTARA HEMISFER KIRI dan KANAN
Untuk banyak fungsi tidak ada banyak perbedaan unsur diantara kedua hemisfer, bila ada, perbedaan itu cenderung kecil (bias kecil) bukan perbedaan mutlak (absolut). Namun, diyakini secara luas bahwa berbagai kemampuan secara ekslusif terletak pada salah satu hemisfer. Padahal, -jika kemampuan itu terkait bahasa- ada aktivitas terkait bahasa yang substansial di hemisfer kanan. Artinya, tidak absolut pada hemisfer kiri, walaupun hemisfer kiri lebih unggul dari hemisfer kanan (yang sama dengan kemampuan bahasa anak prasekolah).

1.      Lateralisasi fungsi serebral
Dalam hal ini gagasan mengenai dominasi hemisfer kiri tidak berlaku lagi, karena lateralisasi fungsi serebral telah menunjukkan bahwa hemisfer kanan memiliki keunggulan-keunggulan tertentu yang tidak dimiliki hemisfer kiri.

Fungsi Umum
Dominasi
Hemisfer Kiri
Dominasi
Hemisfer Kanan
Penglihatan
Kata, huruf
Wajah, pola geometris, ekspresi emosi
Pendengaran
Bunyi bahasa
Bunyi non-bahasa, musik
Perabaan

Pola taktil, huruf braille
Gerakan
Gerakan kompleks,
Gerakan ipsilateral
Gerakan dalam pola spasial
Ingatan
Ingatan verbal
Menemukan arti dalam ingatan
Ingatan nonverbal
Aspek-aspek perseptual ingatan
Bahasa
Bicara, membaca, menulis, aritmatika
Keandungan emosional
Kemampuan spasial

Rotasi mental berbagai bentuk, geometri, arah, jarak
Contoh lateralisasi fungsi serebral di masing-masing hemisfer.

