Monday, December 14, 2015

TEORI BELAJAR KOGNITIF (Fajar. dkk)

TEORI BELAJAR KOGNITIF
MATA KULIAH PSIKOLOGI BELAJAR


Dosen Pengampu:
Dra. Tri Na’imah S.Psi., M.Si.

Disusun Oleh:
Muhamad Fajar Bastian                      1407010062
Mutiara Ayu Pancawati                      1407010048
Tri Marita                                            1407010029
Arni Nur Sofina                                  1407010058
Ina Kusumawati                                  1407010059
Inandy Armanda                                 1407010004


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2015
Pengertian Teori Kognitif
Istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
Karakteristik Teori Kognitif
Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
Tokoh-tokoh Teori Belajar Kognitif
1.      Jean Piaget, teorinya disebut “Cognitive Developmental”
Piaget adalah ahli psikolog developmentat karena penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.Menurut Suhaidi Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap:
·         Tahap sensory – motor.  yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun, Tahap ini diidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.
·         Tahap pre – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap ini diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
·         Tahap concrete – operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif.
·         Tahap formal – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok tahap yang terahir ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”.



2.      Jerome Bruner Dengan Discovery Learningnya
Bruner menekankan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan. Bruner meyakini bahwa pembelajaran tersebut bisa muncul dalam tiga cara atau bentuk, yaitu: enactive,iconic dan simbolic.
·         Pembelajaran enaktif mengandung sebuah kesamaan dengan kecerdasan inderawi dalam teori Piaget. Pengetahuan enaktif adalah mempelajari sesuatu dengan memanipulasi objek – melakukan pengatahuan tersebut daripada hanya memahaminya. Anak-anak didik sangat mungkin paham bagaimana cara melakukan lompat tali („melakukan‟ kecakapan tersebut), namun tidak terlalu paham bagaimana menggambarkan aktifitas tersebut dalam kata-kata, bahkan ketika mereka harus menggambarkan dalam pikiran.
·          Pembelajaran ikonik merupakan pembelajaran yang melalui gambaran; dalam bentuk ini, anak-anak mempresentasikan pengetahuan melalui sebuah gambar dalam benak mereka. Anak-anak sangat mungkin mampu menciptakan gambaran tentang pohon mangga dikebun dalam benak mereka, meskipun mereka masih kesulitan untuk menjelaskan dalam kata-kata.
·         Pembelajaran simbolik, ini merupakan pembelajaran yang dilakukan melalui representasi pengalaman abstrak (seperti bahasa) yang sama sekali tidak memiliki kesamaan fisik dengan pengalaman tersebut. Sebagaimana namanya, membutuhkan pengetahuan yang abstrak, dan karena simbolik pembelajaran yang satu ini serupa dengan operasional formal dalam proses berpikir dalam teori Piaget.

3.      Teori Belajar Bermakna Ausubel.
Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari hukum belajar yang bermakna, berikut ini konsep belajar bermakna David Ausubel. Pengertian belajar bermakna Menurut Ausubel ada dua jenis belajar :
1)      Belajar bermakna (meaningful learning) Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar.
2)      belajar menghafal (rote learning). belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.
Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan (discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan belajar penerimaan (reception learning). Sehingga dengan ceramahpun, asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis, akan dihasilkan belajar yang baik.
Pandangan Teori Kognitivisme terhadap Belajar Mengajar dan Pembelajaran
Dari beberapa teori belajar kognitif diatas (khusunya tiga di penjelasan awal) dapat diambil sebuah sintesis bahwa masing masing teori memiliki kelebihan dan kelemahan jika diterapkan dalam dunia pendidikan juga pembelajaran. Jika keseluruhan teori diatas memiliki kesamaan yang sama-sama dalam ranah psikologi kognitif, maka disisi lain juga memiliki perbedaan jika diaplikasikan dalam proses pendidikan. Sebagai misal, Teori bermakna ausubel dan discovery Learningnya bruner memiliki sisi pembeda. Dari sudut pandang Teori belajar Bermakna Ausubel memandang bahwa justeru ada bahaya jika siswa yang kurang mahir dalam suatu hal mendapat penanganan dengan teori belajar discoveri, karena siswa cenderung diberi kebebasan untuk mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala sesuatu. Oleh karenanya menurut teori belajar Bermakna guru tetap berfungsi sentral sebatas membantu mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman yang hendak diterima oleh siswa namun tetap dengan koridor pembelajaran yang bermakna. Dari poin diatas dapat pemakalah ambil garis tengah bahwa beberapa teori belajar kognitif diatas, meskipun sama- sama mengedepankan proses berpikir, tidak serta merta dapat diaplikasikan pada konteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebih untuk menyesuaikan teori belajar kognitif ini dengan kompleksitas proses dan sistem pembelajaran sekarang maka harus benar-benar diperhatikan antara karakter masing-masing teori dan kemudian disesuakan dengan tingkatan pendidikan maupun karakteristik peserta didiknya. 
Implikasi Teori Kognitivistik dalam Pembelajaran
Dalam perkembangan setidaknya ada tiga teori belajar yang bertitik tolak dari teori kognitivisme ini yaitu: Teori perkembangan piaget, teori kognitif Brunner dan Teori bermakna Ausubel. Ketiga teori ini dijabarkan sebagai berikut: No 1 Teori Kognitif Piaget Brunner Ausubel Proses belajar terjadi menurut pola tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umur siswa. Adapun kritik terhadap teori kognitivisme adalah: 
1.      Teori kognitif lebih dekat kepada psikologi daripada kepada teori belajar, sehingga aplikasinya dalam proses belajar mengajar tidaklah mudah. 
2.      Sukar dipraktekkan secara murni sebab seringkali kita tidak mungkin memahami “struktur kognitif” yang ada dalam benak setiap siswa.
Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.


Share:

0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.