TEORI BELAJAR
KOGNITIF
MATA KULIAH
PSIKOLOGI BELAJAR
Dosen Pengampu:
Dra. Tri Na’imah S.Psi., M.Si.
Disusun Oleh:
Muhamad Fajar Bastian 1407010062
Mutiara Ayu Pancawati 1407010048
Tri Marita 1407010029
Arni Nur Sofina 1407010058
Ina Kusumawati 1407010059
Inandy Armanda 1407010004
FAKULTAS
PSIKOLOGI
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2015
Pengertian Teori
Kognitif
Istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah
satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk
pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah
pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan
informasi, pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan,
berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga
berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian
dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang
itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan
situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
Karakteristik
Teori Kognitif
Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses
belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan
hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses
berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.
Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku
yang bisa diamati.
Tokoh-tokoh
Teori Belajar Kognitif
1.
Jean Piaget, teorinya disebut
“Cognitive Developmental”
Piaget adalah ahli
psikolog developmentat karena penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan
pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu.
Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan
mental yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektuan adalah tidak
kuantitatif, melainkan kualitatif. Dengan kata lain, daya berpikir atau
kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara
kualitatif.Menurut Suhaidi Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif
anak menjadi empat tahap:
·
Tahap
sensory – motor. yakni perkembangan
ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun, Tahap ini diidentikkan dengan
kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.
·
Tahap
pre – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7
tahun. Tahap ini diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa
tanda, dan telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak
abstrak.
·
Tahap
concrete – operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan
dengan anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak
sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif.
·
Tahap
formal – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia
11-15 tahun. Ciri pokok tahap yang terahir ini adalah anak sudah mampu berpikir
abstrak dan logis dengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”.
2.
Jerome Bruner Dengan Discovery
Learningnya
Bruner menekankan bahwa proses belajar akan berjalan
dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh
yang ia jumpai dalam kehidupan. Bruner meyakini bahwa pembelajaran tersebut
bisa muncul dalam tiga cara atau bentuk, yaitu: enactive,iconic dan simbolic.
·
Pembelajaran
enaktif mengandung sebuah kesamaan dengan kecerdasan inderawi dalam teori
Piaget. Pengetahuan enaktif adalah mempelajari sesuatu dengan memanipulasi
objek – melakukan pengatahuan tersebut daripada hanya memahaminya. Anak-anak
didik sangat mungkin paham bagaimana cara melakukan lompat tali („melakukan‟
kecakapan tersebut), namun tidak terlalu paham bagaimana menggambarkan
aktifitas tersebut dalam kata-kata, bahkan ketika mereka harus menggambarkan
dalam pikiran.
·
Pembelajaran ikonik merupakan pembelajaran
yang melalui gambaran; dalam bentuk ini, anak-anak mempresentasikan pengetahuan
melalui sebuah gambar dalam benak mereka. Anak-anak sangat mungkin mampu
menciptakan gambaran tentang pohon mangga dikebun dalam benak mereka, meskipun
mereka masih kesulitan untuk menjelaskan dalam kata-kata.
·
Pembelajaran
simbolik, ini merupakan pembelajaran yang dilakukan melalui representasi
pengalaman abstrak (seperti bahasa) yang sama sekali tidak memiliki kesamaan
fisik dengan pengalaman tersebut. Sebagaimana namanya, membutuhkan pengetahuan yang
abstrak, dan karena simbolik pembelajaran yang satu ini serupa dengan
operasional formal dalam proses berpikir dalam teori Piaget.
3.
Teori Belajar Bermakna Ausubel.
Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel
adalah bekerja untuk mencari hukum belajar yang bermakna, berikut ini konsep
belajar bermakna David Ausubel. Pengertian belajar bermakna Menurut Ausubel ada
dua jenis belajar :
1)
Belajar
bermakna (meaningful learning) Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di
mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai
seseorang yang sedang belajar.
2)
belajar
menghafal (rote learning). belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan
menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.
Dengan demikian kunci
keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau
yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan
belajar penemuan (discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan belajar
penerimaan (reception learning). Sehingga dengan ceramahpun, asalkan
informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis, akan
dihasilkan belajar yang baik.
Pandangan Teori
Kognitivisme terhadap Belajar Mengajar dan Pembelajaran
Dari beberapa teori belajar kognitif diatas
(khusunya tiga di penjelasan awal) dapat diambil sebuah sintesis bahwa masing
masing teori memiliki kelebihan dan kelemahan jika diterapkan dalam dunia
pendidikan juga pembelajaran. Jika keseluruhan teori diatas memiliki kesamaan
yang sama-sama dalam ranah psikologi kognitif, maka disisi lain juga memiliki
perbedaan jika diaplikasikan dalam proses pendidikan. Sebagai misal, Teori
bermakna ausubel dan discovery Learningnya bruner memiliki sisi pembeda. Dari
sudut pandang Teori belajar Bermakna Ausubel memandang bahwa justeru ada bahaya
jika siswa yang kurang mahir dalam suatu hal mendapat penanganan dengan teori
belajar discoveri, karena siswa cenderung diberi kebebasan untuk mengkonstruksi
sendiri pemahaman tentang segala sesuatu. Oleh karenanya menurut teori belajar
Bermakna guru tetap berfungsi sentral sebatas membantu mengkoordinasikan
pengalaman-pengalaman yang hendak diterima oleh siswa namun tetap dengan
koridor pembelajaran yang bermakna. Dari poin diatas dapat pemakalah ambil
garis tengah bahwa beberapa teori belajar kognitif diatas, meskipun sama- sama
mengedepankan proses berpikir, tidak serta merta dapat diaplikasikan pada
konteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebih untuk menyesuaikan teori
belajar kognitif ini dengan kompleksitas proses dan sistem pembelajaran
sekarang maka harus benar-benar diperhatikan antara karakter masing-masing
teori dan kemudian disesuakan dengan tingkatan pendidikan maupun karakteristik
peserta didiknya.
Implikasi Teori
Kognitivistik dalam Pembelajaran
Dalam perkembangan setidaknya ada tiga
teori belajar yang bertitik tolak dari teori kognitivisme ini yaitu: Teori
perkembangan piaget, teori kognitif Brunner dan Teori bermakna Ausubel. Ketiga
teori ini dijabarkan sebagai berikut: No 1 Teori Kognitif Piaget Brunner
Ausubel Proses belajar terjadi menurut pola tahap-tahap perkembangan tertentu
sesuai dengan umur siswa. Adapun kritik terhadap teori kognitivisme
adalah:
1.
Teori
kognitif lebih dekat kepada psikologi daripada kepada teori belajar, sehingga
aplikasinya dalam proses belajar mengajar tidaklah mudah.
2.
Sukar
dipraktekkan secara murni sebab seringkali kita tidak mungkin memahami
“struktur kognitif” yang ada dalam benak setiap siswa.
Aplikasi teori belajar kognitivisme
dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa
yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah
dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat
dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu
dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna,
memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
0 komentar:
Post a Comment