Selain lateralisasi diatas, superioritas atau keunggulan secara spesifik di masing-masing hemisfer juga menjadi hal yang perlu dijelaskan. Diluar dugaan superioritas hemisfer kiri ditemukan oleh studi pencitraan otak. Hemisfer kiri mampu mengontrol gerakan ipsilateral (dua bagian tubuh). Efek ipsilateral ini secara substansial lebih besar di hemisfer kiri daripada hemisfer kanan (Kim et al., 1993). Hal ini menunjukkan bahwa lesi hemisfer kiri lebih berkemungkinan untuk menghasilkan masalah-masalah motorik ipsilateral daripada hemisfer kanan.
 Sementara itu, hemisfer kanan memiliki keunggulan di kemampuan spasial, emosi dan musikal. Hemisfer kanan lebih unggul dalam tugas-tugas spasial daripada hemisfer kiri, terbukti pada tes, tangan kiri (hemisfer kanan) lebih cepat dan tanpa adanya suara (verbal) sementara kinerja tangan kanan (hemisfer kiri) tampak penuh keraguan (diucapkan verbal) saat membedakan balok tiga dimensi yang berbeda yang diletakkan di masing-masing tangan.
Pada konsep lama, dinyatakan bahwa hemisfer kanan tidak terlibat dalam emosi. Namun, kenyataanya hemisfer kanan lebih unggul dalam mengerjakan tes emosi (misal : ekspresi wajah) daripada hemisfer kiri.
Hemisfer kanan juga unggul dalam kemampuan musikal. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kimura (1964) melalui pendengaran dikotik, bahwa hemisfer kiri diketahui lebih baik dalam membaca digit angka, tetapi pada tes yang sama (digit angka diganti dengan melodi yang berbeda di masing-masing telinga) terbukti bahwa telinga kiri (hemisfer kanan) lebih superior dalam persepsi melodi.
Selain superioritas, perbedaan selanjutnya adalah perbedaan yang menyangkut ingatan di masing-masing hemisfer. Kedua hemisfer memiliki kemampuan serupa yang diekspresikan dengan cara yang berbeda. Hemisfer kiri lebih besar dalam ingatan verbal (berkaitan dengan bahasa) sementara hemisfer kanan lebih besar dalam ingatan yang berkaitan dengan materi non-verbal. Jadi, kemampuan ingatan tidak terletak di salah satu hemisfer saja.
2.      Asimetri anatomis otak
Perbedaan anatomis di antara kedua hemisfer diakibatkan oleh adanya perbedaan interhemisferis dalam ekspresi gen. Sebagian besar penelitian difokuskan pada usaha mendokumentasikan asimetri anatomis di daerah korteks yang penting untuk bahasa. Yaitu, frontal operculum, planum temporale dan Heschl’s gyrus.
Frontal operculum (operculum serebral) yaitu daerah pada korteks prefrontal yang di hemisfer kirinya merupakan lokasi Broca’s area. Terletak di depan wajah korteks motorik primer. Planum temporale yaitu daerah korteks lobus temporal yang terletak di posterior fisura lateral dan di hemisfer kiri, yang berperan dalam komprehensi bahasa. Sedangkan Heschl’ gyrus berlokasi di fisura lateral di posisi anterior terhadap planum temporale di lobus temporal. Hal ini merupakan bagian/lokasi korteks auditori primer.
Planum temporale lebih dominan di hemsifer kiri dan di hemisfer kanan terdapat dua korteks gyrus Heschl (lokasi korteks auditori primer). Sehingga kenyataannya manusia tidak hanya menggunakan hemisfer kiri untuk kemampuan bahasa. Daerah operkulum frontal yang terdapat di permukaan otak cenderung lebih besar di hemisfer kiri, ini meredisposisikan hemisfer kiri untuk lebih dominan dalam bahasa. Tetapi hanya ada sedikit bukti bahwa orang dengan asimetri planum temporale, cenderung memiliki fungsi bahasa yang lebih terlateralisasi. Namun, ketiga bagian tersebut tidak ada kaitannya dengan bahasa bila diterapkan pada non-manusia.
3.      Teori-teori Lateralisasi Fungsi Serebral
Teori ini disulkan untuk menjelaskan mengapa lateralisasi fungsi serebral berevolusi.
a.       Teori analitis-sintesis
Teori ini menyatakan bahwa “...hemisfer kiri beroperasi dengan cara yang lebih logis, analitis, mirip komputer yang menganalisis stimulus input informasi secara sekuensial dan mengabtraksikan detail-detail yang relefan, yang ditempelinya dengan label verbal. Sedangkan hemisfer kanan, terutama berfungsi sebagai pesintesis, lebih peduli dengan konfigurasi stimulus secara keseluruhan dan mengorganisasikan serta memproses informasi secara keseluruhan (Harris, 1978, hlm.463). Meskipun telah diketahui secara populer di kalangan psikologi, ketidakjelasannya menjadi masalah karena sulit dibuktikan secara empiris.


b.      Teori motoris
Menurut teori ini, hemisfer kiri terspesialisasi bukan untuk mengontrol bicara itu sendiri, tetapi untuk pengontrolan gerakan halus yang bicara termasuk salah satu kategorinya. Teori ini didukung dengan laporan bahwa lesi yang menghasilkan afaksia juga menghasilkan defisit-defisit motorik lainnya.
Salah satu kelemahan teori ini adalah ia tidak menjelaskan mengapa fungsi motoris cenderung menjadi terlateralisasi ke hemisfer kiri (lihat Beaton, 2003)
c.       Teori Linguistik
Teori ini menyatakan bahwa peran utama hemisfer kiri adalah bahasa –berlawanan dengan teori analitis-sintetis dan teori motoris yang melihat bahasa sebagai spesialisasi sekunder yang terletak di hemisfer kiri karena spesialisasi primer hemisfer masing-masing adalah untuk pemikiran analitis dan aktivitas motoris. Faktanya, kerusakan hemisfer kiri dapat medisrupsi penggunaan bahasa isyarat tetapi tidak mendisrupsi gerakan-gerakan pantomim bahwa spesialisasi fundamental hemisfer kiri adalah bahasa.
D.    LOKALISASI KORTIKAL BAHASA : MODEL WERNICKE-GESCHWIND
Sebelum membahas tentang lokalisasi bahasa, dijelaskan lagi bahwa lokalisasi bahasa berbeda dengan lateralisasi bahasa. Bila lateralisasi bahasa mengacu pada pengontrolan relatif fungsi terkait bahasa oleh hemisfer kiri dan kanan, maka lokalisasi bahasa mengacu pada lokasi sirkuit-sirkuit yang berpartisipasi dalam aktivitas terkait bahasa di dalam hemisfer.
Teori lokalisasi bahasa yang dominan dipakai oleh sebagian besar peneliti untuk memahami lokalisasi bahasa yaitu menggunakan model Wernicke-Geschwind.
1.      Kejadian historis model Wernicke-Geschwind
Sejarah lokasilasi dimulai dari adanya pendapat Broca tentang Broca’s area sebagai pusat produksi bicara. Broca menghipotesiskan bahwa program-program artikulasi, disimpan di daerah ini dan bahwa bicara dihasilkan ketika program-program ini mengaktifkan daerah yang berdekatan dengan gyrus prefontal yang mengontrol otot wajah dan rongga mulut.
Pada 1874, ketika Carl Wernicke menyimpulkan berdasarkan kasus klinis bahwa ada daerah bahasa di lobus temporal kiri tepat di posisi posterior terhadap korteks auditorik primer (yaitu, di planum temporale kiri). Daerah kortikan komprehensi bahasa yang kemudian di sebut Wernicke’s area.
Lesi-lesi selektif pada Broca’s area menghasilkan sebuah sindroma afasia yang gejalanya bersifat ekspresif –yakni pembicaraan yang diucapkan lambat, berat, tergagap tetapi tetap bermakna (Broca’s aphasia)- sedangkan di daerah wernicke’s area akan menghasilkan sindroma afasia yang defisitnya bersifat reseptif –bahasa lisan ataupun tertulis yang terstruktur, berima, intonasi normal tetapi tanpa arti (Wernicke’s aphasia).
2.      Penjelasan model Wernicke-Gechwind
Sebelum ke pembahasan, ada tujuh komponen model Wernicke-Gechwind : korteks visual primer, girus anguler, korteks auditorik primer, wernicke’s area, fasikulus arkuat, Broca’s area dan korteks motorik primer (semuanya berada di hemisfer kiri).
Cara kerja model Wernikce-Geschwind pada kegiatan merespon terhadap pertanyaan yang terdengar dan pada proses membaca keras-keras akan dijelaskan di bawah ini.
a.       Pada kegiatan merespon terhadap pertanyaan yang terdengar:
1)      Sinyal auditorik diterima oleh korteks auditorik primer
2)      Sinyal tersebut diteruskan ke wernikces area untuk dipahami
3)      Bila respon siap diberikan, wernicke’s area menghasilkan represetasi neural untuk menanggapi pertanyaan tersebut
4)      Kemudian ditransmisikan ke Broca’s area melalui fasikulus arkuat kiri
5)      Di Broca’s area sinyal mengaktifkan program artikulasi yang tepat
6)      Terakhir, korteks motorik primer akan menggerakkan artikulas sehingga terjawab pertanyaan yang terdengar
b.      Pada proses membaca keras-keras :
1)      Isi bacaan diterima oleh korteks visual primer
2)      Kemudian ditransmisikan ke girus anguler kiri untuk diterjemahkan dari bentuk visual kata menjadi kode auditorik
3)      Kode auditorik ditransmisikan ke wernicke’s area untuk dipahami sehingga menimbulkan respon yang tepat
4)      Lewat fasikulus arkuat, sinyal tersebut menuju Broca’s area untuk mengaktifkan bagian artikulasi yang sesuai
5)      Kemudian sampai di korteks motorik yang akan memunculkan bunyi bicara yang sesuai dengan bacaan.
Kunci :
Gyrus anguler                 : menerjemahkan bentuk visual menjadi kode auditorik
Korteks motorik primer   : mengatur otot artikulasi
Korteks visual primer      : mengatur hasil penglihatan
Korteks auditori              : mempersepsikan kata tertulis
Fasikulus arkuat              : membawa sinyal dari wernicke’s area ke broca’s area
E.      
Share:

0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.